Di Kamar yang serba putih. Disanalah lelaki paruh baya itu berdiri, memasukkan tangannya yang dibalut jam kedalam saku celana, sembari menatap bingkai foto yang menempel di dinding. Dia menatap nanar foto gadis cantik yang merupakan anak kandungnya sendiri, Sena Azalea.
"Suprise!" teriak gadis cantik dengan balutan dress merah terang yang selalu membuatnya terlihat lebih menawan.
Senyum itu luntur kala melihat Ayahnya yang menghapus air mata saat dirinya datang. Tatapan Aurel menatap foto saudara tirinya yang memisahkan diri dari keluarga. Bukan salah Sena, jika Aurel yang berada diposisi itu pun akan melakukan hal yang sama. Bahkan mungkin lebih rapuh dari kekuatan palsu seorang Sena.
"Gimana kabar kamu hmm?" tanya sang ayah seraya mengusap rambut putrinya. Apa hal ini pernah dilakukannya pada Sena? Iya pernah, tapi tak sebanyak kasih sayang yang diberikannya pada Aurel.
Aurel memegang tangan Ayahnya seraya tersenyum "Baik. Jadi...kalo aku baik ayah juga harus baik. Ayah harus percaya kalo suatu saat nanti Sena akan pulang dan berkumpul lagi sama kita-kita"
"Iyaa" ucap Ayah seraya memeluk tubuh putrinya. Namun beberapa detik kemudian beliau melepas pelukan itu dan memegang kedua bahu Aurel. "Sekarang kamu istirahat gih!"
"Okee" balas Aurel antusias dengan menyatukan jari jempol dan telunjuknya.
Setelah kepergian Aurel, Martin mengambil handphonenya. Menatap pesan yang selalu dikirim ke Sena sebelum gadis itu kecelakaan.
Ya, semua pesan misterius yang selama ini diterima Sena itu adalah pesan yang dikirim oleh Martin. Martin sebenarnya tidak tega melihat Sena terus terusan tersakiti, dia juga sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memberi tahu Sena suatu saat nanti. Tapi semua itu sudah diketahui Sena dari mulut Arga.
"Pulanglah dengan kesuksesan dan kebahagiaanmu nak"
***
Bukannya berhenti mengejar pria itu terus saja mengikuti Sena dengan langkah lebarnya. Sena sudah tak tahu lagi harus berlari kemana, karna ini sudah sangat jauh dari Apartemen yang ia tempati.
Air mata dan keringat bercampur menjadi satu. Rintik hujan mulai turun seolah mendukung penderitaan Sena saat ini. Hujan selalu menjadi saksi atas air mata yang turun dari pelupuk matanya. Sebegitu bencikah hujan pada dirinya?
Sena mengintip ke belakang, dengan mengambil kesempatan dari langkah kaki pria itu. Sena mulai berlari dengan sekuat tenaga hingga ia bersembunyi dibalik dinding Villa tua yang sudah tidak layak lagi ditempati.
Sena terisak menyesali penolakannya atas ajakan Arsen. "Gue dimana?" tanya Sena pada dirinya sendiri. Jantungnya berdetak tak karuan karna berlari terlalu lama, kakinya sudah tidak kuat lagi untuk menopang tubuhnya.
Sena memeluk kedua lututnya sembari menenggelamkan wajahnya disana dan sesekali mengintip.
"Kayaknya udah aman"
Saat Sena keluar dari persembunyiannya, tangannya ditarik kuat hingga masuk kedalam Villa itu.
***
"Terus lo mau balik kapan?" tanya Arsen yang kini tengah berbicara dengan Arga.
"Lo ngusir?"
"Ya nggak, gue kan cuma nanya elah" ucap Arsen kesal, ia pun menyeruput es teh nya.
"Sena mana?" tanya Arga seraya menyapu pandangan keseluruh Kantin Kampus.
Arsen sengaja mengajak Arga ke Kampusnya. Alasannya ya sederhana, bosan.
Arsen yang mendapat pertanyaan itupun menatap Arga tak suka. "Lo sebenarnya suka sama Sena atau Elena?"
Arga yang tadinya menatap lain sontak menggeser tatapannya ke arah Arsen "Gue pernah bilang suka sama Elena?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Fiksi RemajaHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...