-Keputusan tersulit yang harus kamu buat adalah ketika kamu terlalu lelah untuk mempertahankan, tetapi kamu terlalu cinta untuk melepaskan. -
-Lalisa gloria.
***
Keadaan Ara sudah mulai pulih, Ara sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Meskipun bekas luka goresan yang ada dipipinya belum sepenuhnya pulih, setidaknya fisik yang lainnya sudah sembuh.
Kini, seperti biasa di jam istirahat Ara, Jane dan Lisa selalu berkumpul untuk makan bersama di kantin sekolah. Tidak selalu, sih. Kadang-kadang mereka juga suka makan di luar area sekolah, itu pun hanya sekedar membeli siomay atau dimsum yang memang tidak ada di kantin. Sekalipun ada, tidak akan seenak seperti yang pernah mereka beli.
Suasana kantin hari ini cukup ramai, bahkan kursi-kursi juga sudah terisi penuh oleh para murid. Beberapa guru juga ada yang membeli makanan di kantin, dan ada juga yang sudah beli diluar.
Ketika mereka bertiga sedang asik mengobrol santai sembari makan, tiba-tiba mereka di kagetkan oleh kedatangan seorang pemuda dengan rambut sedikit berantakan. Ya, pemuda itu adalah Gibran. Gibran datang seraya tersenyum manis, namun perlu dicatat bahwa senyuman itu hanya ditujukan pada Ara. Terlihat jelas sekali pandangannya yang menatap Ara tanpa beralih sama sekali.
"Hai...," sapa Gibran sambil melambaikan tangannya. "Gue boleh gabung nggak?"
"Boleh! Boleh banget!" jawab Lisa tanpa basa-basi, wajahnya terlihat sangat senang melihat kehadiran Gibran.
"Enggak." timpal Ara tidak menyetujui, bahkan tatapan yang awalnya senang, berganti menjadi sinis atau tidak suka.
Refleks Lisa menoleh pada Ara. "Kenapa, Ra?"
"Gue cuman gabung aja, kok. Enggak akan ganggu lo juga. Jadi, nggak masalah, kan?"
"Masalah." Ara menatap dingin pada Gibran, bukan maksudnya untuk jahat terhadap pemuda ini, melainkan dia punya alasan tersendiri kenapa dia harus bersikap seperti ini. "Kalau lo masih tetap mau di sini, fine, biar gue yang pergi." lanjutnya.
"Padahal tujuan gue ke sini cuman buat lo."
"Aduh, tujuan lo jelek banget. Harusnya tuh—"
Ah, tidak. Ara tidak boleh mengatakan itu. Decakan pelan keluar dari mulut Ara tanpa melanjutkan ucapannya, kemudian dia bangun dari tempat duduk. Bersiap untuk pergi dari sini.
"Ah, yaudah. Duduk. Katanya, lo mau gabung, kan?" tawar Ara.
"Ra, please. Jangan kayak gini. Gue tahu lo nggak pernah suka sama kehadiran gue, tapi setidaknya lo bisa anggap gue sebagai teman," kata Gibran memohon.
"Entah mau jadi teman atau musuh, ujungnya tetep bakalan kena masalah."
"Masalah apa, sih, Ra?"
Ara tidak menjawab lagi. Perlahan dia melangkahkan kakinya pergi dari sini, Gibran sempat menahan tangannya, namun dengan kasar dia menepis semua itu. Berusaha mungkin, dia harus bisa menghindari Gibran.
Seketika keadaan mendadak canggung, Jane yang sedaritadi hanya diam tanpa mau ikut campur, cuman bisa menelan ludahnya. Dia bingung harus bersikap apa dalam situasi seperti ini. Ikut pergi bersama Ara atau tetap disini menemani Lisa. Pilihan yang sulit.
"Lis—" belum sempat melanjutkan ucapannya, Lisa sudah terlebih dahulu membuka suara.
"Gib, dari sekian banyak cewek, kenapa harus Ara yang selalu lo kejar?" pertanyaan yang dilontarkan oleh Lisa membuat Gibran menatap padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
Teen FictionArga Rajendra adalah sosok laki-laki berhati dingin, angkuh dan tak perduli pada siapapun, selain keluarga dan teman dekatnya sendiri. Ada rumor yang mengatakan, bahwa siapapun orang yang berani mengusik kehidupan Arga, akan menanggung resiko besar...