***
Pagi ini Arga sedang berada di halaman belakang sekolah, tempatnya sepi dan hanya dia seorang di disini. Pohon besar yang menutupi sedikit sinar matahari, juga angin sepoi-sepoi yang berhembus membuat Arga merasa tenang.
Di tempat ini, Arga sengaja menaruh satu bangku berukuran sedang supaya dia bisa duduk disana, ketika dia sedang suntuk di dalam kelas. Satu-satunya orang yang berani datang ke tempat ini, hanyalah Arga, selebihnya tidak.
Kenudian, Arga mengambil satu putung rokok langsung dari bungkus rokoknya, berniat untuk merokok sebentar sebelum memasuki kelas kembali. Ketika Arga menyalakan pemantik api, dan menyambarkan ke rokok, tiba-tiba saja ada seseorang yang mematahkan rokok miliknya begitu saja. Arga terdiam dengan mulut sedikit terbuka.
Arga merasa tidak terima karena ada orang yang berani mematahkan rokoknya. Namun, belum sempat dia melontarkan ocehan, seketika semua itu dia urungkan setelah melihat siapa orang itu. Dan tidak lain adalah kekasihnya sendiri.
"Rokok, tuh, nggak baik. Lo bisa kena kanker dan mati di usia muda, mau lo?" ketus Ara setelah pandangan mereka saling bertemu.
Arga berdecak pelan, lalu membuang sisa patahan rokok yang masih berada di mulutnya.
"Ngapain ke sini?" tanya Arga.
"Bosen di kelas."
"Tahu dari siapa gue ada di sini?"
"Raka."
Lagi-lagi Arga berdecak kesal. Kemudian, melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya, yang sekarang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Dan kembali menatap pada Ara yang tengah menatapnya juga.
"Sekarang udah waktunya jam masuk pelajaran, tapi kenapa lo malah masih keluar? Mending masuk sekarang, gue nggak suka lo jadi anak nakal."
Ara memutar bola matanya malas. "Buat apa lo nyuruh gue? Gue juga udah bilang kalau gue bosen di kelas. Lagian seharusnya lo juga masuk, nggak usah nyuruh doang."
"Mau masuk atau enggak, otak gue masih tetep pintar dan nggak akan berubah."
"Percaya diri banget, emangnya lo Albert einstein?"
"Saudaranya."
Mendengar itu Ara hampir saja tertawa. Ternyata manusia seperti Arga bisa menggunakan lelucon juga. Pikir Ara.
Ara pun mendekatkan wajahnya pada Arga, namun lelaki itu tidak menghindar. Sehingga membuat jarak mereka begitu dekat. "Albert einstein nggak punya saudara psycho, seperti lo."
Arga tidak menjawab melainkan langsung mendorong pelan bahu Ara dengan tatapan malas. Sedangkan Ara justru tertawa kecil.
"Kenapa, omongan gue terlalu dark banget, ya?" ledek Ara, cuman berniat bercanda saja.
"Jangan mancing, Ra," balas Arga, yang terdengar seperti orang menahan kesal.
Ara pun ikut duduk di sebelah Arga. Bangku yang mereka duduki memang muat untuk dua orang saja, karena ukurannya yang tidak terlalu besar. Ara ikut menikmati pemandangan di taman belakang sekolah ini sambil bersandar ke belakang, yang di belakangnya sudah ada tangan Arga yang sengaja dia lebarkan untuk Ara.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
Genç KurguArga Rajendra adalah sosok laki-laki berhati dingin, angkuh dan tak perduli pada siapapun, selain keluarga dan teman dekatnya sendiri. Ada rumor yang mengatakan, bahwa siapapun orang yang berani mengusik kehidupan Arga, akan menanggung resiko besar...