bagian 11| Bunda

5.8K 314 9
                                    

Arga mengacak rambutnya frustasi dan mengejar Sena yang tengah mematung di tempat.

Lagi lagi Sena merasa hancur, bahkan lebih hancur dari kehilangan sosok Arga.
Hatinya remuk, boleh kah Sena menyalahkan takdir atas keterpurukan hidupnya? mengapa Tuhan mengambil satu persatu orang yang sangat di cintainya? Mengapa saat ia ingin berubah dan memperbaiki segalanya saat itu juga Tuhan menghampas tujuannya. Apa Sena tak berhak untuk bahagia?.

Arga pun sama terkejutnya ketika pemandangan yang sangat pedih untuk dipandang, warna pakaian yang sangat menusuk suasana dan warna bendera yang membuat siapa saja menoleh dan merasa iba.
Mobil Ambulance masih terpampang jelas disana, Foto dengan bingkai yang lumayan besar tersenyum ke arah siapa saja yang melihatnya.

Arga menatap Sena yang berlari masuk ke rumahnya yang di huni banyak warga.
Arga tidak lagi mengejar Sena, kini ia paham kondisi gadis itu, ia lebih memutuskan kembali ke sekolah.

"Gaa, lo kemana aja? Sena sama lo gak? Gue cariin dari tadi gak nemu nemu"

"Pulang"

"Wah Sena bolos? Berani juga tu bocah"

"Nyokapnya meninggal"

Albar terkejut dengan pernyataan Arga.
"Haha lo becanda kan? Jangan main main deh!"

"Gue gak pernah main main soal kematian."

Albar yang ingin berlari pun ditahan oleh Arga, Albar memberontak.

"Tolol lepasin gue!!" Bentak Albar.

"Dia butuh waktu sendiri!"

Ucapan Arga ada benarnya juga, Albar dan Arga kemudian mendudukkan bokongnnya di kursi, keduanya sama sama diam, hanyut dalam pikiran masing masing.

"Lo suka sama Sena?" Tanya Arga.

Albar terkejut dengan pertanyaan konyol yang di lontarkan Arga.
Namun tidak bisa di pungkiri, ia merasa aneh saat berada di samping Sena, apalagi saat meliahat Sena menangis, ntah itu perasaan sebagai seorang kakak atau bahkan perasaan lebih.

"Ngaco!"

Arga terkekeh pelan.

Hingga keduanya dikagetkan dengan kedatangan Keisya, gadis itu kelewat ceria, berbeda terbalik dengan Sena.

"Heeeyy, kalian liat senen gak?" Tanya Keisya sedikit berteriak.

"Senen? Who?" Jawab Albar

"Itu si Sena."

"Senen senen, lo pikir hari?"

Keisya hanya membalas dengan cengiran singkat.
"Jadi mana?"

Albar hanya diam, Sena pun mengernyit bingung, kemudian matanya bergeser ke arah Arga.
"Gaa, Sena mana?"

"Pulang,Nyokapnya meninggal"

Jawaban singkat, dingin dan ketus itu membuat Keisya terkejut. Pasalnya Sena telah merencanakan acara kecil kecilan untuk meminta maaf pada bundanya, tapi takdir berkata lain. Bahkan Keisya bergidik ngeri membayangkan nasip Sena saat ini.

Ia kemudian berbalik hendak pergi namun tangannya dicekal oleh Albar.
"Jangan samperin Sena"

Keisya tidak mengubris perkataan Albar dan malah melepas cekalan tangan kekar pria itu.
Keisya berlari, bukan ke arah gerbang, melainkan ke arah ruang guru.
Ia harus melaporkan ini, bagaimana pun Sena membutuhkan dukungan satu sekolah.

***

"SEBAGAI TANDA KEPEDULIAN DAN PERSAUDARAAN, KAMI HARAP ANANDA SEKALIAN DAPAT HADIR DI ACARA PEMAKAMAN WALI DARI SALAH SATU MURID YANG BERNAMA SENA AZALEA SEBAGAI TANDA BELA SUNGKAWA.
SEKIAN TERIMAKASIH"

"Kasian banget si Sena"

"Pasti dia sedih"

"Cewek batu emang bisa sedih ya?"

D

itempat lain, Sena tengah memeluk tubuh seorang wanita paruh baya yang terbaring ditengah tengah ruangan, yang dikelilingi oleh beberapa warga, dan diiringi lantunan ayat suci Al-Qur'an.

Raka juga ada disana, namun sedari tadi tidak ada suara yang dikeluarkan pria itu, ia hanya diam sembari meneteskan air mata.
Ketika Sena dengan Ayahnya, Raka telah lama bersama Laras, bundanya.
Ia sangat terpukul, bahkan sampai sekarang ia tidak mengetahui asal muasal kematian bundanya.

Beberapa jam lagi, Bundanya, hidupnya, orang yang berperan sekaligus sebagai seorang ayah akan dimakamkan, dikembalikan pada sang pencipta.
Semua begitu cepat, rasanya kemarin bunda masih bergulat didapur dengan alat alat memasak. tapi sekarang? Bahkan Raka dan Sena tidak bisa mendefinisikan bagaimana perasaannya saat ini.

***

Sepanjang acara pemakaman, air mata tak henti hentinya turun dari mata sembab Sena. Ayah dan keluarganya pun turut hadir.

Sena memeluk matu nisan bundanya, Keisya yang disamping Sena lantas mengusap bahu Sena dan menenangkannya.

Kini di tempat pemakaman hanya ada Raka, ayah Sena, Oma shela (ibu dari ayahnya), Keisya, Arga, Albar, Aurel, dan Sena tentunya.

Ia masih setia terduduk lemas ,dengan air mata yang menderai disamping tumpukan tanah dengan bunga di atas makam.

Penyesalan di lubuk hatinya kian memuncak, Ingin memperbaiki, namun percuma.
Karna tidak semua penyesalan dapat mengembalikan yang telah hilang.

Sudahlah mungkin ini memang takdir hidupnya, bukan kah ini yang selama ini Sena lakukan? Ia kerap menyendiri tanpa peduli orang disekelilingnnya, dan kini tuhan mengabulkan semua itu.

"Sen lo harus ikhlasin bunda lo, lo masih ingat kan kata kata gue tempo hari?" Ucap Keisya menengkan.

Perkataannya tidak digubris Sena. Hingga lelaki paruh baya mendekatinya, dia Martin- ayah Sena.

"Sayang, bunda akan sedih lihat kamu kayak gini, sebaiknya sekarang kita pulang"

Sena mengangkat kepalanya dan memperlihatkan mata yang kian bengkak.
Ia tersenyum "Sena pasti akan pulang, kalian duluan aja"

Merekapun menatap iba ke arah Sena, mereka yang paham kondisi Sena saat ini pun beranjak.

Sena menatap Raka yang sedari tadi hanya diam dan sekarang malah melongos pergi, meninggalkan Sena seorang diri.

"Bundaa, maafin Sena, Sena memang egois.
Kenapa bunda pergi begitu cepat? Hah tapi semua ini udah takdir, Sena janji, Sena gak akan egois lagi"

Sena memberi jeda sembari menghapusnya air matanya.
"Sena pamit bun, bunda yang tenang di alam sana, Assalamualaikum"

Sesampainya di rumah Sena berjalan gontai, ia bisa melihat kamar Raka yang tertutup rapat.

Sena kemudian mengetuk pintu abangnya. Namun tak ada sautan.

"Abang, buka pintunya" panggilnya terdengar parau, hidungnnya mengeluarkan bunyi sengau.

Pintu terbuka, memperlihatkan Raka dengan wajah kacaunya, kamarnya pun sama.

"Ngapain?"

Sena terkejut dengan nada bicara Raka yang terdengar dingin.

"Kalo gada, lebih baik lo pergi!" Raka kembali menutup pintunya dengan keras.
Sena pun terkejut, dadanya sesak, air mata yang sempat terhenti kini turun kembali.
ada apa dengan Raka?

***

Rain And Tears [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang