Bab 36

33 10 0
                                    

Hari Minggu sekitar jam sembilan pagi, Rikha yang biasanya masih rebahan di rumah dan malas-malasan di kasur sembari main ponsel. Namun hari Minggu kali ini beda, sejak Sabtu kemarin, Aran sudah berjanji untuk mengajaknya jalan-jalan, dan di sinilah ia sekarang, duduk di rumah makan bersama Aran dengan makanan yang tersaji di piring.

“Sebentar, ayo kita foto dulu, setiap kencan kita tidak pernah mengabadikannya,” ucap Aran, menghentikan tangan Rikha yang hendak mengambil minum.

“Aku tidak tahu kalau kau begitu narsis,” ujar Rikha sembari mencubit pelan pipi Aran karena gemas.

Aran tersenyum lebar lantas mengangkat ponselnya, tangannya yang lain merangkul Rikha dan mereka berdua berpose. Aran mengambil foto mereka berdua beberapa kali, lantas dia mengirim foto tadi pada Rikha juga.

“Pinjam ponselmu sebentar, Ka.”

Rikha mengambil ponselnya yang ada di tas kecilnya dan memberikannya pada Aran tanpa banyak tanya.

Aran menaruh ponselnya dan ponsel Rikha berdampingan, dia mengeluarkan stylus pen dari ponsel dan menggambar sesuatu di foto mereka berdua, lantas dia menjadikan foto itu sebagai lookscreen di kedua ponsel.

“Rikha lihat.” Aran menunjukkan kedua ponselnya yang menampilkan lookscreen.

Di ponsel Aran dan Rikha ada gambar setengah hati, jika kedua ponsel itu disatukan maka akan terbentuk satu hati. Di ponsel Aran, tepat di atas foto mereka berdua bertuliskan kata ‘LO’ sedangkan di tempat yang sama tetapi di ponsel Rikha terdapat tulisan ‘VE’.

“Jika kita menyatu, akan jadi ‘Love’  dan hati kita akan bersatu. Tapi jika kita berpisah.” Aran menjauhkan kedua ponsel itu. “Seperti yang kau lihat, kata love tidak akan terbentuk dan hati kita menjadi separuh.”

Rikha tersenyum lebar, dia menyatukan kembali ponsel yang tadi berjauhan. “Aku akan membuatnya tetap bersatu.”

Aran balas tersenyum, kemudian dia mengembalikan ponsel Rikha. “Kalau begitu ayo kita makan, setelah itu kita harus ke suatu tempat.”

“Ke mana? Kau bilang kemarin hanya makan.” Rikha mulai memotong daging panggang di hadapannya.

“Rahasia,” ucap Aran disertai senyuman.
Setelah makan, Aran dan Rikha berbincang-bincang santai, juga bercanda. Aran juga bercerita tentang rencananya untuk masuk Akmil, dia dengan semangat menjawab saat Rikha tanya syarat-syarat agar diterima di sana.

“Bagaimana kalau kau masuk kedokteran militer? Kau kan ingin jadi dokter, Ka?” tanya Aran. “Kalau dipikir-pikir seru, Ka. Kau jadi dokter militer dan aku jadi tentaranya, kita sama-sama ada di dunia kemiliteran.”

Rikha menggeleng. “Aku tidak suka yang berhubungan dengan militer.”

“Bukankah setelah masuk militer akan susah untuk menemuimu, Aran? Kau nanti akan ditugaskan di daerah jauh, dan aku dengar juga kau tidak boleh menikah sampai berapa tahun gitu,” lanjutnya.

Aran mengangguk. “Yah, setelah ini kita LDR-an.”

Rikha tidak terlalu menyukai topik itu, dia segera berinisiatif mengganti topik pembicaraan. “Minggu depan aku berencana potong rambut jadi pendek, bagaimana menurutmu?”

Aran memperhatikan Rikha. “Entah rambut panjang atau pendek, kau tetap cantik kok.”

Rikha tersenyum, pipinya merona. Dia berdehem saat Aran tetap memperhatikannya. “Ayo kita pergi ke tempat selanjutnya.”

“Ah, aku sampai lupa. Ayo berangkat sekarang, aku akan menunjukkan tempat yang indah.”

Tiba-tiba ponsel Rikha berbunyi, dia memeriksa ponselnya. “Sebentar Aran, Kak Lubis menelepon.”

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang