Bagian 31

48.9K 3.7K 608
                                    

chapter ini sedang dalam proses revisi, silahkan langsung skip ke bab yang berikutnya dan setelah selesai di revisi, bisa langsung dibaca kembali. terimakasih:)

***

Baru saja Arga membuka pintu ruangan rumah sakit, kini sudah ada Arnold yang tengah berdiri di depannya. Raut wajahnya yang datar tanpa ekspresi itu, begitupun juga Arga. Meskipun Arga sedikit terkejut dengan kehadiran Ayahnya, namun ekspresi itu tidak terlalu terlihat. Tanpa mengucapkan sepatah kata, Arga berjalan melewati Arnold, kemudian duduk di bangun panjang yang berada di sebelah ruangan ini.

"Bagaimana dengan kondisinya?" tanya Arnold pada intinya.

"Lumayan membaik," jawab Arga.

"Daddy dengar dia mengalami buta, itu benar?" Arga mengangguk sebagai jawaban, sedangkan Arnold menghembuskan napas panjang. "Kasihan sekali gadis itu. Mendapatkan donor mata memang sulit, tapi sebisa mungkin kita harus bisa dapetin itu semua. "

Arga menyandarkan tubuhnya ke dinding sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Tadi pihak rumah sakit ini udah bilang kalau mereka lagi kehabisan stok mata, mereka nyuruh kita untuk cari sendiri. Cih, dasar rumah sakit gila. Dia pikir gampang cari mata tanpa harus mati?"

"Kenapa nggak pakai mata Anta aja biar lebih mudah?"

Refleks Arga menoleh. "Maksudnya, Dad? Daddy suruh Arga buat masukin mata orang jahat ke matanya Ara? Arga nggak setuju, masih banyak mata bagus yang bisa didonorin ke mata Ara tanpa harus pakai mata Bajingan itu."

"Kamu ingin pakai mata siapa selain mata dia?"

"Apa perlu Arga bunuh orang-orang yang punya mata bagus diluar sana, untuk di donorin ke mata Ara?"

Arnold mengusap wajahnya dengan gusar, pemikiran anaknya sungguh diluar nalar. "Jangan bodoh."

Tidak ada jawaban lagi dari Arga. Dia merasa bersalah pada Ara, karena masalahnya, Ara jadi harus terkena imbas juga. Hal yang dia takuti selain orang-orang yang tidak bisa menerima dirinya, adalah keselamatan bagi siapapun orang yang berada didekat dia. Dan ternyata apa yang selama ini dia takuti, beneran kejadian.

"Daddy akan ikut membantu carikan mata orang yang sudah meninggal di beberapa rumah sakit. Jadi, kamu nggak perlu khawatir, dan juga jangan menyalahkan diri kamu sendiri atas semua yang terjadi." lanjut Arnold berbicara yang seakan-akan sudah tahu apa yang ada dipikiran Arga.

"Dad...," panggil Arga seraya menoleh pada Arnold, kali ini sorot mata Arga terlihat lebih sendu dibandingkan sebelumnya. Bahkan panggilan yang diucapkannya pun, terdengar sedikit lirih. "Dulu setelah Arga lahir, Daddy dan Mommy berantem sampai akhirnya mutusin buat saling memisahkan. Lalu, Reval dan Anta yang akhirnya meninggal karena..."

"...emosi Arga sendiri. Hari ini Ara ikut kena imbasnya juga. Sepertinya Arga memang anak pembawa sial banget, harusnya dari dulu nggak perlu ada orang yang deketin—"

"Cukup. Itu semua nggak benar. Daddy memang membenci sifat burukmu yang itu, tapi bukan berarti segala masalah yang terjadi semuanya gara-gara kamu, sama sekali nggak benar. Dari awal Daddy sudah bilang, kontrol dirimu sebisa mungkin. Berusaha jadi orang baik tanpa harus ada emosi."

Arga tersenyum nanar.

"Harusnya monster ini nggak perlu lahir ke dunia."

ARGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang