Ternyata merelakan tak seindah mengikhlaskan. Karna merelakan dan merasa tersaingi dengan keasingan itu sangatlah menyakitkan.
***
Ini sudah waktunya sarapan pagi. Sena tak lagi menangis seperti yang dia lakukan semalaman. Meski suasana hatinya belum kembali ke kondisi terbaik.
Sena menatap mata sembabnya dicermin, mata yang sering kali lemah saat bertemu dengan Arga. Padahal dia sudah mencoba melupakan cowok itu, tapi kini Tuhan berkata lain. Keduanya kembali dipertemukan ditempat yang sama, wujud yang sama, namun perasaan yang berbeda.
Ntah siapa gadis bernama Elena yang selalu bersama Arga dimanapun dan kapanpun itu.Sena mengehela nafas saat bel Apartemennya berbunyi. Dengan malas ia beranjak untuk membuka pintu. Tak lupa Sena menghapus sisa sisa air mata yang masih menempel di wajahnya.
"Arsen? Ayo masuk!" ajak Sena yang kemudian diikuti Arsen dari belakang.
"Ada apa Sen?" tanya Sena pada Arsen.
"Lo gak papa?" bukannya menjawab Arsen tiba tiba melempar pertanyaan.
"Emang gue kenapa?"
"Lo kenapa sih muna banget?"
"Lo kenapa sih? Mau gue buatin minum?"
"Seen, jangan mengalihkan pembicaraan!"
Sena mengehela nafas berat, dia pun mengambil laptop di kamar dan kembali keruang tengah.
Sena membuka lipatan komputer tipis itu dan kemudian menyalakannya.
"Gue gak papa, gue cuma gak suka aja cara Arga yang selalu cuek seolah gak pernah kenal sama gue. Tapi...mau gimana lagi, ini juga karna gue" ucap Sena tanpa melihat Arsen, matanya masih fokus mencari film yang belum sempat ia tonton.
"Lo pernah ketemu Arga?" lanjut Sena bertanya, ia berhenti sejanak mengotak atik laptopnya. Lalu Sena beranjak mengambil dua minuman kaleng di kulkas.
"Pernah, bahkan semalam gue satu meja setelah lo pergi" jawab Arsen membuka segel kaleng dan meminumnya hingga tersisa setengah.
Sontak Sena menatap Arsen dengan tangan yang masih setia pada keyboard hitam merah miliknya. "Berarti sama cewek itu juga?"
Arsen mengangguk tanpa beban.
"Dia pacar Arga?"
"Gue gak tau, tapi ceweknya centil banget" ucap Arsen dengan kekehan diakhir kalimat.
Kekehan Arsen pun menjalar ke Sena,
"Oh iya, Keisya ngajak vidio call. Dia gak tau nomor lo" ucap Arsen.
"Serius? Sumpah gue kangen banget. Lo punya nomor Keisya gak?" tanya Sena menghentikan semua kegiatannya. Sungguh, ia benar benar rindu dengan sahabat masa SMA nya, Keisya.
"Ada, nih!" ucap Arsen menyodorkan handphone nya pada Sena. Sena pun mengetik nomor Keisya pada laptopnya.
"Langsung aja ya?" usul Sena yang dibalas anggukan oleh Arsen.
"Hmm gak, prank dulu enak kayaknya. Mumpung online" lanjut Sena dengan senyuman miring.
Arsen geleng geleng kepala "Hidup gini amat, dosa besar mengikuti anda"
"Udah gak papa, kan dosanya kita bagi dua"
"MasyaaAllah ukhti"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Teen FictionHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...