Bab 3

174 32 20
                                    

Rikha mematut dirinya di depan cermin besar di kamarnya. Seragam putih abu-abu melekat di tubuhnya, bajunya licin dan rapi. Gadis itu mengambil bedak di meja riasnya, lantas dia kembali menghadap cermin dan menepuk-nepuk pelan pipinya, menaburkan bedak tipis.
Rikha menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga terlihat senyumannya yang manis, ditambah lagi bulu mata lentik yang mengerjab-ngerjab pelan.

"Mau seberapa lama pun kau bercermin, wajahmu nggak akan berubah menjadi Ariana Grande," celetuk seseorang dari ambang pintu kamar Rikha.

Rikha menoleh lantas melempar cengiran lebar saat melihat kakaknya yang datang. Kakaknya sekarang kuliah di salah satu perguruan tinggi di kotanya, jurusan kedokteran. Rikha mengakuinya kalau kakaknya orang yang keren, dia selalu dibangga-banggakan orang tua Rikha, dia digilai cewek-cewek karena ketampanannya, dia selalu keren di mata Rikha. Apalah daya Rikha yang selalu dapat masalah di sekolah dengan kakaknya yang tampan, keren, pintar dan calon dokter?

 Apalah daya Rikha yang selalu dapat masalah di sekolah dengan kakaknya yang tampan, keren, pintar dan calon dokter?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rikha jika dibandingkan dengan kakaknya bukanlah apa-apa, bagaikan debu di galaksi Andromeda. Tidak sebanding.

"Ayo berangkat sekarang, Kak Lubis," ajak Rikha sembari melangkah keluar kamar.

Lubis merangkul Rikha, mengacak-acak rambut adiknya. "Kau tetap adikku yang paling cantik kok."

Rikha mendengus sebal sembari merapikan rambutnya kembali. "Kakak jangan main rambutku, aku lelah merapikannya .... Aku kan memang adik tercantikmu, secara kau hanya punya satu adik."

"Walau aku punya adik lagi, kau akan tetap jadi adik tercantikku," ujar Lubis.

"Iya ... adiknya laki-laki." Rikha mendengus kesal.

Lubis tertawa. "Kenapa wajahmu kusut seperti itu? Nggak mau punya adik lagi? Baiklah, Aku tidak akan membahasnya."

Lubis memegang kedua pipi Rikha, menatapnya lekat, dia mengurangi jaraknya dengan wajah Rikha. "Lihat kakakmu yang tampan dan keren ini, kekesalanmu akan menghilang."

Rikha menatap kakaknya dengan tatapan datar, dia menyingkirkn tangan Lubis dari pipinya dan menoyor kepala Lubis. "Jangan terlalu percaya diri!"

Rikha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang tamu. "Ke mana Mama dan Papa? Aku tidak melihat mereka dari tadi."

"Mereka berangkat pagi-pagi tadi, apa kau lupa? Mereka dinas ke luar kota hari ini, mungkin seminggu lagi mereka kembali," jawab Lubis sembari mengikat tali sepatunya, dia kini duduk di dekat rak sepatu.

"Oh iya ... aku bukannya lupa Kak, hanya saja tak ingat," ujar Rikha.

Lubis tidak menjawab, dia hanya terkekeh melihat kelakuan adiknya. Lubis menuju halaman rumah, dia memanaskan sepeda motornya.

Rikha mengambil tasnya di sofa, lantas memakai sepatunya dan keluar dari rumah, tidak lupa dia mengunci pintu rumahnya dan menyimpan kuncinya di saku. Masing-masing anggota keluarga Rikha mempunyai satu kunci rumah karena mereka tidak pasti jam berapa pulang ke rumah, apalagi Lubis yang semakin sibuk akhir-akhir ini karena dia mempersiapkan magang di sebuah rumah sakit di kota.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang