***
Sekarang Arga berada di dalam sebuah kamar yang cukup luas, yang hanya di isi oleh lemari kaca panjang, juga ranjang yang tertata rapi dengan sprei dan selimut. Menurut Arga, kamar ini terlihat seperti kamar sederhana yang tidak ada pajangan atau hiasan apapun, namun tetap terkesan cantik. Dan, tak lain dan tak bukan kamar ini adalah milik Ayah-nya Ara.
Rumah sebesar dan megah ini, hanya di isi oleh satu orang saja, itu cukup membuat rumahnya terlihat kosong juga sepi. Arga turut prihatin tentang kondisi Ayah-nya Ara saat sedang bertengkar dengan Ara. Ternyata, hanya sekedar salah paham pun bisa membuat seseorang bertengkar.
Kini, di depan Arga sekarang sudah ada Ara yang terbaring dengan mata terpejam. Untung saja Arga datang tepat waktu ketika Ara sedang pingsan. Tanpa basa-basi Arga langsung membawa gadisnya masuk ke dalam, perasaannya juga ikut cemas dan khawatir.
Bahkan kedua tangan Arga masih tetap setia menggenggam tangan Ara tanpa di lepas sedikitpun. Sesekali juga Arga mengecup punggung tangan Ara, berharap gadisnya ini akan segera tersadar.
Sampai akhirnya, hal itu pun benar terjadi. Ara mulai mengerang kecil, lalu menggerakan tangannya. Kedua mata Ara perlahan terbuka, setelah terbuka dia langsung menoleh ke samping. Ketika sorot mata Ara menatap pada Arga, seketika ujung mata Ara mengeluarkan sedikit air mata.
"Arga...,"
"Iya, Sayang. Gue di sini. Apa yang sakit? Kepalanya? Badannya, atau—"
"Ayah... Gimana dengan Ayah?"
"Pak Hamdi lagi siapin pemakaman untuk Ayah lo. Semuanya hampir selesai. Mau ikut anter Ayah lo juga?"
Lagi dan lagi, Ara kembali menangis. Entah kenapa rasanya sulit sekali untuk menahan semua kesedihan ini. Rasanya, Ara ingin terus menangis tanpa henti. Meskipun dia tahu bahwa dengan menangis, tidak akan bisa mengubah apapun.
"J--jadi A--ayah beneran pergi? Terus nasib gue gimana, Ga? Gue harus gimana? Gimana hidup gue tanpa Ayah nanti?"
Arga langsung memeluk Ara erat-erat. Membiarkan gadis itu menangis di dalam dekapannya. "Tenang, Ra. Gue masih ada di sini buat lo. Kapanpun lo butuh gue, gue akan selalu ada buat lo. Jangan pernah merasa hidup lo udah nggak punya siapapun, mungkin hari ini hati lo masih belum ikhlas sama kepergian bokap lo, dan gue yakin di hari-hari berikutnya lo akan mengikhlaskan semuanya."
"Lo tahu kenapa Bokap lo pergi duluan? Itu berarti Tuhan lebih sayang sama beliau. Jangan pernah merasa bahwa Tuhan nggak adil, semua hal yang menurut lo menyakitkan terjadi, pasti selalu ada hikmahnya, Ra. Lo hanya perlu mengikhlaskan semua yang telah terjadi, lalu mulai membuka lembaran baru dalam hidup lo." perlahan satu tangan Arga membelai rambut Ara begitu lembut. "Dan, kehadiran gue di sini akan selalu membantu lo dalam hal apapun itu. Gue akan bantu lo untuk bisa sembuh dari ini semua. Jadi, mulai sekarang harus bisa ikhlas, oke? Biarin Ayah lo pergi dengan tenang hari ini."
Sungguh, ini kali pertama bagi Arga mengucapkan kata-kata yang tidak sedikit. Kalaupun ada seseorang yang butuh motivasi dan semangat, paling tidak Arga hanya memberikan sepatah dua patah kata untuk orang itu, dan tidak lebih. Tetapi untuk sekarang? Semua itu tidak berlaku. Arga mengucapkan kata-kata panjang tanpa adanya paksaan apapun.
Ara membalas pelukan Arga begitu erat. Menempelkan dagunya ke pundak Arga.
"Jangan tinggalin gue juga, ya, Ga. Gue merasa jadi orang nggak berguna kalau semua orang tinggalin gue seperti ini," ucap Ara yang terdengar lirih.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARGA [END]
Novela JuvenilArga Rajendra adalah sosok laki-laki berhati dingin, angkuh dan tak perduli pada siapapun, selain keluarga dan teman dekatnya sendiri. Ada rumor yang mengatakan, bahwa siapapun orang yang berani mengusik kehidupan Arga, akan menanggung resiko besar...