Farikh meletakkan kepala di pangkuan Bunda sembari bercerita tentang bagaimana dia bisa kena pukulan dan untuk pertama kalinya masuk ke BK karena kenakalan. Ia juga bercerita tentang Rikha dan Rena, bahwa kedua orang itu memang berbeda.
“Sekarang Farikh tahu kan kalau dia bukan Rena?” tanya Bunda sembari mengobati luka di wajah Farikh.
Farikh terkekeh lantas meringis kecil saat Bunda tidak sengaja menekan luka Farikh cukup keras. “Aku dulu bodoh sekali, Bun, tidak bisa membedakan mana Kak Rena dan Kak Rikha.”
Bunda tersenyum tipis, ia tadi khawatir setengah mati saat anaknya datang dengan luka seperti itu, Bunda pikir Farikh akan depresi atau bersedih lagi saat tahu jika Rena benar-benar tiada. Namun yang dilihat Bunda ini berbeda, Farikh seperti telah merelakan semuanya, dia tidak lagi tampak sedih, malahan dengan entengnya menceritakan semua masalahnya.
“Papa ke mana Bun? Aku tidak melihatnya dari tadi,” tanya Farikh.
Bunda membereskan kotak P3K. “Papa di rumah sakit, dia lagi mengoperasi pasiennya.”
Farikh mendongak, sedikit terkejut. “Papa dokter bedah, Bun? Tapi kenapa selama ini aku melihat Papa berada di perusahaan? Papa tidak pernah berada di rumah sakit.”
“Apa Farikh lupa? Papa dari dulu memang dokter bedah, tapi karena suatu kejadian, Papa memilih berhenti sejenak dan menjadi pengusaha untuk meneruskan bisnis kakekmu, lalu Bunda meyakinkan Papa agar dia kembali meneruskan kariernya menjadi dokter.” Bunda selesai membereskan kotak obat itu.
“Bunda bisa cerita tentang kejadian yang sampai membuat Papa berhenti jadi dokter?” tanya Farikh.
Bunda mengelus surai gelap Farikh. “Dulu Bunda bertemu Papa saat di rumah sakit tempat Papa bekerja, saat itu Papa sedang sibuk karena ada pasien yang harus diurus, Bunda diam-diam melihat Papa yang sedang serius.”
Bunda sepertinya sengaja membelokkan topik, tetapi Farikh tetap menyukai cerita yang satu itu.
“Dan Bunda jatuh cinta pada pandangan pertama?” Farikh menebak tepat sasaran membuat rona merah di wajah Bunda.
“Benar, Bunda jatuh cinta pada detik itu juga hingga Bunda sering datang ke rumah sakit itu untuk melihat Papa. Dan dia pria yang peka, dia mendekati Bunda dan mengajak kencan karena dia sadar saat Bunda memata-matainya beberapa hari terakhir,” ujar Bunda dengan senyum lebar dan wajah yang merona.
“Kalian manis sekali,” gumam Farikh.
“Dan begitulah seterusnya, kami menikah.” Bunda sengaja mempercepat cerita.
“Lah, kenapa Bunda tidak melanjutkan ceritanya secara detail?” Farikh merajuk.
Bunda mencubit pelan pipi Farikh, membuatnya meringis karena lukanya. “Farikh mau dengar cerita papa yang berhenti jadi dokter atau kisah cinta kami?”
Farikh terkekeh. “Dua-duanya, aku tidak punya banyak waktu untuk besok-besok, Bun.”
Bunda menggeleng. “Saat Farikh kelas empat atau lima SD, Papa mendapat pasien yang seumuran dengan Farikh saat itu, kalau tidak salah namanya Ferel. Dia terkena luka tusuk di perut, saat sampai di rumah sakit, Ferel diantar ambulans dan tidak ada keluarga yang menemaninya.”
“Kasihan sekali,” sahut Farikh.
“Papa bilang dia harus segera mengoperasi anak itu kalau tidak dia bisa mati, tapi senior dokter menolaknya mentah-mentah karena mementingkan prosedur operasi yang mengatakan bahwa izin keluarga itu penting.”
Farikh menyimak cerita Bunda, tidak lagi menyelat.
“Papa terus meyakinkan seniornya itu, hingga keadaan anak itu hampir sekarat apalagi dengan pisau yang masih ada di perutnya. Akhirnya seniormya itu menyetujui operasi. Saat mengoperasi, Papa sudah berusaha keras, tapi karena mereka tidak langsung mengoperasi anak itu, dia jadi tidak tertolong.” Bunda terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Lovers [TERBIT]
Teen Fiction[Tersedia di Shopee dan Tokopedia] "Tidak ada orang yang akan baik-baik saja setelah ditinggal orang yang disayanginya, begitu juga denganku." Farikh sangat menyayangi Kak Rena, tapi Tuhan lebih menyayangi Kak Rena. Hingga suatu hari, dia dipertemuk...