Bagian 42

42.1K 3.3K 62
                                    

***

Ara masih mematung di tempat dengan posisi mulut yang sedikit terbuka. Ara belum bisa mencerna ini semua. Tunggu, mungkin kah ini hanyalah mimpi atau halusinasi saja? Tidak mungkin. Laki-laki itu tidak mungkin Arga. Tetapi, jikalau laki-laki itu benar bukan Arga, kenapa semua hal yang berada di dalam Arga begitu mirip dengan laki-laki yang ada di hadapannya sekarang.

"Ra, kenapa?" lagi, laki-laki itu membuka suaranya kembali.

"Ara, lo—"

"Ini bukan mimpi, kan?" Ara memotong ucapan laki-laki itu dengan suara sedikit melirih. Setelah mengatakan itu, Ara langsung menggelengkan kepalanya. "Enggak enggak. Enggak mungkin. Pasti gue cuman halusinasi—"

Seketika Ara menghentikan ucapannya, dan tubuhnya pun ikut menegang. Bagaimana tidak, Ara merasakan bahwa ada sesuatu yang memeluk tubuhnya. Pelukan ini... rasanya seperti tidak asing. Dia sangat mengenali pelukan ini, pelukan yang begitu menenangkan. Juga. khas bau parfum yang sangat dia kenali pun tercium oleh hidungnya.

Perlahan Ara menolehkan kepalanya ke samping. Laki-laki itu memeluk Ara dari samping, sehingga ketika pandangan mereka bertemu, semuanya pun langsung mendadak hening. Bola mata cokelat pekat itu, Ara begitu mengenali bola mata itu. Sampai akhirnya, dengan bibir yang sedikit kaku, Ara mulai mengatakan satu kata.

"Arga...," suaranya terdengar pelan dan sedikit serak. "Lo... beneran Arga?"

Arga tersenyum.

"Kaget, ya? Sorry, gue nggak bermaksud bikin lo jadi kaget seperti ini," jawabnya.

"Jadi, gue nggak mimpi atau halusinasi?"

Tiba-tiba saja Arga memajukan wajahnya, lalu mengecup singkat kening Ara. "Gimana, masih mimpi juga?"

Sial, kecupan yang terasa begitu nyata. Dan boom. Air mata Ara pun tak sengaja mencelos. Jantungnya sudah berdegup tidak karuan. Perasaan rindu yang semula hanya setinggi rumah, sekarang mendadak jadi setinggi gunung. Tanpa basa-basi pun Ara membalas pelukan itu, sangat erat.

"ARGA!! KENAPA BARU SEKARANG? KENAPA NGGAK DARI AWAL LO KABARIN GUE, KENAPA?!!!!" Ara berteriak sekaligus menangis di dalam dekapan Arga. Tangisnya benar-benar pecah.

"Maaf," balas Arga seraya mengusap pelan rambut Ara.

"Lo nggak tahu betapa kangennya gue sama lo! Bahkan lo juga nggak tahu betapa frustasinya gue saat nggak dapet kabar apapun dari lo, selama 5 bulan itu!"

"Ra, aku ada alasan kenapa aku nggak kabarin kamu saat itu."

Mendengar ucapan Arga, lantas Ara melepaskan pelukannya, kemudian menatap Arga lekat-lekat. Kedua mata Ara kini sudah memerah, hidungnya pun juga.

"Kenapa? Apa alasannya juga terlalu privasi sampai lo nggak mau kasih tau itu semua?"

"Gue akan kasih tahu semuanya, Ra. Mau dengar sekarang?"

________

Setelah mendengar semua penjelasan yang diberikan oleh Arga, membuat Ara cukup terkejut sekaligus tidak percaya. Ternyata, ada banyak sekali hal-hal yang tidak terduga terjadi di sana. Bahkan selama 5 bulan berlalu, Arga merasaa bahwa itu hari-hari yang cukup lama. Seolah Arga sedang dalam berada kehidupan 1 tahun lamanya. Mungkin itu efek dari hal-hal yang terjadi pada saat itu, yang membuat Arga ikut merasakan betapa sakitnya selama 5 bulan itu.

ARGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang