12

13.9K 1.9K 514
                                    

Tidak buruk juga. Seolbi pikir ia salah menerima ajakan Jimin untuk pergi menghirup udara segar. Sebab kini, pria Park tersebut membawanya ke taman yang tenang dengan angin terus berembus menerpa kulit wajah keduanya.

Bunga pemberian Jimin berada di atas pangkuan wanita itu, sementara kepalanya ia sandarkan pada bahu Jimin sejak lima menit yang lalu.

Jimin benar. Tidak selamanya yang dibenci akan selalu buruk di kehidupan Seolbi. Bunga berwarna putih itu terlihat sangat cantik dan indah. Bahkan Seolbi tak dapat berhenti tersenyum setiap kali pandangannya bertemu dengan bunga tersebut.

"Apa pendapatmu soal pernikahan?" Jimin bertanya, membuat Seolbi yang tadinya menunduk untuk memandangi bunga di pangkuannya, kini sejenak menatap pada danau.

"Entahlah. Aku masih terbilang muda untuk membahas masalah pernikahan. Yang aku tahu, pernikahan hanya sekadar melepas masa lajang, lalu banyak tersimpan rahasia di baliknya."

"Jangan memandangnya dari pernikahan kakakmu atau kau akan merasa takut untuk menikah," ujar Jimin disertai kekehan rendah.

Seolbi mengerjap usai mendengar ucapan Jimin. "Kurasa kita sangat cocok jika menikah. Kau benar-benar pria cerdas dan dewasa, sementara aku cuma wanita bodoh dan kekanakan. Kita saling melengkapi, 'kan?"

Jimin menunduk untuk mempertemukan pandangan mereka. Bibirnya lekas membentuk kurva senyum sehingga membuat Seolbi terpaku untuk beberapa detik lamanya.

"Pernikahan bukan sekadar untuk saling melengkapi, tapi juga harus saling memahami dan mengerti. Setiap orang memiliki kepribadian berbeda-beda, itulah kenapa aku selalu mengatakan padamu untuk mencari pasangan yang tahu kekurangan dan sifatmu dengan baik. Jika kau hanya menuruti perasaan cintamu tanpa memikirkan hal yang lain, aku jamin semuanya tidak akan berjalan dengan baik."

Seolbi mengangguk. "Aku tahu kau sedang menyindirku," sahutnya sembari memberengut.

"Banyak pasangan yang tidak saling mencintai tapi mereka bisa membangun rumah tangga sampai tua. Itu karena mereka dapat mengendalikan diri dan saling memahami satu sama lain. Cinta saja tidak cukup."

Seolbi kembali mengangguk. "Kau sungguh luar biasa, Oppa. Jadi, haruskah kita langsung menikah? Aku bisa mencintaimu setelah itu." Wanita itu memberi pernyataan lewat gurauan. "Oppa, jangan menganggapku serius!" Lantas kepalanya menjauh dari bahu Jimin sebelum tertawa manis karena melihat ekspresi wajah pria Park itu.

"Kalau begitu, kapan kita bisa menikah?" Kini Seolbi yang membeku. Wanita itu menelan saliva susah payah sambil menatap Jimin skeptis. "Kali ini aku serius. Mari rawat bayi di perutmu bersama-sama. Aku yakin pria itu tidak mau bertanggung jawab."

Merasa tercubit dengan kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Jimin, Seolbi lantas menitikkan air mata. Bibirnya mengerucut sebelum menangis dan meremas buket bunganya—membuat Jimin gelagapan dan segera menarik Seolbi ke dalam pelukan hangatnya.

"Baiklah. Begini saja ... kalau dia tidak mau menerimamu, kau harus datang padaku bagaimanapun perasaanmu padaku. Aku janji akan memberikan kehidupan yang lebih baik untukmu dan anakmu nanti." Jimin merasakan Seolbi memeluknya dengan sangat erat. "Ibu hamil ini benar-benar sensitif sekali," timpalnya menggoda.

Sayangnya, Seolbi kian mengeraskan tangisannya dan kini memukuli dada Jimin karena jengkel. "Bagaimana kalau anakku tidak tahu ayah kandungnya?"

Jimin menepuk punggung bergetar Seolbi untuk menyalurkan ketenangan. Jimin paham apa yang sedang Seolbi pikirkan dan rasakan saat ini. Mau menyalahkan Taehyung, tapi semua itu tidak sepenuhnya salah Taehyung.

Jika mendengar dari cerita Seolbi setiap kali wanita itu mencurahkan isi hatinya, Seolbi mengatakan bahwa ia sangat mencintai Taehyung dan ingin memiliki pria Kim itu seutuhnya. Meskipun harus dimanfaatkan tubuhnya, Seolbi tidak peduli asalkan Taehyung harus kembali ke dalam pelukannya.

Tears [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang