Seorang lelaki nampak terlihat lelah, dengan kepalanya yang di sandarkan pada tembok sambil memejamkan matanya bisa terlihat dengan jelas bahwa matanya sembab mungkin karena bekas menangis, bajunya yang di lumuri banyak darah, tangannya bergetar ia mencoba menahan rasa khawatir dan takutnya.
Lelaki itu adalah juna, lelaki yang menyaksikan langsung bagaimana ia menemukan sang papa yang sudah hampir tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir banyak, ia menyaksikan dan berbicara langsung dengan sang papa, padahal belum lama ini ia baru saja bertengkar dengan sang papa tapi rasanya ia telah melupakan itu.
Sedangkan di sampingnya ada ayuna yang tengah memeluk viana, tak jauh beda dari juna viana juga sangat terkejut dan sedih. Selain itu di sini ada ryan yang tengah berdiri di depan pintu di mana aksan tengah di tangani oleh dokter, entah bagaimana caranya tidak lama kedatangannya ryan datang dengan viana tapi hal itu tidak begitu penting saat ini, mereka hanya fokus dengan aksan di dalam sana.
"Klek.."
Pintu terbuka dan keluarlah dokter sambil melepaskan masker dan sarung tangannya. "Wali pasien?" hal itu membuat juna orang yang pertama maju di susul oleh yang lain.
"Saya anaknya dok." ucap juna dengan cepat.
Dokter mengangguk. "Pasien mengalami kecelakaan cukup parah, benturan pada kepalanya mengakibatkan pendarahan yang lumayan banyak, pasien harus segera mendapatkan pendonor darah."
"Apakah ada yang memiliki golongan darah yang sama dengan pasien?" tanya dokter.
"Saya dok..."
Saat hendak menjawab juna harus bungkam dengan suara orang lain yang tak asing di pendengarannya, semuanya berbalik menuju sumber suara dan terkaget kenapa bisa ada yura dengan kursi roda dan seseorang yang berdiri mendorong kursi roda itu adalah fani selain itu ada juga frans di sampingnya.
"Ibu, ayah. Kok kalian..." ucapan ryan terpotong.
"Saya memiliki golongan darah yang sama dengan pasien dok, tolong ambil sempel darah saya.." semuanya terdiam termasuk juna yang masih mematung di tempat.
"Mama, mama kok bisa tau kalau papa kecelakaan?" suara itu berasal dari juna.
Yura mendorong kursi rodanya menghampiri juna. "Itu ga penting buat sekarang, kita harus cepet tolongin nyawa papa kamu..."
"Dokter saya siap untuk mendonorkan darah..."
Dokter mengangguk dan memanggil salah satu suster untuk membawa yura ke ruangan di mana sempel darah yura di ambil.
Semuanya speechless, masih tidak percaya dengan kedatangan yura yang begitu mengejutkan dan misterius. Yuna segera menghampiri Kedua orang tuanya.
"Ibu sama ayah kok bisa ada di sini?" tanyanya sambil menuntun menjauh sedikit dari keberadaan juna,viana dan ryan.
"Terus bukannya ibu pulang besok? Kenapa ga ngabarin yuna, katanya ibu pengen di jem-.." mulut yuna di buat bungkam oleh jari telunjuk fani.
"Kamu yang buat ibu khawatir, ibu sengaja pulang cepet karena ibu pengen kasih kejutan, ehh pas udah pulang ayah dapet kabar dari kamu kalau ga bisa pulang karena papa juna kecelakaan, ibu juga tau yura di rawat jadi ibu sama ayah nyusulin ke sini..." terangnya.
Jujur yuna jadi merasa bersalah, tapi kejadian ini memang bukan keinginan yuna, tiba-tiba saja ia memiliki firasat yang aneh tentang kerumunan yang ia lihat di tengah-tengah perjalanan pulang di antar oleh juna, dan saat mendatangi kerumunan itu ternyata ada sebuah kecelakaan mobil yang ternyata korbannya adalah papa juna atau aksan.
Yuna menghelai nafas. "Yah, ibu pasti cape mending kalian pulang aja ya?"
Frans mengelus rambut yuna dengan sayang. "Ayah bangga sama kamu dan ayah tau kamu bisa di andelin, kalau gitu ayah sama ibu pulang ya.."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dimple Girl (THE END)
JugendliteraturKisah ayuna dan juna Berawal dari pertemuan yang tidak di sengaja, karena rumah mereka yang bertetanggan alhasil mereka berteman sangat baik hingga berujung dengan sebuah ikatan saling memiliki namun cinta mereka harus di uji dengan kehadiran cinta...