"Ah dapat!" Ucap seorang pria setelah menemukan sesuatu yang ia cari. Ya, sebuah memori card yang sengaja disimpan di bawah kotak. Orang itu adalah Abins, dan akhirnya benda yang dicari dua minggu terakhir sudah ia dapatkan.
"Akhirnya, ayo buruan!" Responnya, dia adalah Firman. Sedangkan enam dari mereka tengah berjaga jaga diluar.
Dengan langkah hati hati Abins dan Firman keluar dari Kantor besar itu. Takut jika suruhan pembunuh datang secara tiba tiba.
Hingga akhirnya mereka bisa bernafas lega dan memutuskan untuk pergi ke kediaman keluarga Sena.
***
Setelah kepergian Sena Martin dan Raka tidak mempunyai semangat untuk kerja. Namun bagaimanapun itu mereka selalu memaksakan diri, walaupun pikiran terus melayang memikirkan bagaimana Sena sekarang.
"Hahaha iya, aku juga bangga dengan Aurel. Baru lulus SMA aja udah seterkenal sekarang. Gak kayak-" Ucap Ilona menggantung kalimat sembari melirik ke arah sang suami dan anak tirinya yang hanya diam membisu, keduanya seperti mayat hidup. Bahkan tak jarang mereka sakit sakitan hanya karna memikirkan Sena.
"Mas, mau bagaimana pun kalian mikirin tu anak kalo dia udah bahagia di tempatnya sekarang dia bakal lupain keluarganya"
"Anda jangan sembarangan kalo ngomong, selama ini saya udah sabar menghadapi sikap anda yang selalu menyudutkan Sena. Kalo Bunda gak tau bagaimana sifat Sena lebih baik diam!" Balas Raka emosi. Bagaimana tidak? Ibu tirinya ini selalu menyalahkan Sena dan membanding bandingkan Sena dengan putri kandungnya Aurel. Dia selalu memandang Sena rendah sementara Aurel ia junjung tinggi seolah tidak ada yang bisa membandingi kesetaraannya.
Sedangkan Oma dia hanya diam menyimak setiap perdebatan yang ada.
"Ilona benar, manusia kan gitu. Jika sudah menemukan hal baru ia akan melupakan yang lama. Istilahnya kacang lupa kulit, lagi pula dia sudah besar pasti tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi untuk orang yang psikis nya terganggu sih gak tau, mungkin udah jadi Lon-te""IBU!!"
"OMA!!"
Bentak Martin dan Raka secara bersamaan, keduanya tak habis pikir dengan jalan pikiran wanita paruh baya yang telah lanjut usia didepannya itu.
"Jangan pernah mengatakan hal yang tidak anda ketahui!" Ucap Raka dengan penekatan disetiap kata. Ia pun berdiri dan berbalik hadap, beberapa detik kemudian Raka kembali berbalik seraya tersenyum miring.
"Apa jika saya mengatakan bahwa Aurel Lonte ap-"
PLAK!
Pipi Raka ditampar keras oleh Oma Shela dengan bunda Ilona yang berdiri dengan tatapan tajam dan Ayah yang menoleh marah.
Bukannya merasa sakit Raka malah tertawa sinis "Baru segitu aja kalian udah marah, tapi kalo Sena? Heh, tapi gak. Saya tidak akan mengatakan hal buruk ke adik saya sendiri, walaupun itu adik ti-ri"
Bunda dan Oma terlihat kalah talak. Keduanya merasa masuk kepermainan sendiri. Sementara Martin hanya diam, menatap sinis ke arah istri dan ibu mertua. Sungguh mereka sudah melewati batasan. Bahkan jika Aurel tidak ada jadwal pemotretan hari ini ia akan sangat marah pada mereka berdua.
Hingga suara ketukan pintu membuat suasana tegang di antara mereka berkurang. Raka yang sudah berdiri sedari tadi pun berjalan untuk membuka pintu dan menemukan sosok pria disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Teen FictionHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...