30

8.6K 1.5K 230
                                    

Bulan madu itu berakhir menyenangkan. Sebab sesampainya mereka tiba di Seoul, Jihye dan Seolbi keesokannya menuju rumah sakit untuk memastikan apakah mereka benar-benar hamil setelah mencobanya sendiri dengan tespek. Pun dokter kandungan menyatakan bahwa keduanya sama-sama hamil.

Jimin maupun Jungkook terlihat begitu bahagia. Apalagi Jimin yang menangis dan memeluk Seolbi setibanya di rumah karena masih belum percaya dengan karunia Tuhan yang diberikan kepadanya. Sudah sejak lama Jimin menginginkan menjadi seorang suami dan ayah. Dan perasaannya betul-betul bahagia manakala Seolbi membawa berita bahwa di dalam perut wanita itu ada darah daging Jimin yang sedang berkembang.

"Woah, ini sangat menakjubkan. Usia kandungan kami hanya berbeda satu minggu! Bukankah momen seperti ini langka, Bu?" Jihye bercerita histeris. Menatap sang ibu dengan ekspresi penuh kebahagiaan, Jungkook pun otomatis menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Ibu akan menggendong dua cucu sekaligus. Yeay!"

Jihye, Seolbi, Jimin, dan Jungkook sengaja datang ke rumah ibu dua minggu setelah mereka mengetahui soal kehamilan Jihye serta Seolbi. Bukan apa-apa. Ini semua sebagai hadiah karena hari ini adalah hari ulang tahun Ibu Park.

Ibu terkekeh. "Astaga, kau ini sudah menikah tapi kelakuanmu masih seperti anak sebelah." Jihye mengerucutkan bibir, sedangkan Jimin, Jungkook, dan Seolbi terkekeh mendengar penuturan ibu. "Jiya, Seolbi ... jaga calon cucu ibu dengan baik, ya? Kau tahu Ibu sudah sakit-sakitan. Ibu juga sudah tidak muda lagi. Jangan sampai membuat Ibu kecewa. Jimin, Jungkook ... jangan suka merepotkan istri kalian. Ingat, ibu hamil harus banyak istirahat di usia kandungan yang masih terbilang muda."

Jihye dan Seolbi mengangguk. "Betul itu! Dengarkan perkataan ibuku!" ucap Jihye menatap Jungkook yang kini meringis sebab pria itu terus bergantung pada Jihye. Dari bangun sampai hendak tidur, harus Jihye yang merawatnya.

"Bu ... kalau begitu Jimin pulang dulu. Sepertinya menantu Ibu ini harus beristirahat sore ini karena dia terus berjalan memutari mal dan berbelanja."

Seolbi melirik tidak terima. "Aku tidak berbelanja!" protesnya.

Ibu tertawa. "Tidak apa. Habiskan saja uang suamimu itu, Bi-ya. Biar dia tahu rasa karena terlalu fokus dengan urusan perusahaan."

Perbincangan di ruang makan itu usai setelah Jimin pamit untuk pulang. Di dalam perjalanan menuju kediaman mereka, Seolbi terus bersenandung kecil mengikuti lagu yang diputar oleh radio. Sementara tangannya menggenggam tangan kanan Jimin dengan erat. Senyum itu tak bisa pudar begitu saja. Bahagia sekali. Kali ini, Seolbi akan menjaga kandungannya dengan sangat baik. Tidak akan ada lagi orang-orang yang bisa membahayakan dirinya.

Tangan kanannya yang bebas kini bergerak mengusap perut yang masih rata. Kemudian Seolbi menoleh ke arah kiri; tepat di mana Jimin sedang fokus menatap jalanan. "Oppa, kau ingin anak laki-laki atau perempuan?" tanya Seolbi penasaran.

Jimin menoleh sejenak dan kembali menatap jalanan. Tangannya menarik tangan Seolbi dan mengecup punggung tangan tersebut. "Apa saja aku akan sangat bahagia, Sayang."

"Kalau laki-laki ... kau akan memberi nama mereka apa?"

"Park Jio. Kalau perempuan aku akan memberinya nama Park Jia."

Seolbi terkekeh rendah. "Itu nama adikmu," katanya."

"Beda. Jiya adalah panggilan kesayangan. Nama aslinya 'kan Park Jihye," jelas Jimin kemudian membuat Seolbi menganggukkan kepala.

Mobilnya memasuki pekarangan rumah. Lalu Jimin dan Seolbi mengernyit manakala mereka melihat sebuah mobil sedan terparkir di depan rumah mereka. "Itu siapa?" tanya Seolbi keheranan. Wanita Ahn tersebut segera melepas sabuk pengaman dan turun untuk menyusul Jimin. Bersamaan dengan pergerakan Seolbi, sang empunya mobil mendadak turun. "Eonni?!" Seolbi nampak terkejut.

Tears [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang