Bab 1

440 45 22
                                    

Jika ada typo beritahu ya!

Selamat membaca!

*

"Rikha! Ke depan kerjakan soal fisika nomor tiga!"

Bu Zuni---guru fisika---melipat tangannya di depan dada, menyuruh murid kesayangannya, Rikha untuk menjadi sukarelawan yang mau mengerjakan soal fisika.

Rikha yang saat itu melamun buru-buru mengambil LKS, membuka sembarang halaman---lebih tepatnya mencari halaman soal yang akan dikerjakannya. Rikha menggerutu dalam hati, dari tiga puluh enam siswa di kelasnya, kenapa dia yang selalu disuruh mengerjakan soal di papan!?

"Halaman berapa, Tyara?" bisik Rikha pada teman sebangkunya.

"Halaman 58," balas Tyara cepat.

Rikha berdiri dengan buku fisika yang berada di dekapannya, walaupun tidak terlalu memperhatikan pelajaran, untung saja dia sudah mengerjakan soal-soal itu di rumah, untuk jaga-jaga di saat keadaan genting seperti ini.

"Tidak boleh membawa buku," ucap Bu Zuni tegas.

"Tidak boleh? Tapi yang lain tadi boleh, Bu, kenapa saya tidak boleh?" Rikha protes.

Bu Zuni menghela napas, "Apa kamu lupa kontrak belajar kita? Kalau murid yang datangnya terlambat, hukuman sesuai yang diberikan guru, dan anggap saja itu hukuman yang saya berikan."

"Baik, Bu," jawab Rikha sesopan mungkin.

Rikha sudah hafal di luar kepala, jika hari Senin dia selalu disuruh mengerjakan soal ke depan tanpa membawa buku, alasannya simpel, dia selalu telat di hari Senin. Teman-temannya bahkan mengatakan kalau Rikha murid kesayangan Bu Zuni karena dia selalu dipanggil untuk mengerjakan soal lah, mendapat hukuman lah dan entah apa saja yang Bu Zuni suruh.

Namun Rikha tak pernah membenci Bu Zuni, karena dia tahu bahwa ia yang salah di sini. Rikha akan mengambil sisi positifnya saja, berkat Bu Zuni yang sering menyuruhnya mengerjakan soal di depan, dia sedikit-sedikit lebih paham fisika dibanding dengan teman-temannya.

Rikha mulai menggambar soal tentang rangkaian listrik dengan dua loop di papan tulis, dia menulis masing-masing hambatan pada rangkaian. Saat mulai mengerjakan, Rikha mengalami sedikit kesulitan ... dia lupa rumus. Hanya tulisan 'Diketahui' yang dia tulis di papan.

Melihat hal itu, Bu Zuni berdecak, "Ingat anak-anak, kalian sudah kelas dua belas, sebentar lagi lulus, jangan sering terlambat, saat disuruh mengerjakan soal, eh lupa rumusnya. Kalau nanti UN kalian bagaimana? Ingat anak-anak, belajar yang rajin agar kalian bisa masuk PTN favorit ...."

Rikha menghela napas, bergumam, "Rumus kuat arus, kecepatan, aku harus ingat."

Dahi gadis itu tertekuk tanda berpikir keras, matanya menatap nyalang gambar rangkaian di papan tulis seakan-akan menakut-nakuti papan agar dia mau memberitahu jawabannya. Gadis berambut sepunggung itu tersenyum tipis saat dia mengingat rumus itu.

Rikha mulai menulis rumus di papan tulis, lantas dengan cepat menghitung jawabannya. Sedangkan Bu Zuni masih memberikan motivasi kepada teman-temannya yang lain agar tidak seperti dirinya yang melupakan rumus.

Bagaimana bisa Rikha bisa mengingat semua rumus itu, sedangkan di pelajaran lain juga dia harus menghafal dan menghafal, ia memang tidak bisa mengingat hal-hal semacam itu, bisa dibilang Rikha itu pelupa, kalau saja telinganya tidak menempel, mungkin dia lupa ditaruh di mana.

Rikha berdiri di depan papan tulis tepat di sebelah jawabannya, lantas Bu Zuni memeriksa jawaban muridnya itu. Bu Zuni dengan mata tajamnya memeriksa dengan seksama jawaban Rikha seakan-akan angka-angka itu akan berlari kalau beliau tidak teliti, lantas Bu Zuni mengangguk-angguk.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang