Arga masuk dengan langkah lebarnya, melewati Sena dan sang mamah yang melihatnya kemana pun ia melangkah. Arga naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya, ntah apa yang terjadi mereka tidak ambil pusing dan melanjutkan pembicaraan yang mulai menarik.
Di Kamarnya Arga langsung saja menelfon, Arsen. Semoga saja jam kuliahnya sudah habis. Tiga kali panggilan tidak di angkat oleh cowok itu, membuat Arga frustasi sendiri.
Dia butuh teman untuk bercerita.
Bisa saja dia menelfon, Albar. Tapi cowok itu sangat jarang membawa telfon, terlebih ini adalah jam kuliah. Jika kalian bertanya tentang Arga, tentang bagaimana kuliahnya, maka jawabannya adalah Arga bolos. Dia terpaksa absen hanya demi rasa penasarannya.
Saat masuk panggilan dari Arsen, Arga dengan cepat mengangkat panggilan itu.
"Emang penting bnaget, ya, Setan. Gue sampai bolos nih demi, lo."
"Sena masih hidup!"
Ingat, bahwa Arga tidak suka berbasa-basi. Sekalipun dia di hujat cowok itu tidak peduli.
Terdengar Arsen seperti menahan tawa, "haha, mana mungkin. Gue lihat jelas, kok, pas Sena dikubur. Jan ngadi-ngadi, deh. Udah ngeganggu, eh sekarang malah ngelantur, Setan emang, lo."
"Yang di kubur itu, Elena."
"D-demi apa?"
"Setelah Sena jatuh, Elena nyusul terjun ke bawah. Di rumah sakit mereka satu kamar, karna lumuran darah dan muka yang bisa dibilang parah, akhirnya mereka ketuker. Gila si, gue gak habis pikir, Elena ngelakuin itu. Dan bodohnya lagi kita gak tau itu Elena dan bukan Sena," jelas Arga panjang lebar.
"Jadi, yang gue tangisin di rumah sakit itu, Elena? Mana gue dramatis banget, Ya Tuhan. Gue malu sama nenek moyang gue, aelah."
"Jangan mulai. Dan Sena sengarang ada dirumah gue," lantas Arga menengok ke bawah, menatap Sena dari lantai dua. Ingin sekali rasanya Arga memeluk gadisnya saat itu juga, namun ia masih bimbang, apa itu benar Sena-Nya atau 'kah Sena adik, Rangga?
Setelah menimbang-nimbang, Arga memutuskan untuk melakukan ide lancangnya.
"Gue paham, nih, sekarang. Pertama lo ngarang cerita dan kedua lo halusinasi kalau Sena ada dirumah, lo. Ga, gue paham kesedihan, lo, tapi gak gini juga. Sena-"
"Serah, gue ada urusan."
Tut...
Arga berjalan dengan langkah cepat menuju tangga dan turun kebawah, kehadirannya tidak disadari oleh dua orang disana. Arga sontak berjalan ke belakang Sena dan langsung membuka dan merampas masker yang dikenakannya.
"Arga, kamu apa-apaan? Dia- " beliau terkejut saat melihat siapa yang berada didepannya. Sena yang ditatap pun keringat dingin dan mulai panik.
"Sen-Sena, kamu-" belum sempat Vhivi menyelesaikan kalimatnya, Sena berlari keluar, ia tahu ini pasti akan terjadi.
"Biar aku aja, Mah," ucap Arga dan mengejar Sena yang berlari ke arah luar.
Arga celingak-celiuk mencari keberadaan Sena, hingga tatapannya langsung mengarah pada gadis berambut panjang yang tengah berjongkok di anak tangga di depan bagasi mobil. Arga menghampirinya, ia 'tak menyangka Sena masih hidup, dan kini ia berada didepannya.
Arga lalu mengajak Sena duduk disana, ia memeluk tubuh ramping gadis itu dari samping, membawa Sena kedalam dekapannya, "lo tau, Sen? Semakin bangkai itu bertahan lama, maka baunya akan semakin kuat."
Sena meneteskan air mata, "maaf."
Arga menghela nafas, menatap Sena seraya memegang pundaknya, "nangis sudah gak ada gunanya, lo sudah masuk ke dalam dua pilihan besar. Pilihan yang mungkin akan sulit lo pilih nantinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Teen FictionHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...