17

12.3K 2.1K 682
                                    

Suara detak jarum pada arloji yang terletak di atas nakas agaknya mampu mengusik ketenangan Kim Taehyung malam ini. Dadanya kian menggebu manakala kepalanya mengingat dengan jelas bagaimana Park Jimin melemparkan kalimat penyerangan yang mampu melumpuhkannya secara telak.

Bagaimana bisa Jimin berhasil mendapatkan Ahn Seolbi di saat dirinya tengah dirundung perasaan bimbang, kesal, dan marah. Menyadari akan sikap egois dan tak mau untuk disalahkan, nampaknya Taehyung mulai tak mau kehilangan Seolbi meskipun ia tahu risiko yang akan ia dapat jika dirinya kembali membawa Seolbi ke kediamannya adalah soal kehamilan wanita 21 tahun tersebut.

Taehyung sadar rasa bahagia yang muncul saat mendengar berita mengenai kehamilan Ahn Nara hanyalah perasaan puas semata setelah sekian lama gagal dalam berusaha. Sang ayah berjanji akan memberikan perusahaannya secara penuh jika Taehyung berhasil memberikan keturunan dengan Nara yang notabene sebagai istrinya sendiri.

Lalu kata cinta yang sering keluar dari celah bibirnya hanya sebagai syarat atau pemanis sebab ia tak begitu yakin kepada siapa hatinya berlabuh selain nama Ahn Seolbi. Tak ada yang bisa menyingkirkan Seolbi dari pikirannya meskipun itu adalah Ahn Nara. Taehyung hanya terlalu buta dengan kepuasaan dan rasa egois sehingg tak mau peduli dengan Seolbi yang menunggu kepastian akan keputusannya.

Kedua telapak tangannya meraup wajah frustasi. Taehyung kemudian melepas piama atasnya hingga kini perutnya terekspos sebelum merasakan hembusan angin sedikit menerpa kulitnya lantaran pintu balkon tak ditutup dengan benar.

Taehyung merasakan ranjang bergoyang—menandakan bahwa Nara merubah posisi menjadi menghadap dirinya. Lengan ramping itu melingkari perut kotaknya, lantas mengusap begitu lembut. "Kau belum tidur juga. Ada apa, hm?"

Suara serak Nara membuat Taehyung menunduk untuk mempertemukan iris mereka dalam cahaya redup di dalam kamar. "Aku tidak tahu. Aku hanya merasa lelah dan bingung," sahut pria Kim itu.

"Bingung? Kenapa?" tanya Nara semakin ingin tahu. Tidak biasanya Taehyung seperti ini. Ditambah pria itu menjadi sangat pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor daripada di rumah sambil menemani istrinya yang sedang hamil muda. "Ceritalah padaku, Oppa ... aku ini istrimu."

Taehyung memaksakan senyum manis, kemudian mengangkat kepala Nara dan meletakkan lengannya di bawah kepala wanita itu sebagai bantalan. "Ini soal perusahaan. Beberapa rekan bisnisku memilih mundur. Aku tidak tahu harus seperti apa. Aku sedang buntu sekarang, Sayang," jawabnya.

Sebetulnya tak ada yang salah dari ucapan Taehyung. Pria itu berkata jujur soal kekhawatirannya dengan kondisi perusahaan. Dia bisa saja jatuh miskin jika salah mengambil keputusan. Sang ayah bahkan tidak mau membantunya sama sekali karena Taehyung sudah banyak memakan uang perusahaan.

"Tidak mau berbagi denganku, huh?" Nara memberikan tatapan cemas. "Mungkin aku tidak bisa membantumu soal perusahaan, tapi aku bisa meringankan bebanmu, 'kan?"

"Kalau aku jatuh miskin, apa kau akan meninggalkanku? Kau masih mau bertahan dan menemaniku?" tanya Taehyung. Pria Kim itu tidak paham kenapa bisa mengeluarkan pertanyaan acak seperti itu sebab ia mendadak berpikir tentang ketakutan yang akan terjadi jika semua orang meninggalkannya kelak.

Nara mengelus pipi tirus sang suami. "Kenapa kau bertanya hal semacam itu, Taehyungie Oppa? Kau tidak akan jatuh miskin, percayalah padaku. Aku juga tidak akan meninggalkanmu walaupun kau tidak rumah sekali pun. Tidak akan pernah kubiarkan kau hidup seorang diri dalam keterpurukan," jawabnya yakin.

Taehyung menghela napas dalam. Perasaannya jauh lebih tenang usai mendengar jawaban yang keluar dari bibir Nara. Ia tahu Nara adalah wanita yang tulus dan setia. Hanya saja, ia tidak yakin bisa menjanjikan sebuah kebahagiaan kepada wanita Ahn itu.

Tears [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang