Karna sesungguhnya kebahagiaan tidak bisa didapatkan secara instan, tapi dia merupakan hadiah dari perjuangan yang telah dijalani.
***
"Aurel gue bisa jelasin!" Gertak Arga sembari menarik pergelangan tangan Aurel. Kini mereka berada diluar rumah sakit, hari sudah malam. Jadi rumah sakit tidak lagi ramai seperti biasanya.
Aurel membalikkan badannya seraya menghempaskan pergelangan tangannya agar terlepas dari genggaman tangan kekar milik Arga.
"Mau jelasin apa lagi?! Aku udah denger semuanya!""Kenapa kamu gak bilang dari awal?"
"Kenapa aku harus jadi orang ketiga di antara kalian?"
"Dan kenapa lo permainin hati gue?"
Arga hanya diam saat Aurel menanyakan banyak hal, bukannya tidak ingin memberi tahu tapi Arga ingin Ayah Aurel yang memberi tahu secara langsung.
Arga segera membawa Aurel kedalam dekapannya, sedangkan sang empu hanya bisa memberontak dan memukul dada, menyalurkan emosi dengan tangis.
"Lo jahat Ga!"
"Maaf" jawab Arga mengelus rambut indah milik Aurel. Ia kemudian membawa gadis itu kedalam rumah sakit, keduanya duduk di kursi tunggu dengan Arga yang masih setia merengkuh tubuh Aurel.
"Sejak kapan lo kenal Sena?" Tanya Aurel yang bersandar dibahu Arga, kini suaranya mulai melemah karna air mata dan rasa kantuk.
"Gue juga gak tau"
Aurel tak menjawab, hatinya sakit. Tentu saja rasa kecewanya besar, pertunangan dan pernikahan sudah direncanakan tapi lagi lagi realita tak semanis espektasi.
***
Keesokan harinya keadaan Sena sudah mengalami peningkatan karna Transfusi darah dari Vino berhasil seratus persen, namun ia masih dalam kondisi kritis.
Sayup sayup mata Arga terbuka, namun ia tak merasa bahwa Aurel ada disampingnnya. Diambilnya ponsel dari saku celana lalu menelfon Aurel.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif
Arga berdecak, dia kemudian berjalan keruangan Sena. Sesampainya disana ia melihat pria yang kemarin ditemuinya di staf pencarian, dan kini pria itu tengah memegang tangan Sena.
Arga tersenyum miris, ia membalikkan badannya dan kembali menutup pintu.
Bertepatan dengan itu dokter datang "Dok, gimana keadaan Sena?""Alhamdulillah, setelah pasien mendapat pendonor yang cocok keadaan pasien mengalami peningkatan" jawab sang dokter.
"Pendonor? Pendonor apa ya dok, dan siapa yang mendonorkannya?" Tanya Arga merasa bingung, mengapa ia tak mengetahui hal ini?
"Pendonor darah, dan yang mendonorkan pasien adalah pak Vino. Dia adalah ahli psikiater"
Vino? Ahli psikiater? Siapa? Sungguh kini Arga seperti orang bodoh yang tak tahu apa apa. Tapi siapapun dia, Arga akan mengucapkan terima kasih atas kebaikan pria itu.
"Ohh makasi dok"
"Iyaa, yasudah saya mau cek keadaan pasien dulu"
Arga mengangguk, selang beberapa detik ponselnya berdering.
"Halo Mah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Teen FictionHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...