Bab 33

28 9 0
                                    

Arumi mengecek smartwatch-nya, sudah jam lima sore dan dia masih berada di sekolah karena tadi mengikuti eskul paskibraka. Sebuah kebetulan yang aneh sekali, dia terpilih untuk mengikuti eskul paskibraka bukan karena keinginannya sendiri.

Saat itu ada kakak kelas paskibraka yang datang ke kelas Arumi dan menyuruh teman-teman untuk berdiri, lalu kakak kelas itu memilih siapa saja yang berpostur tinggi dan Arumi terpilih, padahal dia tidak begitu niat untuk masuk eskul paskibraka. Lisa yang menginginkan eskul paskibraka malah tidak lolos, seandainya Lisa lebih tinggi lima senti saja, dia akan lolos.

Farikh dan Farel lolos seleksi itu karena mereka tinggi. Namun kedua orang itu dengan kompak tidak mau menyebut namanya saat kakak kelas mencatat anak-anak yang berpostur tinggi untuk nantinya diseleksi lagi. Mereka berdua memilih eskul futsal.

Arumi berjalan menuju kelasnya untuk mengambil tas. Dia bergumam, “Bagaimana keadaan mereka berdua sekarang? Mereka kini sama-sama menjauhiku, yang satunya tidur nggak bangun-bangun dan satunya lagi marah.”

Arumi menghentikan langkahnya saat dia berada di depan pintu kelasnya yang tertutup. Ia mendengar suara isakan tangis dari dalam sana. Arumi mulai merinding sekarang. Ayolah, siapa yang ada di kelas saat semua siswa sudah pulang? Tidak mungkin ‘kan ada penampakan yang sering dibahas teman-temannya saat jam kosong?

Gadis itu menghela napas, mencoba mengeluarkan semua pemikiran ngawurnya dan mengumpulkan keberaniannya. Arumi meyugesti dirinya bahwa di dalam sana tidak ada apa-apa, mungkin dia hanya salah dengar, dan yang pasti tidak ada hantu di dalam kelasnya.

Arumi mendorong pelan pintu kelas, mencoba tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Dia mengintip ke dalam kelas. Ada seorang pemuda yang duduk di kursi bagian belakang.

“Dia beneran Farel kan? Bukan setan jadi-jadian?” gumam Arumi.

Arumi memperhatikan Farel dengan saksama. Pemuda itu masih terisak pelan dengan kepala tertunduk dan rambut yang acak-acakan. Farel berhenti terisak, dia mengusap kasar pipinya, lantas berteriak dan mengacak rambut.

Farel bahkan meninju bangku yang ada di depannya. Dia berdiri, membuat Arumi melihat wajahnya yang memerah. Farel berjalan ke dinding kelas, di sana ada kaca yang biasanya digunakan cewek-cewek untuk dandan atau digunakan anak cowok untuk memakai Pomade dan menyisir rambut.

Farel memandang refleksi dirinya di cermin, di sana dirinya tampak menyedihkan. “Dasar! Pecundang! Tak tahu diri! Memalukan!”

Brak!

Arumi tersentak saat Farel meninju cermin itu hingga pecah. Arumi bisa melihat cairan merah yang menempel di pecahan kaca. Arumi meringis, apa memang tenaga lelaki bisa sekuat itu? Kalau Arumi sedang bad mood, paling tidak dia akan meninju bantal, bukan kaca seperti itu.

Arumi refleks berlari masuk kelas saat Farel hendak melayangkan tinjunya lagi. Arumi menahan tangan Farel, membuat pemuda itu tersentak kaget.

“Farel! Berhenti! Jangan menyakiti dirimu sendiri!” seru Arumi.

“Kenapa kau ada di sini?” tanya Farel kaget, dia menepis tangan Arumi dan memalingkan wajahnya.

“Kemarikan tanganmu, aku akan mengobatinya,” ucap Arumi.

“Tidak perlu, nanti sembuh sendiri, jangan mempedulikanku,” jawabnya ketus.

Arumi mendengus, dia duduk di salah satu kursi dan melipat kedua tangan di depan dada. “Kenapa kalian suka menyakiti diri sendiri? Farikh juga dulu sempat menyayat lengannya, dan kini kau meninju kaca.”

Farel hanya diam, tangannya mengepal kuat tanda menahan amarah.

“Maafkan aku, Rel. Apa kau marah karena aku menuduhmu yang tidak-tidak tentang mobil itu? Aku sungguh minta maaf, aku kelewatan.” Arumi menudukkan kepala.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang