Kini Sena tengah membantu Bundanya didapur guna menyambut kepulangan Abangnya malam ini, namun pikiran Sena masih menetap atas kejadian tadi siang, hingga suara notif dari ponsel membuyarkan lamunanya. Sena mengeluarkan handphone dari saku celana jeansnya dan mendapat nomor tidak dikenal disana. Ia pun mulai beranjak ke ruang makan yang tidak jauh dari dapur.
+62
Besok boleh ketemu?Sena mengerutkan dahinya, orang ini sangat to the point, pikir Sena.
Siapa?
+62
Gue Aurel, bisa, 'kan?Nama itu seolah berputar dengan cepat diotaknya, tapi pertanyaannya untuk apa Aurel ingin bertemu dengannya? kenal saja tidak!
Boleh, kapan?
+62
Besok, pulang sekolah.Oke, sl aja
Setelah nya tidak ada balasan dari gadis bernama Aurel itu. Ntah kenapa Sena sedikit penasaran dengan Aurel, tentang apa yang akan di bicarakannya besok. Ada rasa takut jika kejadian di sinetron benar-benar terjadi. Seperti jambak-jambakan dan berakhir pertengkaran hanya karena merebutkan satu cowok.
"Sena, coba kamu telepon Abang, tanya sampainya kapan. Udah jam segini, kok, batang hidungnya belum kelihatan," teriak bunda dari dapur dengan nada cemas. Semua makanan sudah hampir siap semua, hanya tinggal di hidangkan di atas meja makan.
"Iya, Bun," jawab Sena mulai menekan tombol panggilan dikontak Abangnya, selang beberapa detik panggilan tersambung.
"Hal-"
"Hai, Adik Abang yang cantik bak mimi peri."
"Kebiasaan banget, si Romlah minta ditabok."
"Ganteng-ganteng gini dibilang Romlah? katarak benaran lo awas!"
"Bodo! Bunda nanya, sampainya kapan?"
"Detik ini."
"Hah?"
"Gue sudah ada di depan pintu sejak 10 menit yang lalu. Bunyiin bel tapi belnya rusak, pintu dikunci, gedor gedor gak didengar, mana gue nggak punya pulsa buat nelpon, emang, ya, tidak berpri--"
Tut..tut..tut...
Sena memutuskan sambungan sepihak tanpa mendengar celotehan Raka lebih lama. Kemudian beranjak membuka pintu lalu memeluk abang nya, meluap kan rasa rindunya selama ini.
RAKA LEORHA. Cowok dengan tinggi semampai, dengan belahan dagu dan jambul di rambut gondrongnya. Walaupun tingkahnya masih seperti anak remaja kebanyakan, tapi Raka adalah pemuda yang punya pikiran dewasa. Dia selalu memikirkan bagaimana kedepannya dan sedikit tempramen.
"Ck, malah nangis, tadi aja lo mau nabok gue, cepet amat berubahnya," ucap Raka membalas pelukan Sena dan mengelus rambut belakang Sena lembut.
"Kangen," kata Sena tanpa melepas pelukan erat itu.
Raka terkekeh melihat tingkah adik satu satunya yang sangat dia sayangi. Sena pun sama, jika bersama Raka ia akan bertingkah layaknya anak kecil.
"Gue punya oleh-oleh buat lo," ucap Raka pada Sena. Sena yang mendengar itupun langsung melepas pelukannya terhadap Raka dan meminta oleh-oleh yang dia katakan.
"Benar?" tanyanya antusias.
Raka mengangguk kemudian mengambil benda yang ada di koper besarnya, "Taraaa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Teen FictionHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...