______
ARGA membawa Ara kekantin untuk sarapan pagi bersama. Awalnya Ara menolak karena sedang tidak ada selera untuk makan pagi, tetapi Arga tetap memaksanya dengan berbagai cara yang membuat Ara jengkel. Dan mau tidak mau, ia menurut dari pada harus mendengarkan bujukan Arga yang aneh dan cukup menjengkelkan.
Di kantin Arga sudah memesan satu nasi goreng hanya untuk Ara. Tidak membutuhkan waktu lama nasi goreng itu pun sudah jadi. Ara menikmati makanannya pelan-pelan agar tidak kesedak, padahal tadi ia tidak ada selera untuk makan tetapi setelah mencium aroma bau dari nasi goreng membuat selera makan Ara mulai menaik.
"Raa," panggil Arga.
Ara menjawab hanya deheman pelan saja.
"Nggak jadi."
Sebenarnya ada sesuatu yang ingin Arga ungkapkan namun ia urungkan lagi niatnya itu. Dia masih bingung akan perasaannya terhadap Ara, entah Arga sudah mulai menyukai Ara atau belum, yang jelas Arga masih belum bisa memastikannya.
"Terserah."
"Ra, ada sesuatu yang pengen gue omongin."
"Apa?"
Arga terdiam sebentar, kemudian menghembuskan nafas gusar. "Ah, nggak jadi, deh."
Ara mulai kesal sekarang.
"Mending lo cabut aja deh dari sini, dari pada terus-menerus manggil nama gue tapi alesannya nggak jelas, muak gue dengarnya!"
"Ck sensi banget."
"Jelas lah!"
Arga tidak menjawab apapun lagi. Keadaan sempat hening beberapa detik, sampai akhirnya Arga kembali memanggil nama Ara. Namun sebelum Ara memarahi Arga, dia sudah dulu mengucapkan beberapa kata yang membuat Ara menjadi berfikir.
"Lo tau nggak perbedaan lo sama ponsel?" tanya Arga tanpa ekspresi.
"Ngapain lo kasih pertanyaan ini ke gue?" jawab Ara terdengar ketus.
"Jawab aja."
"Nggak tau, apa emangnya?"
"Kalau ponsel itu benda, dan lo itu manusia. Masa gitu aja nggak tau."
Ara langsung mendelik tajam. "Lo gabut, ya?"
"Itu gombalan bukan gabut."
"Gombalan?" Ara tidak habis fikir dengan jawaban Arga. "Gombalan itu sesuatu kata yang romantis, bukan nya malah kata yang nggak jelas."
"Oke, kali ini gue serius."
Tiba-tiba Arga menatap Ara dengan pandangan yang serius. Tatapan mereka saling terkunci. Dan entah kenapa jantung Ara berdegup kencang melihat Arga yang terus menatapnya tanpa lepas sedikitpun. Ternyata benar, perempuan akan kalah jika sedang di tatap oleh seseorang seperti ini.
"A-apaan, sih, jangan natap gue kayak gitu deh!"
Arga menghela nafasnya pelan. "Asal lo tahu Ra, kehadiran lo itu bagaikan candu. Karena setiap gue melihat senyum lo, gue merasa ingin melihat senyum itu, lagi, lagi dan lagi."
Deg. Pipi Ara merona, detak jantung yang mulai berdegup tidak karuan. Perempuan mana yang tidak meleleh mendengarkan ucapan seperti itu, di tambah seseorang yang mengatakan itu semua adalah Arga. Pemuda dingin juga jarang sekali bersikap romantis.
Setelah hening beberapa detik, Ara langsung mengalihkan pandangannya. Mendadak gugup sendiri.
"Ah, udah, deh. Ucapan lo makin lama makin ngaco," ucap Ara berusaha menutupi gugup nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
Teen FictionArga Rajendra adalah sosok laki-laki berhati dingin, angkuh dan tak perduli pada siapapun, selain keluarga dan teman dekatnya sendiri. Ada rumor yang mengatakan, bahwa siapapun orang yang berani mengusik kehidupan Arga, akan menanggung resiko besar...