***
Sekarang Arga dan Ara sedang berada di perjalanan, entah tujuan mereka malam ini akan kemana, semua tempat tidak terlintas dipikiran mereka. Karena, yang terpenting bagi mereka adalah bisa keluar dari tempat menyebalkan itu. Ya, meskipun malam ini hari ulang tanun sahabatnya Ara, dia sungguh minta maaf akan hal ini. Sebab, dia harus pulang tanpa menunggu acara itu selesai.
Mungkin kalau tidak ada orang-orang menyebalkan disana, Ara tidak akan memilih pergi. Di tambah Arga yang tetap kekeh untuk keluar dari sana, ada sedikit rasa bersalah di dalam perasaan Ara karena telah meninggalkan acara penting dari sahabatnya sendiri.
"Ga,"
Panggilan yang berasal dari mulut Ara, membuat Arga berdehem pelan tanpa menoleh sama sekali.
"Gue jadi merasa bersalah." lanjut Ara berbicara.
Refleks Arga menengok pada kekasihnya ini. "Kenapa, Ra?"
"Karena udah ninggalin acara-nya Jane. Gue takut dia marah, atau kita balik ke sana lagi? Tiba-tiba perasaan gue nggak enak."
"Nanti kita jelasin aja semuanya. Enggak usah khawatir, pasti temen lo bakal maklumin." Satu tangan Arga memegang bahu Ara, berusaha untuk menenangkan gadis itu. "Kita mau lanjut kemana? Mau ke resto?"
"Tempat kopi aja, gimana?"
"Oke."
Drrrt
Suara panggilan masuk yang berasal dari ponsel Arga, membuat keduanya menatap ke arah tersebut. Arga yang memang sengaja menaruh ponselnya di atas, dia pun menyuruh Ara untuk mengangkat telpon itu. Dahi Arga sedikit berkerut setelah Ara mengatakan bahwa yang menelepon adalah nomor tidak dikenal.
"Angkat aja. Tapi, nyalain speaker."
Ara mengangguk paham, lalu mengangkat telepon itu dan menyalakan speakernya.
"Arga! Wah, nggak nyangka, akhirnya lo angkat telpon gue!"
"Siapa?" tanya Arga pada intinya, suara yang dikeluarkan oleh orang itu adalah suara seorang gadis, dan Arga merasa tidak asing dengan suaranya.
"Astaga, gue lupa. Lo pasti nggak akan tahu kalau ini gue."
"Kalau nggak penting, gue matiin."
"Tunggu, Arga! Gue Alena, walaupun lo nggak simpan nomor gue, bukan berarti lo harus lupa suara gue, bukan?"
Spontan Ara dan Arga saling menatap. Ekspresi mereka sama-sama terkejut.
"Ck, hapus nomor gue, Al." pinta Arga, nadanya terkesan dingin.
"K-kenapa?" tanya Alena.
"Seteleh telepon ini mati, hapus nomor gue. Jangan pernah lo hubungi gue lagi, kita bukan siapa-siapa. Kehadiran lo bener-bener bikin gue muak."
Setelah mengatakan itu, Arga langsung mematikan sambungan telepon itu, dan mengambil ponselnya kembali. Kemudian, dia menepikan mobilnya di pinggir jalan. Lagi-lagi gadis itu mengusiknya kembali.
Keadaan mendadak hening, tidak ada satupun dari mereka berdua yang mengeluarkan suara. Arga menatap Ara lekat-lekat, sedangkan Ara hanya memandang lurus ke depan tanpa mau menatap Arga. Arga benci situasi seperti ini. Menurutnya, kedatangan seseorang yang hanya mau merusak sesuatu itu cukup memuakan sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
أدب المراهقينArga Rajendra adalah sosok laki-laki berhati dingin, angkuh dan tak perduli pada siapapun, selain keluarga dan teman dekatnya sendiri. Ada rumor yang mengatakan, bahwa siapapun orang yang berani mengusik kehidupan Arga, akan menanggung resiko besar...