- Twenty Nine -

81 13 5
                                    

Selamat membaca!
  

"Kau bercanda kan, Ace?" Aku menolak mempercayai apa yang baru saja kudengar, cara ia mengusirku dari kamarnya.

"Apa aku terlihat sedang bercanda, Abigail?"

"Aku tidak mengerti."

"Kau memang tidak pernah mengerti."

"Apa maksudmu, Ace? Tadi malam kau melakukan kesalahan dan sekarang kau bersikap seolah-olah semua ini salahku?"

Harry mengambil pengering rambut lalu menyalakannya. Aku ingin membantunya, tapi kalian sudah mendengar bagaimana ia menolak bantuanku, kan? Jadi kuputuskan untuk tetap duduk di tepi ranjangnya.

"Aku tidak melihat kejadian semalam sebagai suatu kesalahan."

"Aku tidak ingin ada salah paham di antara kita. Maukah kau menjelaskan apa yang terjadi? Apa aku menyakiti hatimu?"

Harry mendecih. "Kau boleh pergi bersama Louis dan Liam, sedangkan aku tidak boleh bersama Kristie? Kau dua, aku satu, dan kau mempermasalahkan hal itu?"

Bagaimana ia bisa tahu aku pergi dengan Liam semalam?

"Kau membawa mobilku dan merusakannya lalu pergi berduaan dengan Liam semalaman, kan? Tidak kusangka dirimu serendah ini, Abigail. Kau marah karena kau melihatku bercinta dengan Kristie. Siapa yang tahu apa yang telah kau lakukan dengan Liam atau bahkan Louis? Bercinta di setiap sudut ruangan?"

Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi kiri Harry. Jika orang lain yang mengatakan hal seperti ini, aku tidak akan menamparnya, tapi ini Harry. Harry, kakakku, kekasihku. Ia merendahkanku seolah-olah aku adalah seorang jalang yang bercinta dengan setiap laki-laki yang kutemui. Serendah itukah aku di matanya?

Ia mengusap pipinya perlahan. "Aku tidak menyesal aku meniduri Kristie semalam. Ia bisa memuaskanku jauh dibandingkan apa yang bisa kau lakukan."

"S-sudah berapa lama kau dan Kris melakukan hal ini padaku?"

"Oh, Abigail, kau sungguh naif. Kau kira hanya Kris yang menjelajahi tubuhku selama ini? Aku juga bisa bersenang-senang selagi melihatmu melompat dariku menuju Louis lalu Liam setiap waktu."

Tenggorokanku tercekat. Air mataku tumpah begitu saja. Lututku lemas. Rasanya aku sudah tidak sanggup untuk bernafas. Apa selama ini ia hanya memanfaatkan tubuhku saja? Semua kata-kata yang ia katakan hanyalah suatu kebohongan?

"Aku harus pergi bekerja. Kau tidak perlu mengemas barang-barangmu di apartemen. Tempat itu milikmu sekarang. Aku akan mencari tempat lain."

***

Aku mencintaimu. 

Aku lebih mencintaimu.

Semua kenanganku dan Harry hanya suatu kebohongan. Tidak ada yang nyata. Suatu kebodohan bagiku bahwa selama ini aku berpikir Harry mencintaiku dan ingin memperjuangkan hubungan yang tidak akan berakhir indah ini. Laki-laki setampan dan seindah Harry menjalin hubungan dengan adiknya sendiri? Kau benar-benar bodoh, Abby. Harry lebih cocok bersanding dengan puluhan model pakaian dalam di luar sana dibandingkan dengan kentang sepertimu.

Baru setengah hari aku bekerja, sepertinya sudah ada setidaknya lima kesalahan yang kuperbuat. Jika aku tetap diam di sini, pupus sudah harapanku untuk mendapatkan promosi. Selain itu, aku juga perlu memperhatikan kesehatan mentalku. Akhirnya, kuputuskan untuk meninggalkan kantor saat jam istirahat. Aku mengatakan pada Austin jika aku sakit.

Aku memang sakit, kan? Sakit hati.

Berkaca dari pengalamanku yang sering sekali bertemu Liam di waktu dan tempat yang tidak tepat (contohnya tadi malam), aku membawa mobilku ke tempat di mana orang-orang tidak bisa menemukanku. Liam, Louis, Harry, Kristie, ayah, ibu, dan semua orang yang membuat hidupku sengsara.

IrresistibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang