Bab 26

39 12 0
                                    

“Kita harus mencari keberadaan Farikh, ini tentang nyawa seseorang.” Aran berdiri.

Rikha dan Lubis juga berdiri, ia berkata, “Aku juga akan ikut mencari Farikh. Kalian berangkatlah dulu, aku akan membayar tagihan makanan.”

Rikha dan Aran mengangguk. Mereka berlari keluar rumah makan, mencari sepeda motor Aran dan mereka sudah melesat di jalanan.

Lubis membayar tagihan makanan mereka, setelah selesai dengan transaksinya, ia berjalan dengan langkah terburu-buru menuju parkiran. Lubis dengan cepat naik ke motornya. Saat hendak mengambil helmnya, ponselnya berdering tanda sebuah telepon masuk.

Lubis mengambil ponselnya. Ia menghela napasnya saat melihat nama seniornya yang meneleponnya. Lubis pasti kena marah, ia menekan tombol hijau dan mendekatkan ponsel di telinga.

“Halo, Senior. Ada apa—” Lubis belum selesai menyelesaikan ucapannya, tapi seniornya buru-buru menyemprotnya dengan amukan.

“Hei! Kau di mana? Kenapa tidak ada di rumah sakit!? Cepatlah ke sini! Ada korban tabrak lari yang sekarang dalam perjalanan, di sini hanya ada satu dokter bedah. Cepatlah datang dan jadilah asisten operasi!”

“Ba-baik, aku akan segera ke sana,” ujar Lubis, panggilannya ia akhiri.

Lubis menghela napas lagi. Ini pertama kalinya Lubis menjadi asisten operasi, dia harus bisa, kesempatan langkah ini tidak terjadi dua kali.

Hari ini banyak sekali kecelakaan, tadi siang saja terjadi kecelakaan beruntun dan banyak pasien yang harus dioperasi. Dokter bedah di rumah sakit sibuk dan sekarang terjadi kecelakaan lagi. Lubis tidak bisa membayangkan betapa lelahnya dia nanti.

Lubis memakai helmnya. Dia mengaktifkan motor dan menarik gas, motornya meluncur ke jalanan. Speedometer semakin bertambah, Lubis tidak mempedulikan jika orang tuanya tahu kalau dia ngebut lagi di jalanan, karena ini tentang nyawa orang lain.

Lubis merasa bersalah karena tidak bisa membantu Aran dan Rikha untuk mencari keberadaan Farikh karena tugas sudah memanggilnya.

***

Beberapa menit kemudian Lubis sampai di parkiran rumah sakit. Disusul Aran dan Rikha di belakangnya. Lubis menoleh sekilas, ia baru menyadari jika Aran dan Rikha menyusulnya. Lubis melepas helm dan turun dari motor.

“Kenapa kalian ke sini?”

“Kami mengikuti Kakak untuk mencari Farikh,” jawab Rikha.

“Maafkan aku. Kalian bisa lanjut cari Farikh, aku tidak bisa ikut karena ada tugas di rumah sakit. Aku duluan.” Lubis buru-buru meninggalkan Aran dan Rikha.

Suara sirine ambulans terdengar. Aran dan Rikha berlari mengikuti Lubis di belakangnya. Rikha hanya menuruti kata hatinya untuk melihat korban yang dibawa ambulans, di sana Lubis juga sibuk karena kedatangan ambulans itu.

Beberapa petugas kesehatan menyambut datangnya ambulans juga diikuti Lubis yang baru sampai. Rikha dan Aran berdiri tidak jauh dari ambulans agar tidak mengganggu petugas kesehatan.

“Apa tadi ada kecelakaan?” tanya Rikha.

Aran mengangkat bahu. “Sepertinya.”

“Aku jadi ingat saat kau dibawa ambulans waktu itu, aku bahkan sampai menangis waktu itu,” ucap Rikha, Aran tersenyum tipis mendengarnya.

Bagian belakang mobil ambulans dibuka, petugas yang ada di dalam ambulans mendorong ranjang dan petugas kesehatan yang berada di dekat ambulans dengan cekatan membawa korban. Lubis terkejut melihat siapa yang terbaring di sana, korban kecelakaan itu masih muda, dan dia tahu pemuda itu walau tidak kenal betul.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang