28

11.4K 1.7K 244
                                    

Pertemuan pertama setelah sekian lama itu pada akhirnya mengantarkan Seolbi dan Nara di danau yang terletak tepat di belakang hotel yang Seolbi sewa.

"Untuk apa kau menemuiku?" Seolbi mengarahkan atensinya secara penuh pada danau tenang tersebut. Tangannya meremas bibir bangku kayu yang ia duduki bersama sang kakak.

Hambar sekali. Setelah tidak bertemu dalam waktu yang lama, mereka merasa seperti manusia yang tidak saling mengenal.

Nara sama sekali tidak menjawab bahkan meskipun ia telah mendengar pertanyaan yang keluar secara langsung dari bibir adiknya. Lidahnya kelu, pun dirinya terlalu malu walau hanya untuk mengangkat sebuah kata untuk menciptakan perbincangan kecil.

"Bagaimana kabarmu?" Seolbi menolehkan kepala, menatap sang kakak yang menunduk usai wanita 22 tahun tersebut melemparkan kembali pertanyaan yang ia tahu tak akan mendapat jawaban dari Nara. "Maaf karena telah merusak rumah tanggamu dengannya," lanjut Seolbi.

Seolbi pikir ini adalah saatnya ia untuk bangkit dari keterpurukan. Ada sang suami yang senantiasa menggenggam tangannya mulai sekarang. Wanita itu ingin mencoba memaafkan dan berucap maaf. Meskipun hal tersebut terbilang sulit untuk dilakukan, tapi ia harus tetap melakukannya. Semua ini demi kebaikan hidupnya sendiri. Seolbi lelah bersembunyi dan menghindar dari masa lalu yang telah menjebaknya dari rasa sakit. Sudah cukup. Malam ini, Seolbi harus menyelesaikan semua yang mengganjal di dalam benaknya.

"Rupanya kau sudah melahirkan? Siapa namanya? Apakah dia tumbuh menjadi anak yang pintar?" Lagi dan lagi Seolbi mengeluarkan pertanyaan yang tidak dijawab oleh Nara sama sekali. "Eonni ..."

Nara menangis. Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, membuat Seolbi refleks menggigit bibir bawahnya.

"Kenapa kau menangis, eoh? Bukankah seharusnya kau memelukku dan berkata kau merindukanku?!" ucap Seolbi tak suka. "Semuanya telah berakhir. Mari saling memaafkan."

"Maafkan aku, Seolbi-ya ..." Nara bangkit, lantas segera berlutut di hadapan Seolbi—sukses membuat Seolbi terkejut karena perlakuan Nara. "Aku yang merebut Taehyung darimu. Aku yang merebut kebahagiaanmu. Maafkan aku ... aku tahu perbuatanku benar-benar tidak dapat untuk dimaafkan."

Seolbi mengerjap. Beberapa detik lamanya wanita itu termangu usai mendengar ucapan dari sang kakak. Namun, wanita itu segera tersenyum dan menghapus air mata Nara. "Semuanya sudah berlalu. Aku sudah mendapatkan kebahagiaanku sendiri—dan itu bukan Taehyung. Aku bahagia bersama Jimin sekarang. Jadi, jangan memikirkannya lagi." Seolbi menepuk sisi bangku yang kosong. "Kembalilah duduk. Seharusnya kau bertanya bagaimana kabarku dan bukan menangis seperti ini."

Menghapus air matanya sekali lagi, Nara kemudian segera duduk kembali di bangku tersebut. Nara memeluk sang adik begitu erat—meskipun harus kembali menangis lantaran merasa sangat amat bersalah dengan apa yang ia lakukan terhadap sang adik.

"Kau juga sudah melahirkan?" tanya Nara pada akhirnya.

Seolbi tersenyum pahit. "Aku kehilangan bayiku. Bukankah kau sudah tahu dengan hal itu? Aku hamil dengan Taehyung, dan dia juga penyebab kandunganku keguguran. Tapi tidak apa, aku tidak ingin kau kembali meminta maaf dan bertanya lebih dalam lagi. Butuh banyak sekali perjuangan untukku bisa melupakan semua kejadian yang pernah menimpaku."

"Maafkan aku ..."

"Sudah kukatakan jangan meminta maaf lagi. Aku sudah bahagia bersama Jimin." Seolbi menepuk punggung sang kakak.  Rasa benci itu mendadak hilang begitu saja. Kini Seolbi benar-benar telah melupakan semua hal buruk yang membuatnya ketakutan. Dan itu berkat Park Jimin. "Omong-omong siapa nama anakmu? Kau belum menjawab semua pertanyaanku dan malah menangis di depanku."

Tears [M] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang