Bab 32

31 9 0
                                    

Sudah terhitung sejak dua hari Farikh masih belum sadarkan diri. Biasanya Arumi akan mampir ke rumah sakit sepulang sekolah. Keadaan Farikh masih sama. Arumi tidak tahu pasti bagaimana keadaan Farikh. Kata dokter, Farikh sekarang sedang berusaha melewati masa kritis.

Arumi menopang dagu dengan tangan, dia memperhatikan Farel selama dua hari ini. Farel benar-benar berbeda, dia yang biasanya tidak bisa diam dan hiperaktif kini hanya menghabiskan waktu di kelas dengan duduk di kursi.
Saat teman-temannya mengajaknya main futsal, dia hanya menggeleng. Farel tidak banyak bicara kecuali jika guru menanyainya. Farel lebih banyak melamun, diam dan ekspresinya tidak bisa Arumi baca, karena dia hanya berekspersi datar. Keceriaannya menyusut seperti balon yang ditusuk jarum.

Kata orang, diamnya orang seperti Farel menunjukkan jika dia punya masalah serius.

Arumi teringat percakapannya dengan Farel kemarin saat Arumi mengatakan bahwa dia melihat Farel ada di mobil yang menabrak Farikh di saat yang sama.

“Maksudmu, aku yang mengendarai mobil itu dan menabrak teman yang kuanggap sebagai saudara sendiri itu? Jangan gila! Aku bahkan belum cukup umur untuk mengendarai mobil, lalu bagaimana aku melakukannya?” Farel saat itu benar-benar tersinggung.

“Aku tahu bukan kau yang mengendarai mobil itu, tapi orang yang duduk di sebelahmu waktu itu. Siapa dia? Apa dia ... ayahmu?”

Apa Arumi terlalu kelewatan? Dia harap Farel tidak membencinya setelah ini. Arumi hanya ingin mencari kebenaran.
Farel terdiam, sorot matanya tampak kosong.

Arumi melanjutkan, “Katamu kau kemarin pulang sama ayahmu. Jika aku menyimpulkan, berarti orang yang di sebelahmu waktu itu ... ayahmu?”

Farel tersenyum tipis. “Kau teliti juga. Tapi tunggu dulu, ayah mana yang kau maksud? Ayah kandungku atau ayah tiriku? Kemarin sepulang sekolah aku bertemu banyak orang.”

Arumi mengerutkan keningnya.
“Pastikan dulu, yang kau tanya ayah kandungku atau ayah tiriku?” tanya Farel.

Dan dengan bodohnya Arumi malah membalas, “Kau punya dua ayah?”

Farel terkejut, sepertinya dia mengatakan kebenaran tentang keluarganya secara tidak sadar. Wajah Farel berubah menjadi sedih tetapi dengan cepat dia sembunyikan. “Aku seharusnya tidak mengatakan hal ini pada orang asing yang mencurigai temannya sendiri.”

“Farel!”

Arumi menoleh, Yuri ada di ambang pintu. Dia melambai-lambaikan tangannya pada Farel dan mengajaknya pulang bersama. Farel tersenyum lebar.

Farel mengangguk, dia keluar kelas tanpa menoleh sedikitpun pada Arumi. Gadis itu menoleh, bertepatan dengan kepala Farel yang tertoleh ke belakang, ia melirik Arumi sekilas dengan wajah tanpa ekspresi. Farel merangkul Yuri dan tersenyum saat Yuri bertanya sesuatu padanya.

Arumi tahu Farel menyembuyikan sesuatu yang pedih di balik senyumnya pada Yuri.

Setelah percakapan itu, Arumi takut Farel jadi tersinggung karena dia menuduh Farel tanpa bukti. Mungkin juga Farel marah karena rahasia tentang keluarganya diketahui Arumi. Gadis itu menghela napas, ternyata jadi detektif tidak segambang kelihatannya, bisa-bisa dia dibenci temannya sendiri karena saling tuduh.

***

Rikha sudah memutuskan, dia akan menjadi dokter suatu hari nanti. Setelah membicarakan keinginan dan tekatnya untuk menjadi dokter pada Lubis, kakaknya itu tetap kokoh untuk membantah keinginan Rikha.

Perdebatan terjadi selama beberapa saat, Rikha menjelaskan dengan hati-hati alasannya ingin menjadi dokter, dia ingin menyelamatkan orang-orang. Rikha juga ingin berjuang seperti kakaknya dulu.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang