Bab 34

31 9 0
                                    

Arumi dan Farel sampai di rumah sakit saat langit berwarna jingga. Di kamar inap Farikh, tidak ada seseorang yang menjengguknya. Saat Arumi dan Farel masuk kamar inap Farikh, Arumi hanya melihat Lubis yang mengganti kantong infus, setelah itu Lubis pergi.

Keadaan Farikh masih sama seperti terakhir kali Arumi mengunjunginya. Arumi dan Farel duduk di kursi dekat brankar. Keduanya hanya diam sembari memperhatikan Farikh, keadaan tiba-tiba hening dan hanya terdengar suara monitor pasien.

Arumi memperhatikan masker oksigen Farikh yang berembun, napas Farikh terdengar teratur seperti saat dia tidur. Padahal saat di kelas, Farikh dengan mudah terbangun hanya dengan sebuah colekan pensil di pinggangnya dan kenapa sekarang Farikh susah sekali bangun?

Farel menundukkan kepala, dia mengepalkan tangannya. Tanpa sadar air matanya menetes, ia segera mengusap pipinya agar Arumi tidak melihatnya. Getaran ponsel di saku celana Farel sedikit mengejutkannya.

Farel merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. Ada panggilan masuk, tanpa pikir panjang Farel menekan tombol merah dan melempar ponselnya di kasur Farikh, tepat berada di dekat tangan Farikh.

Arumi menoleh, ponsel Farel berbunyi lagi. Ada panggilan masuk, Farel sama sekali tidak melirik ponselnya, membuat Arumi penasaran dan melihat siapa yang menelepon Farel. Nama ‘Ayah 1’ tertera di sana, sedangkan Farel tidak sedikitpun beranjak untuk mengangkat telepon itu hingga teleponnya terputus.

Lalu panggilan kedua terdengar, masih dengan penelpon yang sama. Arumi menjawil Farel, membuat kode dengan matanya agar pemuda itu mengangkat teleponnya. Farel hanya menggeleng, dia tidak mau mengangkat telepon itu.

Arumi menghela napas. Baiklah, terserah Farel mau mengangkat teleponnya atau tidak, bukan urusan Arumi juga. Hening beberapa saat setelah suara panggilan kedua terdengar, lantas terdengar suara pesan masuk.

Arumi melirik ponsel Farel, ada pop-up pesan dari kontak dengan nama ‘Ayah 1’, Arumi membaca sekilas pesan itu yang berisi “Aku tahu kau ada di sana, kau harus melakukan tugasmu...” dan Arumi tidak tahu bagaimana kelanjutannya.

Farel melirik Arumi, ia tahu kalau Arumi membaca ponsel Farel. Arumi balas melirik Farel, memberi tatapan galak, membuat Farel mengurungkan apa yang ingin diucapkannya. Ponsel Farel berbunyi lagi, kali ini orang yang menelepon berbeda, sekarang nama ‘Ayah 2’ ada di sana. Farel tetap membiarkan ponselnya.

Lama-lama Arumi kesal dengan ponsel Farel yang berdering terus menerus, kalau dia tidak mau mengangkat telepon dari orang-orang, kenapa dia tidak mematikan ponselnya saja? Menyebalkan!

Gadis itu berdecak kesal saat ponsel Farel berbunyi lagi, kali ini yang menelepon ibunya. Arumi baru teringat perkaaan Farel, dia bilang jika pulang terlambat keluarganya tidak akan ada yang mencarinya, tetapi dari tadi keluarganya terus meneleponnya. Kalau bukan khawatir namanya apa?

Arumi mengambil ponsel Farel, dia menyodorkan ponsel itu pada Farel, wajahnya terlihat marah. “Kalau kau nggak mau ngangkat telepon, matiin saja. Ponselmu berisik sampai-sampai aku ingin menghancurkannya.”

Farel mengambil ponselnya, dia menyengir. “Maaf, aku akan mengalihkannya di mode senyap. Aku nggak tahu kalau kau akan marah.”

Arumi berdecak. “Kau kan selalu bilang aku itu pemarah, seharusnya kau tahu.”

Farel menjawab singkat, lantas keheningan lagi-lagi tercipta karena keduanya tidak lagi mempunyai topik pembicaraan yang menarik. Keduanya kini hanya memandang Farikh yang tidak kunjung bangun.

“Dulu aku pernah tanya pada Farikh tentang kelemahannya. Kau tahu sendiri kan kalau dia itu jenius, bisa pelajaran apa saja kecuali seni dan musik.” Farel memulai pembicaraan.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang