Bagian 9

57K 4.8K 162
                                    

Kuy! Vote dulu sebelum baca!

____________

Hari sudah semakin sore, murid-murid sekolah pun juga sudah pulang ke rumah masing-masing dengan jemputan masing-masing juga. Sedangkan Ara masih berdiri di halte bus dekat sekolah sambil menunggu taxi yang datang, sebenarnya dia sudah memesan 3kali ojek online, namun ketiganya pun menolak semua orderan itu. Jadi mau tidak mau, dia harus menunggu taxi yang lewat.

Beberapa kali Ara mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu hampir menunjukkan pukul setengah enam lewat, namun tetap tidak ada tanda-tanda taxi yang akan lewat.

Ketika Ara sedang celingak-celinguk untuk melihat taxi yang akan datang, tiba-tiba saja datang mobil berwarna hitam pekat, yang sudah pasti itu bukan taxi. Anehnya, mobil itu berhenti tepat di depan Ara. Kemudian pengemudi yang berada di dalam, membuka kaca mobilnya.

"Hai," sapa seorang laki-laki yang berada di dalam mobil tersebut.

Sontak Ara terkejut melihat laki-laki yang tadi pagi dia temui, sekaligus orang yang memberikannya kalung. Seketika Ara juga langsung mengingat perkataan Arga saat itu.

"Lo lagi?"

"Lagi nunggu taxi, ya?"

Ara mengangguk.

"Dari pada nunggu taksi mending bareng gue aja, gimana?" lanjutnya berbicara lagi.

"Enggak, makasih."

"Ayolah, mau lo nunggu sampai malem pun, taksi disini nggak bakal ada yang lewat."

Ara tidak menjawab, melainkan melayangkan tatapan sinis pada laki-laki asing tersebut. Ara tidak tahu siapa laki-laki itu, tiba-tiba datang dan menawarkannya pulang bareng. Layaknya seorang penculik yang sedang menemui targetnya. Terlebih lagi, laki-laki itu sempat memberikan dia kalung yang ternyata didalamnya terdapat GPS.

"Mata lo sinis banget. Tenang aja, gue bukan penculik," katanya. "By the way, soal kalung yang gue kasih. Kenapa nggak dipakai?"

"Gue nggak bisa menerima pemberian dari orang asing gitu aja."

"Kan gue bilang sebagai hadiah perkenalan kita."

"Lo pikir gue orang bodoh?"

"Santai, Ra. Lagipula gue hanya ingin berteman dengan lo."

"Ra? Lo tau nama gue?"

"Ah, itu." laki-laki itu menatap Ara dari atas hingga bawah, sampai akhirnya dia menemukan nama gadis itu yang berada di dekat saku bajunya. "Dari saku lo. Indira Felicya, mungkin nama panggilan lo Ara, kan?"

Refleks Ara menundukkan kepala. "Tapi nggak ada satupun orang yang ngira nama gue Ara kalau lihat nama di sini. Kecuali lo."

"Bagus dong. Berarti gue punya otak yang cukup cerdas buat nebak nama orang, bukan?"

"Lebih baik lo pergi dari sini." usir Ara secara terang-terangan.

"Why?"

"Pergi."

"Gue hanya—"

"Ayo." suara berat itu membuat Ara mendongak ke sumber suara tersebut. Ternyata itu adalah Arga. Entah kenapa Ara langsung bernafas lega ketika Arga datang di waktu yang tepat.

ARGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang