Welcome back, everyone!
Dua minggu berlalu tanpa keberadaan Harry. Satu-satunya informasi yang kudapatkan dari ayah adalah 'kakakmu ada di Massachusetts'. Aku tidak tahu dimana ia tinggal atau bagaimana ia di sana karena pada malam kepergian Harry, mobilnya kembali ke rumah. Bukan, mobilnya tidak berjalan sendiri. Tidak ada autobots, oke?From: Liam
Hi! Starbuck?
To : Liam
Can't say no.
Aku sedikit 'memaksa' Liam untuk tetap berteman baik denganku setelah aku tidak sengaja memberi tahunya jika pertunanganku dua minggu lagi. Aku masih ingat perkataannya, "Hei. Aku tidak ingin menjadi orang ketiga, Abby. Aku tidak ingin berurusan dengan calon tunanganmu."
Kau benar, Li. Kau memang tidak ingin berurusan dengan seorang bajingan bernama Louis Tomlinson.
Aku membutuhkan Liam sebagai seorang teman, mengingat aku tidak punya seseorang yang bisa kuajak bicara setelah Harry meninggalkanku.
"Sudah lama menunggu?"
"Belum. Baru lima menit. Bagaimana kabarmu, Li?"
"Aku baik. Baru saja ada beberapa klien besar yang datang padaku."
"Semoga beruntung," kataku lalu meneguk ombré pink drink yang dipadu dengan passion tea milikku.
"Oh ya, bagaimana persiapan pertunanganmu?"
Hampir saja aku tersedak dan memuntahkan minuman murah ini.
"Abby? Kau baik-baik saja?" Liam menyodorkan tisu padaku.
Pertanyaannya hanya kurespon dengan anggukan kepala sembari mengusap bibirku dengan tisu.
"Sejauh ini ibuku yang banyak membantu persiapan. Jadi, kuasumsikan semuanya sangat baik."
"Ada masalah apa?"
"Apa maksudmu?"
"Biasanya orang-orang yang akan bertunangan akan merasa excited untuk melakukan persiapan."
Ya, Liam tidak tahu apa yang terjadi di balik tampang 'baik-baik saja'ku ini. Yang ia tahu hanyalah Louis Parker adalah calon tunanganku dan berasal dari keluarga pebisnis sukses. Andai saja ia tahu betapa busuknya si Louis. Tidak, tidak, dan tidak. Liam tidak boleh tahu kebusukan Louis. Jika ia tahu lalu ia berusaha membantuku, maka aku harus mengucapkan selamat tinggal padanya. Entah ia berakhir menghilang seperti Blake atau mungkin lebih parah lagi, menjadi mayat.
"Abby?"
"Ah ya. Aku terlalu gugup untuk membantu segala persiapan."
"Jika ibumu yang mengatur segala persiapan, apakah aku sudah masuk ke daftar tamu undangan?"
"OH YA DAFTARNYA! ASTAGA LIAM, KAU JENIUS!" Aku mengecup pipi kiri Liam. "Thank you so much! Aku harus pergi sekarang. I owe you one, Li, seriously."
Belum sempat Liam bereaksi, aku sudah berlari menuju mobilku, meninggalkan tempat itu.
***
"Bisa aku bertemu, Sir Williams? Aku Abigail Styles."
Tak lama kemudian, yang kucari muncul. "Selamat sore, Nona Styles. Ada yang bisa kubantu?"
"Aku butuh nama-nama orangmu di pesta pertunanganku."
Sir Williams membawaku ke ruangannya lalu menyodorkan beberapa nama yang hampir semuanya adalah laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Irresistible
FanfictionHarry dan Abigail, sepasang insan yang tidak bisa memadu kasih layaknya jutaan pasang kekasih di luar sana. Sesuatu menghalangi apa yang mereka inginkan sehingga mereka terpaksa mengambil jalan yang salah. Bagaimana akhir dari kisah mereka? Apakah m...