Bagian 15

60.2K 4.4K 300
                                    

_______

KINI Ara sedang berdiri sambil melihat sekeliling kamar Arga yang begitu luas. Tidak ada pajangan foto selain foto dia dengan ayahnya. Tidak sengaja, Ara melihat ke arah sebuah lemari panjang yang di atasnya ada satu foto keluarga yang membuat Ara sedikit penasaran. Perlahan langkah nya mulai mendekati lemari tersebut, sambil memegang infusan di tangan dengan hati-hati.

Setelah sampai di sana, Ara mengambil fotonya. Di dalam foto itu terdapat Pak Arnold yang memakai jas hitam, lalu di sebelahnya ada wanita dengan dress berwarna merah terang, juga bayi laki-laki yang digendong oleh Sang Ibu. Sepertinya ini adalah foto keluarga. Namun, ada sedikit keanehan. Di dalam foto itu hanya Arnold saja yang tersenyum, sedangkan wanita itu hanya menampilkan wajah datar tanpa senyuman sedikitpun. Sorot matanya yang tajam, seolah dia tidak suka dengan adanya kegiatan foto tersebut.

"What are you doing?"

Ara terkesiap kaget saat mendengar suara yang ada di belakang, ia kembali menaruh bingkai foto tersebut, kemudian menoleh ke belakang. Ternyata ada Arga.

"Ah, gue—"

"Apa?"

"Cuman lihat foto doang, kok."

Perlahan Arga memajukan tubuhnya ke samping untuk mengambil bingkai foto yang Ara pegang tadi. Ara sampai menahan nafas ketika posisi tubuh mereka begitu dekat, bahkan dia bisa mencium wangi parfum Arga yang sangat wangi seperti wangi maskulin.

"Udah?" tanya Arga tiba-tiba, yang sekarang sudah mengembalikan posisi menjadi saling berhadapan pada Ara.

"Apanya?" Ara berbalik bertanya.

"Udah puas lihat fotonya?"

"Ah...," Ara merasa menjadi tidak enak, dia seperti sudah melihat isi privasi orang yang seharusnya tidak perlu dia lihat. "Sorry, Ga, tadi gue niatnya cuman mau keliling kamar lo aja karena bosen. Tapi, nggak sengaja gue lihat foto itu di sana."

Arga mengangguk paham, kemudian merangkul pundak Ara menggunakan satu tangan, dan satu tangan lagi memegang tiang infusan. "Ayo duduk."

"Lo nggak marah?"

"Buat apa?"

"Karena gue udah ganggu privasi lo."

"Bukan privasi. Lagi pula apa yang mau lo lihat dari fotonya? Foto keluarga yang kesannya jadi kayak foto bareng penjahat."

Ara tertegun mendengar kata penjahat yang diucapkan Arga. "Penjahat?"

"Lo lihat, kan, siapa yang nggak senyum di sana?"

"Ah...Nyokap lo. Mungkin dia nggak senyum karena memang nggak suka senyum, bukan berarti dia penjahat."

Arga hanya tertawa pelan. Seakan-akan apa yang dikatakan Ara seperti lelucon. Ara yang melihat Arga yang tiba-tiba tertawa pelan, ia terdiam dan mengerti maksud dari tawa itu.

Sekarang mereka berdua duduk di ranjang dengan posisi bersebelahan. Sejenak suasana hening, hanya ada suara jarum jam yang mengisi keheningan ini. Entahlah, Ara mendadak canggung.

Sesekali Ara melirik ke arah Arga yang menatap lurus ke depan, tatapan pemuda itu seperti sedang memikirkan sesuatu. Meskipun dia juga tidak nyaman dengan suasana seperti ini, dia tetap tidak akan membuka suara duluan.

"Sorry," kata Arga tiba-tiba, memecahkan keheningan ini.

Refleks Ara menoleh, menatap Arga bingung. "Untuk?"

"Untuk semua segala hal buruk yang terjadi sama lo kemarin. Gue juga nggak nyangka kalau Reval bakal menjadikan lo sebagai target."

"Gue boleh tanya sesuatu nggak?"

ARGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang