Epilogue: Bab II

12.3K 1.5K 385
                                    

Ahn Seolbi percaya akan apa itu takdir manusia. Mengenai seluruh luka yang pernah hadir di dalam hidupnya, serta-merta rasa sakit yang tak kunjung usai sebelum kedatangan Park Jimin. Seolbi pikir setiap langkah akan ada masa sulitnya. Di mana ada hujan, di sana ada pelangi.

Merenungi semua yang telah terjadi ke kehidupannya, Seolbi mulai menerima apa takdir nyata yang telah ia rasakan. Dengan jemari sang suami yang senantiasa menggenggam tangannya dan tak pernah patah semangat membuat Seolbi terus berdiri dengan kuat di saat wanita itu sedang terpuruk.

Semua hal akan berlalu seiring berjalannya waktu. Memahami situasi yang mulanya memaksa Seolbi untuk menerima, lalu membuat wanita sadar bahwa inilah kehidupan yang sebenarnya.

Wanita itu jelas merasa sangat terpukul. Kehilangan Taehyung dan Taera, serta Nara yang mau tak mau dititipkan pada rumah sakit jiwa setelah dua bulan hidup bersama ayah. Seolbi paham alasan kenapa Nara menjadi wanita tidak waras selama dua bulan ini. Wanita itu kehilangannya keluarga kecilnya, nyawa-nyawa manusia yang ia cintai, juga kehilangan satu kakinya yang harus diamputasi karena kecelakaan.

Sementara itu, Seolbi telah melahirkan dua minggu setelah kecelakaan itu terjadi. Setiap kali menatap anaknya, Seolbi akan terus mengingat Taera di kepalanya—kemudian diam-diam menangis hingga terkadang membuat Jimin merasa sedih.

Jimin tahu bahwa Seolbi begitu menyayangi Taera seperti anaknya sendiri. Tidak menyangkal bahwa wanita Ahn itu sangat terpukul dan berat hati karena kepergian Taera.

"Sayang ... ayo, makan malam." Seolbi mengangguk. Namun, wanita itu tidak kunjung berdiri dan setia duduk di bibir ranjang seraya menatap Park Seomin yang tertidur. Jimin yang melihat itu, kini melangkah mendekati sang istri. Ia raih kedua tangan Seolbi lalu ia usap punggung tangan wanita itu. "Semuanya sudah berlalu, Sayangku. Jangan dipikirkan lagi."

Jimin segera memeluk Seolbi, membuat tangis wanita itu kembali terdengar membelai rungu Jimin. "Kasihan Taera-ku, Oppa."

Menepuk punggung istrinya untuk memberikan ketenangan, Jimin lalu melepas pelukan dan menyeka air mata yang membasahi pipi Seolbi. Tergesa-gesa menarik tangan Seolbi dan membawa wanita itu untuk keluar kamarnya, lekas turun ke lantai utama untuk makan malam. Jelas Jimin tidak ingin Seolbi sakit atau telat makan sebab wanita itu masih harus menyusui anak mereka.

"Tidak baik memikirkan Taera terus-menerus. Taera sudah bahagia sekarang. Ingat, Sayang ... ada anak kita yang membutuhkan perhatian lebih darimu. Jangan memikirkan apa pun yang dapat membuatmu stres, oke? Janji padaku untuk memberikan kasih sayang dan perhatian yang terbaik untuk Seomin."

Seolbi meneguk air di dalam gelas yang suaminya serahkan. Setelah merasa tenang, wanita itu pun lantas mengangguk. Seolbi kembali tersadar dan tertampar dengan ucapan Jimin. Ya, seharusnya ia tidak mengingat mengenai Taera lagi lantaran ada Park Seomin yang harus ia perhatikan. Pun wanita itu mulai meyakinkan dirinya mengenai Taera yang sudah bahagia dan tenang di atas sana.

"Apakah hari ini aku boleh ke rumah ayah? Aku ingin menemui Nara Eonni."

Jimin berpikir sejenak. Bukan tidak mau mengizinkan, Jimin hanya khawatir sebab Seomin masih terlalu kecil dan perjalanan dari rumah mereka menuju rumah ayah membutuhkan waktu lebih dari satu jam. Pun Jimin rasa kakak iparnya tersebut masih belum bisa ditemui sebab ayah mertuanya baru saja menghubungi Jimin dan Seolbi lalu memberi kabar bahwa Nara sering kali mengamuk dan berteriak marah.

Pria Park itu hanya tidak ingin Seolbi mendadak diserang atau ada kemungkinan buru lainnya. Maka dari itu, Jimin segera menjawab dengan gelengan sebelum fokus menyantap makanannya.

Seolbi mengerucutkan bibir. "Kenapa?"

"Kau tahu kabar kakakmu seperti apa, bukan? Aku hanya tidak ingin kau kenapa-kenapa."

Tears [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang