Bandung, 17 September 2020.
Orang Tua Sena, Aurel dan juga Raka merasa bahagia dengan pesan yang dikirim Sena. Pesan itu mengatakan bahwa ia akan pulang besok, mereka sudah mempersiapkan sambutan-sambutan untuk kepulangan gadis itu.
"Ayah, sekarang Sena gimana ya? Kurus kah? Gemuk kah? Jadi gak sabar, udah kangen banget tauu" ucap Aurel.
"Yang pasti tambah cantik sama kayak kamu" balas sang Ayah mencubit hidung putrinya.
"Bang Raka, hadiah buat Sena ada kok aku gak ada?" ucap Aurel yang kini merengek ke abang tirinya.
"Ada kok, kamu mau lihat?"
"Maauu"
Aurel mengikuti Raka yang keluar rumah, mereka sudah membeli rumah di Bandung khusus untuk Sena.
Tawa mereka luntur kala mendengar sirine Ambulance yang mendekat ke rumah.
"Siapa yang mati bang?" tanya Aurel pada Raka.
"Gatau, ayo lihat!"
Mereka menunggu didepan teras dan benar saja mobil Ambulance itu tepat berada didepan rumah. Yang lainpun ikut keluar saat mendengar suara mengerikan itu. Mereka semakin bingung saat melihat Arga, Arsen dan satu pria lagi turun dari mobil.
"Loh kalian kok? Sena mana?" tanya Raka bingung. Namun tak ada jawaban, mereka seperti mayat berjalan.
"Sena mana?" tanya Raka mulai takut, mobil Ambulance, Arga dan Arsen. Sebenarnya apa yang terjadi?
"SENA MANA BANGSAT?!" bentak Raka berteriak. Dia melihat petugas Ambulance mengeluarkan jenazah dari dalam mobil, hal itu membuat semua orang panik.
Arga pun menunjuk jenazah dengan tangan telunjuknya.
Jantung mereka seperti berhenti berdetak. Dengan perlahan Martin membuka kain putih dari wajah sang jenazah dan benar saja itu adalah putrinya, Sena. Air mata pecah membasahi pipi mereka, kaki yang lemas karna shock dan dan teriakan hesteris dari Aurel.
"Gak, gak mungkin. Kalian prank kan? Iyakan?" tanya Raka pada ketiganya, ia sudah kehilangan Bundanya dan sekarang adiknya.
"Sena sudah nunggu dari semalam, kita harus segera memakamkannya"
***
Ada rasa tidak percaya dan tidak rela saat tubuh Sena ditumpuki tanah. Ada rasa tidak percaya saat membayangi wajah Sena yang selalu tersenyum walaupun hatinya terluka. Ada rasa tidak rela saat membayangi kini semua telah berakhir.
Semua orang sudah pulang kerumah masing-masing. Kini yang tersisa hanyalah keluarga saja, Albar dan Keisya pun turut hadir dalam pemakaman Sena.
"Deek, kenapa lo harus nyiksa kita kayak gini? Kenapa lo pergi secepat ini? Bahkan sebelum gue. Lo udah gak sabar ketemu Bunda? Yaudah gue akan ikhlasin lo, lo yang tenang disana. Bilang ke Tuhan kalo bisa panggil gue juga, biar kita bisa kumpul kayak dulu. Selamat jalan" ucap Raka kemudian beranjak, ia janji akan menemui Sena sesering mungkin.
Kini giliran Keisya dan juga Albar, saat ini posisi Albar tengah merangkul Keisya yang sedari tadi menangis.
"Sen, gue telat gak sih ngajak kalian reunian? Bahkan gue belum lihat lo untuk terakhir kalinya, waktu itu lo prank gue kenapa sekarang gak Sen, hiks?" Keisya tak bisa lagi menahan tangisnya. Disenderkan kepalanya dibahu Albar yang mulai menjatuhkan air mata.
"Maafin gue Sen, gue udah ninggalin lo gitu aja. Saat ada Keisya, lo gue biarin padahal waktu itu lo lagi gak baik-baik aja. Makasi ya atas semuanya, gue senang temenan sama lo. Selamat jalan, semoga lo tenang"
Arga menatap gundukan tanah dengan batu nisan yang bertulisan
Sena Azalea
Binti Martin
Lahir, 21 Maret 2001
Wafat, 17 September 2020Arga maju memegang batu nisan itu, pundaknya dipegang dan dielus oleh Aurel. Aurel juga sama sedihnya, pulang yang dimaksut Sena ternyata pulang kepada Tuhan, bukan kembali dan berkumpul bersama keluarganya.
"Lo gak ikut pulang?" tanya Aurel.
"Duluan aja" jawab Arga tanpa menatap Aurel.
Aurel mengangguk dan kemudian pergi meninggalkan Arga. Kini hanya Arga yang ada disana, dia masih setia memandang batu putih itu.
"Sen, gue gak bohong pas gue bilang udah ngelupain lo. Itu fakta, gue udah berhasil ngilangin rasa itu, seperti yang lo mau. Tapi gue masih bingung kenapa lo rela ngorbanin hati lo buat orang lain" Arga menghela nafas sejenak. "Walaupun gue mencoba untuk menghentikan itu semua maka percuma. Karna ini sudah garis takdir lo, selamat jalan ya Sen. Semoga lo dapat pangeran yang lebih baik dari gue."
Hari sudah semakin terik, kini saatnya Arga untuk pamit. Cowok itu pergi dan pulang kerumah, ntah sudah berapa lama ia belum menginjak kaki dirumah mewahnya sendiri.
"Gue sayang lo Sena, sebagai teman"
***
Satu tahun setelah kematian Sena, kini Arga dan juga Aurel sudah berkomitmen untuk berpacaran. Bahkan mereka sudah serius untuk bertunangan, pertunangan yang dulunya sempat batal.
"Cantik" ucap Arga memuji gadisnya.
"Makasi, lo juga ganteng"
"Kalo itu jangan diragukan"
Aurel hanya tersenyum menatap wajah Arga yang kini menghadap langit gelap yang dihiasi bintang-bintang.
"Arga, lo beneren udah lupain Sena?"
Arga menoleh saat mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Aurel. "Lo ngeraguin gue?"
"Yaa nggak, gue cuma--
Ucapan Aurel terhenti saat jari telunjuk Arga menempel dibibirnya. "Kita mulai semuanya dari awal, lupain yang dulu dan fokus kemasa depan. Karna masa depan itu lebih indah. I love you"
"I love you more"
To Sena-
Ku saksikan kau terluka atas perkataanku, ku saksikan kau terjatuh didepan mataku, dan akhirnya ku saksikan kau terkubur dalam tidur panjangmu.
Rain And Tears.
Yang berarti Hujan dan Air mata.
Dimana adanya hujan maka disana pasti terselip air mata.
Ntah itu air mata kebahagiaan ataupun kesedihan.
Kini sudah tidak ada lagi kata ArgaSena melainkan hanya ada ArgaAurel.
Tuhan menakdirkan mereka untuk bersama, tapi Tuhan tidak mengizinkan mereka untuk bersatu.
Mereka ditakdirkan untuk saling memikirkan, tapi mereka tidak ditakdirkan untuk saling memiliki.
Mungkin Tuhan ingin kita belajar menghargai sebuah pertemuan, pertemuan berharga yang bahkan kita tidak tahu kapan akhirnya. Dan maaf karna aku tidak menghargai pertemuan berharga itu.
Selamat tinggal Sena, pergilah Surga menunggumu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Novela JuvenilHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...