Selamat membaca!
"Apa maksudmu?""Laki-laki brengsek itu tahu apa yang terjadi di antara kita, tapi kurasa itu tidak lagi penting kan? Kau sudah menemukan wanita baru."
"Abigail, kau tahu tidak ada wanita lain selain dirimu."
"Kata seseorang yang baru saja disenangkan oleh wanita lain."
"Jika kita ingin segera mengalahkan Louis, tidak seharusnya kita bertengkar karena hal sepele seperti ini."
Sepele katamu?! Gadis batinku ingin sekali menampar pipi Harry, menarik rambutnya, lalu membenturkan kepalanya ke meja atau dinding, tapi pikiranku menghentikannya. Tindakan itu akan mengundang Barbara kembali kemari dan ia pasti akan menjadi 'pahlawan' yang membantu Harry dan aku jelas tidak ingin itu terjadi.
"Bukan kita, tapi aku. Aku akan mengalahkan Louis. Kau diam saja di hotel bersama jalangmu." Aku meninggalkan Harry di ruangannya.
Harry memanggil-manggil namaku dan mengejarku, tapi tidak kuhiraukan. Aku melihat Barbara yang menarik ujung bajunya ketika melihatku meninggalkan ruangan Harry dengan tergesa-gesa. Persetan dengan itu. Aku mempercepat langkahku menuju mobil. Aku harus segera pergi dari tempat ini jika tidak ingin kepalaku pecah.
***
"Abigail!"
"Hei, Grayson. Aku ingin vodka."
"Hari yang berat?"
Aku hanya tersenyum. "Bagaimana harimu?"
"Berjalan seperti biasanya. Bagaimana kabar Harry? Sudah lama sekali ia tidak kemari."
"Ia baik," jawabku singkat. Vodka yang mengalir di kerongkonganku membuatku ingin meneguknya lagi dan lagi. Minuman ini meringankan pikiranku, bahkan bayangan Harry dan jalang tadi sudah mulai menghilang dari pikiranku. Mungkin beberapa gelas lagi akan sangat membantu.
"Abigail? Kau tak apa?"
Aku mengacungkan ibu jariku pada Grayson. "Aku pergi dulu."
"Kau yakin bisa menyetir?"
"Kau kira aku anak umur sepuluh tahun, hah? Jangan meremehkanku hanya karena aku seorang wanita, tolol."
Pandanganku sudah mulai buram dan aku merasa pusing. Tapi entah bagaimana caranya aku berhasil menemukan mobilku dan membawanya pergi dari The Varnish, bar itu. Aku sungguh tidak ingin pulang, apalagi dengan kondisiku seperti ini. Bisa-bisa ibu membakarku hidup-hidup. Dan aku jelas tidak ingin ke apartemen.
Setelah belokan ketiga atau keempat atau keberapa, aku melihat sebuah bangunan dengan tulisan "Mission Motel." Tanpa pikir panjang, aku langsung memutuskan untuk pergi ke sana.
"Satu kamar untuk satu malam."
"Tentu. Bisa aku minta kartu identitasmu?"
"Ini."
"Satu kamar untuk satu malam atas nama Nona Abigail Maeve Styles. Biayanya tujuh puluh dolar."
Aku mengeluarkan satu lembar uang. "Ambil saja kembaliannya."
"Umm maaf Nona. Uangmu hanya dua puluh dolar."
"Hei. Kau memang buta atau kau menganggapku tidak punya uang?"
Sepintas aku melihat wanita itu tersenyum seperti idiot. "Apa kau baik-baik saja, Nona?"
Apa aku tidak terlihat baik, idiot?!
"Apa ada barang yang bisa kubawakan, Nona?" tanya seorang laki-laki yang mungkin seumuran denganku. Aku tidak tahu pasti. Wajahnya sudah buram.
"David! Tolong bantu nona ini!" adalah hal terakhir yang kudengar sebelum semuanya gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irresistible
FanfictionHarry dan Abigail, sepasang insan yang tidak bisa memadu kasih layaknya jutaan pasang kekasih di luar sana. Sesuatu menghalangi apa yang mereka inginkan sehingga mereka terpaksa mengambil jalan yang salah. Bagaimana akhir dari kisah mereka? Apakah m...