***
Sekarang sudah waktu jam istirahat. Seperti biasa seluruh siswa atau siswi langsung berkumpul di kantin untuk membeli makanan sesuai selera mereka masing-masing, ada juga beberapa siswa laki-laki yang lebih memilih bermain basket di lapangan dan menunda waktu istirahatnya.
Sedangkan Ara, Arga dan beserta teman lainnya juga ikut berkumpul di satu meja yang sama.
Berbicara soal Lucas dan juga Andi, sekarang mereka berdua pindah sekolah ke SMA elit swasta sriguna, awalnya mereka bersekolah di SMA anjaya, namun mereka pindah karena ingin lebih dekat dengan ketuanya, alasan nya aneh tapi lucu. Yah, namanya juga orang kaya gabut. Bisa sesukati hati mau pindah sekolah dimanapun, asal pindah nya karena sesuai keinginan bukan karena kasus.
"Ga gue ada berita bahagia!" Ara mulai membuka obrolannya. "Dikit lagi gue bakalan bisa melihat lagi!"
Arga terkejut. "Are you seriously?"
"Barusan pihak rumah sakit telfon gue, mereka ngabarin katanya ada orang yang mau donorin matanya buat gue, dan gue senang." walaupun diakhir kata Ara mengatakan bahwa dia senang, tetapi Ara malah menunjukkan ekspresi sedih yang membuat Arga sedikit keheranan.
"Bagus, dong. Kalau senang, kenapa muka lo sedih, gitu?"
"Pihak rumah sakitnya nggak mau kasih tau siapa orangnya, dan itu yang membuat gue sedih. Gue jadi nggak bisa bilang berterimakasih sama dia, meskipun gue tahu orang itu pasti udah tiada, tapi, gue tetap bakalan bilang terimakasih."
"Caranya?"
"Ya, melayat. Apalagi?"
Arga tersenyum tipis, lalu mengelus pelan rambut Ara. "Doain aja, dengan lo berdoa buat orang itu, pasti dia tahu kalau lo sudah berterimakasih sama dia."
Mendengar itu, Ara menghela napas pelan kemudian mengangguk. Dia mulai mengadahkan tangannya seperti orang berdoa, dalam hatinya dia berdoa supaya orang itu tenang di alam sana. Tidak hentinya juga dia mengucapkan rasa terimakasih pada orang itu.
"By the way, lo nggak penasaran sama orang yang udah donorin matanya buat Ara?" ujar Lucas yang membuat Arga menoleh.
"Buat apa?" tanya Arga.
"Penasaran aja, sih. Karena, takutnya orang yang mendonorkan matanya itu ternyata orang terdekat kita. Dan menurut gue, sedikit nggak etis kalau kita nggak nengokin kuburannya."
"Yaudah, nanti gue sama Ara bisa melayat sama-sama."
Lucas menggarukan tengkuknya yang tidak gatal, sembari menyengir kecil. "Padahal lo sendiri nggak tahu siapa orangnya. Jadi, gimana bisa lo melayat kuburannya?"
"Soal itu, biar gue yang cari tahu sendiri."
"Dengan maksa pihak rumah sakit buat tanya siapa orangnya?"
"Enggak."
"Lalu?"
"Dengan kita selalu mengirimi doa buat orang itu, udah lebih dari cukup, kan? Lo terlalu banyak tanya."
Ah, ternyata berbicara dengan Arga sedikit susah. Ucapan yang dilontarkan oleh Arga, cukup membuat Lucas kehilangan kata-kata. Rasanya dia seperti sudah harus kalah dalam perdebatan ini.
"Oke, deh. Sepertinya debat sama lo adalah cara yang salah." Lucas menghela napas pasrah.
"Haiii!"
Sapaan yang berasal dari seorang gadis membuat semua orang yang ada di kantin ini menoleh. Di depan mereka, sudah ada satu gadis yang memakai kaos polos berwarna cokelat, dengan jeans pendek berwarna silver. Pakaian yang dikenakan gadis itu, tentu saja membuat murid-murid disini saling menatap ke arahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
Teen FictionArga Rajendra adalah sosok laki-laki berhati dingin, angkuh dan tak perduli pada siapapun, selain keluarga dan teman dekatnya sendiri. Ada rumor yang mengatakan, bahwa siapapun orang yang berani mengusik kehidupan Arga, akan menanggung resiko besar...