Bab 44

46 8 0
                                    

Setelah mencari keberadaan Farikh dan Farel di sekitar gedung tua, Arumi tidak menemukan titik terang keberadaan mereka berdua seakan-akan mereka menghilang ditelan lubang hitam. Arumi berdoa agar pemikiran ngawurnya tentang menghilangnya Farikh dan Farel yang ada campur tangan makhluk lain supaya tidak terjadi.

Sekarang Arumi ada di kantor polisi, Adam sudah dimasukkan ke sel sejak mereka tiba. Arumi duduk di kursi setelah dia dimarahi habis-habisan sama papanya. Arumi tidak pernah melihat Papa semarah itu sebelumnya. Gadis itu tidak mau membahas topik apa saja yang Papa lontarkan saat marah, yang pasti masalahnya tidak jauh dari menghilangnya Farikh dan Farel.

Tangan Arumi menghapus air matanya, dia sedari tadi tidak bisa berhenti menahan tangis hingga sesenggukan—yang mana lebih mirip orang sesak napas. Dia menangis bukan hanya karena dimarahi Papa, tetapi juga karena dia mengkhawatirkan Farikh dan Farel.

Pikiran buruk seperti bagaimana kalau Farikh dan Farel tidak selamat terus berkelibat di benaknya, atau bagaimana kalau kedua temannya itu tidak bisa ditemukan sampai kapan pun. Arumi merasa sangat bersalah, dia pasti akan dibenci semua orang, terutama keluarga kedua pemuda itu dan juga teman-temannya sendiri.

Arumi tadi juga sempat mengatakan pada Papa bahwa ingatan Farikh sudah kembali dan Papa sudah menghubungi keluarga Farikh dan Farel. Papa pasti sibuk mengurus kasus ini, mulai dari tertangkapnya Adam, menghilangnya mereka berdua dan kasus tabrak lari Farikh. Sebuah keajaiban, dalam satu malam biang kerok semua kasus itu tertangkap dan dalam satu malam pula kasus baru muncul lagi.

Arumi dengan wajah kacau itu mendongak saat mendengar suara langkah kaki beberapa orang. Di sana ada sepasang dokter—orang tua Farikh—dan dua orang lagi yang sepertinya ibu dan ayah tirinya Farel. Mereka bertanya pada salah satu polisi di mana ruangan Papa dan segera ke sana.

Papanya Farikh terhenti saat melihat Adam yang duduk di sel, meringkuk. Ardi mendekat ke sel dan berhasil menarik perhatian Adam, ayahnya Farel itu kini mendekati Ardi yang ada di luar sel.

Kalau tidak salah, Arumi pernah dengar kalau mereka berdua dulu itu sahabat.

Ardi memandang Adam dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, antara sedih, marah dan kecewa. Tangannya mengepal seperti ingin menonjok Adam kalau saja tidak ada besi-besi itu yang menghalangi.

"Aku kecewa padamu," ucap Ardi, wajahnya dingin.

Adam hanya menunduk.

"Kalau terjadi sesuatu pada anakku ..., aku tidak akan bisa memaafkanmu seumur hidupku," lanjutnya dengan nada dingin dan mengancam.

"Maafkan aku."

***

Papa menyuruh Arumi pulang karena menurutnya tidak ada yang bisa Arumi lakukan di kantor polisi, juga Papa khawatir jika anaknya itu sakit karena tadi dia mengalami hal yang mengejutkannya—kehilangan kedua temannya dan kena marah.

Namun Arumi tidak langsung pulang. Berbekal tas kecil yang sedari tadi mengantung di punggungnya, dia memberanikan diri untuk memeriksa gedung tua itu sekali lagi, tangannya memegang ponsel dengan senter yang menyala.

Gadis itu kembali memeriksa semak-semak—tempat di mana Farikh dan Farel jatuh—tetapi dia tidak menemukan apa-apa, tempat itu masih sama seperti terakhir kali dia datang. Arumi bahkan nekat masuk ke gedung tua itu walau badannya sudah berkeringat dingin saking takutnya. Namun dia tidak menemukan siapapun.

Arumi berjalan-jalan di sekitar tempat gedung tua itu untuk mencari tempat makan yang sekiranya masih buka di jam setengah sebelas malam. Gadis itu berhenti saat menemukan restoran KFC di depannya. Arumi merogoh tasnya, mencari dompetnya.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang