18

12.3K 2K 357
                                    

 Sesuai janjinya, setelah menyelesaikan meeting dengan rekan bisnisnya, Jimin segera menuju apartemen Seolbi untuk menjemput wanita Ahn itu. Sebelumnya Seolbi sudah memberitahunya bahwa ia sudah siap dengan gaun sebatas lutut yang Jimin berikan.

Senyum merekah begitu wanita yang ia dambakan keluar dari dalam kamar, menyambut mata Jimin yang tadinya fokus pada layar ponsel kini teralihkan karena presensi Seolbi.

"Demi Tuhan kau cantik sekali, Ahn Seolbi!" puji Jimin tanpa rasa malu. Pria itu berdiri usai merapikan jasnya, kemudian berjalan mendekati Seolbi. "Baiklah, Tuan Putri ... nikmatilah harimu bersamaku."

Jimin merangkul pinggul Seolbi—membuat wanita itu sedikit terkejut, namun segera menahannya dengan mengulum bibir. Tungkai mereka melangkah keluar gedung apartemen, lalu memasuki mobil sedan berwarna hitam milik Jimin.

Seolbi keheranan sebab Jimin tidak bosan memuji kecantikannya setiap hari. Tidak ada kata lelah dalam bibir pria itu, padahal mereka selalu bertemu. Akan tetapi, bukannya terganggu Seolbi justru merasa sangat senang.

"Aku tidak bohong soal kecantikanmu, Seolbi-ya. Aku tidak salah mencintaimu."

"Oppa! Jangan membuatku malu," cicit Seolbi. Jimin terkekeh kemudian; merasa terhibur dengan Seolbi yang malu-malu di hadapan dirinya.

Suasana di dalam mobil berubah hening. Tidak ada yang bersuara selain musik yang sengaja diputar oleh Jimin. Lagu-lagu lawas yang terdengar asing memenuhi rungu Seolbi. Sementara kini Jimin ikut menyanyi meskipun dengan suara yang kurang jelas.

"Omong-omong, kapan kita cek kesehatan kandunganmu lagi, Bi-ya? Aku sungguh tidak sabar." Jimin memulai konversasi setelah sekian lama mereka saling terdiam.

Seolbi mengernyit—nampak berpikir sebelum menjawab, "Minggu ini, Oppa. Mau mengantarku ke sana?" Jimin langsung mengangguk. "Terima kasih."

"Kenapa terima kasih?" tanyanya bingung.

Wanita itu menggeleng. "Hanya ingin mengatakannya. Kau terlalu baik." Suara kekehan Jimin mengudara usai mendengarkan jawaban Seolbi. Mobil itu lantas berhenti tepat sekali di wahana hiburan yang sudah lama tidak Jimin kunjungi. "Woah, ini indah sekali!" ucap Seolbi setelah keluar dari dalam mobil.

Jimin berdiri di samping wanita Ahn tersebut. Merangkul pinggangnya dan melangkah membawa Seolbi memasuki taman hiburan setelah membeli tiket. Sejujurnya Jimin kurang percaya diri dengan keputusannya mengajak Seolbi ke wahana hiburan. Namun, melihat Seolbi yang terus merekahkan senyum karena kagum nampaknya mampu membuat Jimin ikut bahagia.

"Kau senang?" tanya pria Park tersebut.

Seolbi menoleh dan mengangguk. "Sangat senang!" serunya. "Tapi aku lapar, Oppa. Bisa kita makan lebih dulu?"

"Baiklah. Kita makan di sana." Jimin menunjuk salah satu restoran yang ada di dalam wahana hiburan. Menyetujui ajakan Jimin, Seolbi lekas melangkah mendahului pria itu sehingga Jimin menggeleng gemas melihat tingkah Seolbi.

Selama tiga bulan mengenal Seolbi, Jimin tidak pernah benar-benar melihat wanita itu tersenyum sepuas ini. Jimin tahu banyak luka yang diam-diam Seolbi simpan seorang diri tanpa harus ia tunjukkan kepada orang lain meskipun orang terdekat.

Jimin tidak buta. Setiap langkah yang diciptakan oleh Seolbi membuatnya mengerti bahwa wanita itu tak mampu menahan rasa luka yang menerpa benak dan dadanya.

"Kau mau pesan apa?" Bukan Jimin yang bertanya, melainkan Seolbi yang sudah lebih dulu memegang buku menu. "Bolehkah aku pesan dua makanan?"

Jimin mengulas senyum tulus. "Tentu saja. Kau bisa memesan apa pun yang kau mau," kata Jimin. "Kau bisa memesankan makanan apa saja untukku."

Tears [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang