Deras nya hujan seolah menyerang, menusuk layaknya ribuan jarum yang jatuh secara bersamaan. Lagi lagi ia harus bermain dengan hujan dan air mata. Sungguh ia sangat benci dengan hujan, bagaimana tidak, saat hujan turun ia datang dengan luka, hujan itu selalu membuatnya menahan rasa sesak dan tangis.
Satu jam berlalu, namun Sena masih enggan menepi. Ia masih berjalan dibawah suara petir yang menggelegar dan air hujan yang semakin deras. Lagi, ia harus bertemu dengan permainan antara percaya dan tidak percaya. Berfikir kritis dan rasional tidak ada di diri Sena saat dalam keadaan emosi dan itu membuatnya sedikit menyesal.
Lantas Sena harus kemana? Rumah yang berada di Bandung sudah terjual, Vino? Ah pria itu sudah sangat sering menolongnya, Albar? Bahkan pria itu hilang dari kehidupan Sena.
Mata buram Sena melihat dua arah secara bergantian. Disebelah kanannya ada Arga dan Aurel yang berada disatu payung, sementara di arah kiri terdapat truk yang ingin melintas, seperti truk yang berkaca buram akibat air hujan.
Sena segera berlari menghampiri dua insan yang tengah menikmati guyuran hujan di atas payung, seolah hanya mendengar suara hujan dan tidak mendengar suara truk yang akan melintas. Jarak truk semakin dekat, namun kaki Sena masih lemas akibat berjalan satu jam lebih. Didorongnya tubuh Aurel dan Arga ke tepi jalan dan saat dirinya ingin menepi pula truk lebih dulu melintas dan menabraknya.
Sayup sayup pandangannya sedikit terbuka, ia melihat Arga dan Aurel yang masih dipandangannya dan Sena pun tersenyum.
Kejadian beberapa tahun lalu kini terulang kembali, namun sekarang posisiku dengan mu tertukar. Apa ini balasan atas perbuatan ku dulu? Jika ia aku akan menerimanya dengan ikhlas, mungkin dengan begitu hidupku tidak akan sengsara seperti sekarang. Jika aku hidup nanti dan keadaan masih belum berubah, aku akan memulai hidupku dari awal, memulai dengan cerita baru dan dengan orang baru. Jika karna ini nyawaku melayang pun aku ikhlas, setidaknya aku tidak akan menahan sakit lagi.
Arga dan Aurel membeku ditempat, melihat Sena yang berlumuran darah. Sang supir truk pun turun "Mbak, Mas, saya minta maaf tapi saya tidak sengaja, kacaa mobil saya diselimuti gerimisan hujan. Ayo gunakan truk saya untuk membawa Mbak ini ke rumah sakit"
Keduanya pun mengangguk, saat didalam truk hati Aurel begitu panas saat perhatian Arga disita Sena. Dengan posisi kepala Sena yang berada di pangkuanya.
"Arga biar aku aja" ucap Aurel menahan cemburu. Namun Arga seolah tak mendengarnya, saat ini Arga seperti orang yang takut kehilangan. Dan hal itu membuat Aurel semakin yakin bahwa Arga menyukai Sena. Ia kemudian menelfon orang rumah, tak lupa pula ia menelfon Albar, dan juga Arsen.
Sesampainya di rumah sakit, Sena segera dilarikan ke ICU. Arga bersandar pada dinding, tubuhnya merosot kebawah, air mata sudah tumpah dari pelupuk matanya.
"Sena tolong bertahan" gumam Arga disela sela tangis. Aurel menatap aneh, ada apa dengan Arga, mengapa pria ini seolah dalam keadaan menyesal?
Tak butuh waktu lama banyak yang berdatangan ke rumah sakit, melihat ruangan yang mesih bertahan dengan lampu merah.
"Gimana nak? Gimana kondisi Sena?" Tanya Ayah pada Aurel.
"Belum Yah"
Tatapan Martin jatuh pada seorang pria yang terlihat hancur, ia pun mendekat dan menenangkan tubuh Arga.
"Om yakin, Sena akan baik baik aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain And Tears [Proses Revisi]
Teen FictionHarap Follow sebelum membaca! Note: Proses revisi. Jika menemukan kejanggalan yang tidak sesuai dari part awal-akhir, harap wajar, proses revisi sedang dilakukan. Dan ada beberapa yang di rubah. Semesta sengaja membuatmu jatuh, layaknya hujan yang t...