Bab 19

41 12 0
                                    

Dua hari setelah keluarnya Aran dari rumah sakit, Rikha sudah kembali ke sekolah sejak tiga hari yang lalu. Namun dia tidak menyangka jika Aran ada di rumahnya pagi-pagi dengan seragam sekolah rapi, padahal Rikha tidak yakin apakah Aran sudah sembuh total, seharusnya dia masih beristirahat di rumahnya.

“Aran? Kenapa kau sekolah? Seharusnya kau beristirahat di rumah sampai benar-benar sembuh.” Rikha berjalan mendekati Aran yang baru saja mematikan motornya.

“Aku sudah baikan, apalagi jika berada di dekatmu,” ujar Aran diselingi senyuman jahil. “Lagipula aku bosan di rumah, tidak ada yang bisa dilakukan di sana.”

Rikha memutar bola mata. “Jadi kau semakin baikan jika berada di dekatmu?”

Aran melepas helmnya, turun dari motor dan mengacak pelan rambut Rikha. “Kau seperti charge bagiku. Mau memelukku? Aku butuh tambahan daya.”

Rikha memukul pelan lengan Aran. “Kau mau mati? Bagaimana kalau orang tuaku tahu?”

“Rikha! Ayo berangkat sekarang sebelum aku terlambat dan dimarahi lagi!” seru Lubis dari dalam, dia membuka pagar dan mendapati Aran dan Rikha.

“Selamat pagi, Kak Lubis,” sapa Aran.

“Oh, selamat pagi juga.” Dia tersenyum tipis lantas mengalihkan perhatian ke arah Rikha. “Kalau begitu aku berangkat dulu, Ka. Kau sudah dijemput pacarmu. Aran, jaga Rikha baik-baik ya?”

“Dengan senang hati akan kujaga, Kak.” Aran tersenyum lebar, dia menyodorkan helm ke Rikha. “Ayo berangkat dan pakai helmnya. Selain harus menjaga hati seseorang mulai sekarang, kau juga harus menjaga kepalamu.”

Rikha naik ke jok belakang, mencibir, “Kenapa kau sekarang bucin begini?”

Aran tertawa kecil. “Sebenarmya sudah lama, kau saja tidak menyadarinya.”

Aran menyalakan mesin motor. “Kami berangkat dulu, Kak Lubis.”

Lubis yang mengeluarkan motornya mengangguk.

“Kakak hati-hati di jalan,” ujar Rikha sebelum motornya melaju dan hilang dari hadapan Lubis.

Lubis tersenyum kecil melihat kebahagian yang dialami adiknya, dia bergumam, “Kenapa aku tiba-tiba ingin punya pacar? Dasar.”

***

Rikha dan Aran berjalan beriringan melewati koridor-koridor kelas. Aran tentu menarik perhatian seluruh warga sekolah, pasalnya pemuda itu baru beberapa hari ini dikabarkan ditembak dan sempat koma di rumah sakit itu kini telah kembali ke sekolah layaknya tidak terjadi apa-apa pada tubuhnya, apalagi jarang sekali Aran dan Rikha berangkat sekolah bersama. Dan kini Aran menggandeng gadis di sebelahnya.

Aran sesekali balik menyapa saat beberapa kenalannya menegur atau menanyai kabarnya. Rikha menoleh memperhatikan wajah Aran sekilas, ia tidak pernah melihat Aran sebahagia itu, senyum paling lebar yang pernah Rikha lihat dari seorang Aran adalah senyum hari ini.

“Permisi! Aku mau lewat.” Seseorang tiba-tiba nyeruduk di tengah-tengah Aran dan Rikha hingga membuat tangan Aran terlepas, dia Mark.

“Nggak usah gandengan bisa kali, kalian kan nggak menyebrang,” ucapnya sembari mendahului Aran dan Rikha.

“Yeh, maaf, jomblo menepi,” balas Aran membuat Mark bersungut-sungut.

Rikha terkekeh, lantas Mark masuk ke kelas dan membuat kehebohan yang sampai bisa Rikha dengar dari luar.

“Kau tidak ke kelas?” tanya Rikha saat Aran masih mengekor di belakangnya, seharusnya dia masuk bersama Mark tadi.

“Aku mau mengantarmu ke kelas,” jawabnya.

Broken Lovers [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang