🍂21.Terbiasa🍂

530 55 3
                                    

Sudah lebih dari satu minggu berlalu dan kini Maudy sudah menerima bahwa Kiki kini tak lagi tinggal dengannya. Seperti biasanya sebelum berangkat sekolah ia sarapan pagi dengan Ibunya.

"Makan yang banyak yo Syil, ibu tau pura pura bahagia itu butuh tenaga"goda Ibunya sambil mengambilkan makanan.

"Ibu apaan sih, Maudy tu bahagia. Nih liat bahagia banget sampai mulutnya kaya joker karena keseringan tertawa"Ucap Maudy sambil menarik pipi kanan dan kirinya menggunakan kedua tangan.

"Jadi, nggak kangen nak Kiki nih?"goda Ibunya lagi.

"Nggak, lagian kan bagus kalau Kiki udah kembali lagi sama keluarganya"jawab Maudy sambil mulai memakan makannya.

"Nggak mau ketemu? Ibu ada lho alamatnya"Ucap Fatimah membuat Maudy tersedak.

"Ukhuk, ukhuk"

"Makannya pelan pelan ndok"Ucap Fatimah sambil mengulurkan minum.
"Ibu sih ngajakin ngobrol mulu"jawab Maudy setelah meneguk minumnya.

"Kan Ibu nggak minta kamu nanggapin" jawab Fatimah santuy.

"Nanti Maudy di kira durhaka gak nanggapin omongan Ibu"balas Maudy.
"Ya memang!"Ucap Fatimah.

"Ibu kenapa si, makin hari makin aneh aja sikapnya. Jangan jangan dapet warisannya si Kiki nih, kaya Dinda yang dapet warisan pikun dari neneknya"batin Maudy ngawur.

"Tin,tin"Suara mobil terdengar di indera pendengaran Maudy dan Fatimah membuat Maudy berjalan keluar rumah untuk melihat siapa yang datang.

Baru saja membuka pintu ia sudah di kejutkan oleh penampakan wajah Jihan di depan pintunya.

"Astaghfirullah, pocong beranak!!"kaget Maudy sambil mengelus dadanya.

"ih si kutil, cantik cantik gini di bilang pocong beranak!" sewot Jihan sambil melipatkan tangannya di depan dada.

"terus apa dong? Kunti beranak?"tanya Maudy

"Kuntilanak kali neng!!"sahut Jihan.

"Oh jadi mau di panggil kuntilanak nih?"Tanya Maudy.

"Ctak!!"sentil Jihan di kening Maudy.

"Sakit tau, nantangin karate nih?"tanya Maudy sambil menatap jihan tajam.

"Eh, nggak nggak, bercanda atuh Maudy. Sini kakak Jihan usap usap. Ututu sakit ya"Ucap Jihan sambil mengusap usap dahi Maudy. Bisa mampus ia jika Maudy membalasnya dengan jurus karatenya. Lebih baik ia mengalah saja jika ingin nyawanya selamat. Lebay memang, tapi apa salahnya sedia tameng sebelum bonyok.

"Syila, kok gak di suruh masuk nak Jihanya"Ucap Fatimah yang tiba tiba datang.

"Eh gak usah tante, Jihan cuma mau ajak Maudy berangkat bareng"jawab jihan.

"Beneran nggak mau masuk dulu, sekalian sarapan disini saja"Ucap Fatimah lagi.

"Jihan udah sarapan tan, dan satu lagi nanti pulang sekolah Jihan Mau ajak Maudy jalan jalan boleh kan tan?"tanya Jihan.

"Boleh, tapi jangan malam malam pulangnya"Ucap Fatimah.

"Tenang aja, nggak kok tan"jawab Dinda.

"Bentar ya, aku ambil tas dulu"Ucap Maudy yang di angguki Jihan.

Setelah itu mereka pamit dengan Fatimah kemudian berangkat sekolah menggunakan mobil Seindra, yap Jihan ternyata di antar oleh omnya dan juga yang lebih parahnya Jihan mengajaknya jalan sepulang sekolah nanti tanpa memberitahunya terlebih dahulu, apalalagi jalan jalannya dengan Seindra juga. Oh rasanya Maudy ingin menggetok kepala Jihan, bukannya apa tapi seharusnya ia memberi tahunya dulu supaya ia bersiap siap membawa pakaian untuk jalan, karena ia tipe orang yang tidak suka kelayapan menggunakan pakaian sekolah. Eh bukan kelayapan si karena ia sudah ijin ibunya.

                               *****

Di sisi lain terlihat seorang paruh baya yang sedang duduk di ruang tengah sambil memijit pelipisnya pusing, ia tak habis fikir mengapa anaknya sangat ketergantungan dengan gadis itu. Sebenarnya apa yang sudah gadis itu perbuat? Menghilangkan ingatan anaknya? Oke ia sudah coba melupakan kejadian tersebut, tapi sekarang apa? Ia membuat anaknya seolah olah membutuhkan gadis itu, di jampi jampi kah anaknya? Atau di pelet? Oh tidak tidak ini jaman modern bisa jadi ia di beri obat ketergantungan mungkin? Narkoba dong? Amit amit lah ya jangan sampai.

"Mama harus apa nak supaya kamu melupakan gadis itu"gumam paruh baya tersebut.

"Gimana ma, Ari baik baik aja kan?"tanya Candra yang baru saja pulang dari kantornya.

"Sekarang harus di paksa terus kalau makan, kata dokter juga Ari gak bisa melakukan pengobatan di rumah terus, harus ke rumah sakit supaya pengobatannya maksimal dan ingatannya bisa cepat pulih"jawab Vivi.

"Ya sudah, lusa kita ke rumah sakit"Ucap Candra.

"Iya pa"jawab Vivi seraya mengangguk.

"Pak, Bu, Den Ari nggak mau makan. Saya sudah membujuknya berkali kali tapi tetap tidak mau"Ucap Asisten rumah tangganya yang baru saja tiba dari kamar Ari.

"Biar saya saja yang bujuk"Ucap Vivi kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Ari.

Ia menghela nafasnya berat saat melihat anaknya tengkurap sambil menyembunyikan wajahnya di bantal.

"Ari... Arindra, makan ya nak"Ucap Vivi sambil mengelus rambut putranya. Arindra tak menjawab hanya menggelengkan kepalanya.

"Mukanya jangan di tutupin sayang nanti sesek nafasnya"pinta Vivi.

"Katanya mama Vivi mamanya Kiki tapi kenapa jahat sama Kiki"kesalnya sambil mendudukkan tubuhnya lalu menatap Vivi dengan sorot mata sedih.

"Mama nggak jahat sayang, ini semua buat kebaikan kamu"jawab Vivi.

"Mama bohong, mama bilangnya Ody akan main kesini tapi sampai sekarang Ody gak kesini, mama jahat, mama bohong!!"teriak Kiki sambil memukul mukul bantal di pangkuannya.

"kamu makan dulu ya, kalau kamu makan gadis itu besok mama bawa kesini"bujuk Vivi.

"Nggak,nggak mau!! Mama selalu bilang gitu tapi mana ma?? Ody gak pernah dateng kesini,mama bohong!!" ucap Kiki sambil menangis.

"Sayang, mama bakal bawa Maudy kesini kalau kamu udah pulih ingatannya ya sayang"bujuk Vivi lagi.

"Nggak, nggak mau!! Kiki maunya sekarang.. Hiks.. Hiks.. Mama jahat.."tangis Kiki sambil menenggelamkan wajahnya di bantal.

"Hiks... Hiks.. Kiki benci mama!!"lanjut Kiki.

"Kamu harus makan! Kalau gak makan, mama nggak akan pernah temuin kamu sama Maudy selamanya!!"tegas Vivi karena lelah membujuk anaknya.

Setelah mendapat ancaman mamanya akhirnya Kiki terpaksa memakan makananya daripada ia tak diperbolehkan menemui Maudy selamanya,lebih baik ia menuruti kemauan mamanya untuk sementara.
Hmm sebenarnya itu bukan hanya sekedar ancaman, tapi memang Vivi berniat menjauhkan anaknya dari Maudy untuk selamanya. Baginya, anaknya butuh seseorang yang dewasa bukan seorang gadis SMA.

Vivi dan Candra sekarang mulai menerima Arindra menyebut dirinya Kiki karena mereka lelah memperingatkan anaknya dan berhubung nama anaknya Arindra putra Kinanthara, jadi Candra mengalah bila Arindra ingin di panggil Kiki karena nama belakangnya ada kata "Kinanthara" jadi boleh jika di panggil Kiki.

Boleh vote & komen gak maksa:)

Maudy's Kiki? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang