"Siap-siap! besok pagi kita pergi."
"Ke mana?"
"Kepindahan kamu!" pungkas Rangga begitu saja dan berlalu, menampilkan Kesya dari balik tubuhnya yang hanya berdiri tanpa bisa berbuat apa pun.
"Aku gak mau pergi, Mah." Alysa menghampiri ibunya, "papa selalu dengerin mama, kan? bilangin papa dong, Mah, kalau Aksa gak kayak yang papa pikirin."
Tangan Kesya terangkat menyentuh wajah anaknya lembut, ia menggelengkan kepalanya lalu mengikuti jejak Rangga, meninggalkan Alysa yang tak ada pilihan, ia akan memakai caranya sendiri.
Beberapa detik yang lalu tubuh Alysa terlihat lemas, bagaimana tidak? ia belum makan atau pun minum apa pun setelah kejadian tadi siang. Tapi, bagaikan lahir harapan baru, kini Alysa sudah kembali dengan dirinya yang tidak pernah kenal kata kalah. Meski sekarang, ia harus melawan orang tuanya sendiri.
Alysa sudah menyusun beberapa sprei miliknya menjadi super panjang untuk jalan menuju ke bawah. Ternyata 5 susun saja tidak cukup, masih terlalu tinggi kalau harus meloncat. Ia pun membongkar gorden jendelanya, hanya itu satu-satunya yang tersisa.
Tak ada keraguan sedikit pun, bagai ada sesuatu yang merasuki tubuhnya. Kakinya sudah keluar dari pagar balkon, lalu diikuti dengan tubuhnya yang kini sudah seutuhnya bergantung pada gumpalan sprei yang ia buat memanjang.
"Aww!" Alysa segera membungkam mulutnya sendiri, lututnya menyentuh aspal ketika hendak meloncat, padahal jaraknya tidaknterlalu tinggi, hanya saja tubuhnya mendadak gemetaran, ia baru menyadari hal nekat apa yang ia lakukan saat ini. Namun begitu, ia mampu mengabaikan ketakutannya demi sesuatu yang lebih besar.
Satpam di rumahnya tak ada di tempat yang seharusnya, sedangkan kunci gerbang tergeletak di dalam posnya. Apa pekerja di rumahnya seceroboh ini? tapi apa pun itu, kali ini Alysa menganggapnya sebagai jalan yang memang telah ditunjukkan tuhan. Tapi lain kali, ia akan mengadu agar ayahnya mencari pekerja baru.
Alysa sudah berada di dalam taksi, uang yang tersisa cukup untuk 1 kali perjalanannya. Tapi, ke mana Alysa harus pergi? bahkan ia tidak tahu saat ini Aksa berada di rumahnya yang mana!?
Tanpa ponsel, tanpa alas kaki, dan sekarang Aksa tidak ada di rumahnya, ia pun kehabisan uang. Apa lagi yang harus dilakukan selain berjalan kaki menuju rumah papinya? lagi pula jaraknya tidak terlalu jauh ketika naik kendaraan, seharusnya masih bisa ditempuh dengan cara seperti ini.
Tiba-tiba sebuau mobil berhenti di depannya, menghalangi jalan. Alysa menutupi wajahnya dari lampu yang menyorotinya, lalu ketika seseorang berdiri di depannya ia pun mampu melihat dengan jelas, siapa yang menghampirinya.
"Kenapa malem-malem gini jalan sendirian? lo mau ke mana?"
"Ke rumah lo!" balas Alysa singkat, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"Di rumah gak ada siapa-siapa." Elvan kembali berucap. "Mereka semua di rumah sakit."
"Rumah sakit?" Alysa kembali memutar tubuhnya, "Ak-sa?"
"Papi yang sakit, gue juga masuk ke sana." Elvan mengulurkan tangannya, tapi Alysa menjauh, ia tidak bisa pergi dengannya.
"Gue bisa pergi sendiri."
"Jalan kaki? jangan gila!" Elvan meraih lengan gadis itu meski Alysa bersikeras menolak.
Alysa menghempaskan pegangannya. "Lebih baik gue gak bisa jalan daripada harus langgar janji gue sama Aksa."
"Dalam keadaan kayak gini aja lo masih mikirin janji? omong kosong."
Tak menghiraukan ucapan Elvan, Alysa sudah membawa kakinya pergi meski dalam keadaan terpincang-pincang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALYAKSA (completed)
Teen Fiction"Gue bisa ngelakuin sesuatu yang nggak gue mau demi dapetin apa yang gue mau." Alysa Keyra "Bisa gak, lo berhenti jadi orang yang nggak gue suka!?" Aksa Pradipa 10 tahun terpisah membuat semua yang seharusnya mudah menjadi tak bercelah. Dapatkah Aly...