BAB 19 - Mengantar Pulang

329 57 2
                                    

Bab ini tadi udah Mint publish, tapi karena hp Mint error, jadi Mint unpublish dulu. Maaf yaa

Thank you,
I'm Mint A🌿

🌼🌼🌼

Dimas berjalan bersama Adita menuju parkiran. Cowok itu menepuk jidatnya keras. Lupa kalau dirinya membawa motor, bukan mobil.

"Kenapa, Pak?" tanya Adita.

Dimas menggaruk tengkuk lehernya. "Emm...saya lupa, Bu. Saya kesini tadi nggak bawa mobil, tapi motor."

Adita melihat motor matic yang ditunjuk Dimas. Cewek itu tersenyum. "Nggak papa, Pak."

Dimas menoleh ke arah Adita. "Beneran nggak papa?" Adita mengangguk. "Tapi, saya cuma bawa satu helm."

Dimas mengedarkan pandangannya. Melihat toko helm yang ada di sebrang jalan. "Nah, itu ada toko helm. Sebentar, saya belikan."

"Ehh, Pak-" ucapan Adita terpotong ketika melihat Dimas yang sudah berlari menuju tepi jalan lalu menyebrang.

Tak lama, Dimas kembali membawa helm di tangan kanannya. Terlihat ragu untuk memberikan helm itu pada Adita. "Ini, Bu."

Adita menerima helm yang diberikan Dimas. Mengerutkan dahi membaca tulisan kecil yang ada di bagian belakang helm.

Gue sayang sama orang yang pake helm ini

Dimas menggaruk tengkuk lehernya. "Maaf, Bu. Tadi keburu-buru, jadi sama penjualnya dikasih helm yang itu. Saya juga kaget pas baca."

Adita tersenyum lalu memakai helmnya. "Nggak papa, Pak. Saya suka."

Ehh?

Dimas melebarkan matanya. Adita meringis menyadari ucapannya barusan. "Ma-maksud saya, suka sama helmnya. Terima kasih."

Dimas tersenyum. "Sama-sama."

***

Dimas melirik sekilas Adita lewat kaca spion, melihat cewek itu menggosokkan kedua tangan lalu menempelkan ke kedua pipinya.

"Dingin, Bu?"

Adita tersenyum tipis. "Lumayan, Pak."

Tiba-tiba, Dimas menghentikan motornya di tepi jalan. Melihat itu, dahi Adita berkerut dalam. "Kenapa berhenti, Pak?"

Dimas tidak menjawab pertanyaan Adita, tapi cowok itu malah berkata, "Bu Adita bisa turun sebentar?"

Adita menuruti perintah Dimas meskipun dia masih kebingungan. Dimas melepaskan helmnya. "Bisa tolong bawain sebentar, Bu?" Adita mengangguk.

Dimas melepaskan hoodie yang dipakainya, menyisakan kaos hitam pendek yang melekat pas di tubuh atletisnya.

Apa kalian berpikir Dimas akan memberikan hoodie-nya pada Adita? Kalau iya, kalian salah. Dimas malah menaruh hoodie-nya di jok motor.

Cowok itu mengambil helm yang dibawa Adita lalu memakainya. Dimas melihat raut wajah kebingungan di wajah cantik Adita. "Bu Adita kenapa keliatan bingung gitu?"

"Kenapa Pak Dimas lepas hoodie-nya? Kan dingin."

"Kalau yang pake saya doang, nanti Ibu kedinginan. Kalau saya berikan ke Ibu, saya nanti yang kedinginan. Kalau nggak ada yang make hoodie-nya kan adil. Kita sama-sama kedinginan, hehe."

Adita tersenyum.

Entah mengapa, perkataan Dimas membuat hati Adita menghangat. Cewek itu berpikir, perlakuan Dimas barusan lebih romantis daripada di drama-drama yang sering dia tonton.

***

Dimas mengernyitkan dahi merasakan motornya yang tidak enak dikendarai. Cowok itu menghentikan motornya, lagi. Memiringkan badan dan melihat ban sepeda motornya yang kempes.

"Kenapa lagi, Pak?"

Dimas menegakkan tubuhnya. Sedikit memutar badan ke kiri, Dimas sempat terpaku beberapa detik dengan wajah cantik Adita yang memerah, mungkin karena kedinginan.

"Bannya laper, Bu. Padahal tadi saya udah kasih makan pas mau berangkat," jawabnya membuat Adita menahan tawa.

Tanpa disuruh, Adita turun dari motor Dimas. Mengedarkan pandangan, melihat bengkel yang berada kurang lebih lima puluh meter dari tempat mereka.

"Di sana kayaknya ada bengkel, Pak," telunjuk Adita mengarah pada bengkel itu.

"Ohh, iya."

Dimas turun dari motor, mendorong motornya. Merasa motor yang didorongnya ringan, Dimas menoleh ke belakang. Melihat Adita yang ikutan mendorong motor.

"Ehh, Bu Adita nggak usah bantu dorong," larang Dimas.

"Nggak papa, Pak." Adita tersenyum.

"Kan kalo Pak Dimas dorong sendirian, nanti yang capek cuma Pak Dimas. Kalo saya yang dorong sendirian, nanti cuma saya yang capek. Mending kita dorong bareng-bareng, biar sama-sama capek," lanjutnya.

Dimas tertawa, "Kayaknya saya nggak asing sama kata-kata itu."

Adita nyengir lebar. "Hehe."

***

"Wah, Mas. Ini harus ditambal. Kena paku," ucap montir setelah memeriksa ban motor Dimas.

"Lah, motor gue kena paku dimana?"

"Ya mana saya tau, Mas," balas montir itu sedikit ngegas.

"Ohh iya, hehe," Dimas menggaruk dahinya. "Ya udah, deh, Bang. Tolong ditambal ya." Montir itu mengangguk.

Dimas menghampiri Adita yang duduk di kursi yang disediakan. "Bu, motor saya ternyata kena paku, harus ditambal."

Melihat Adita yang mengangguk, Dimas bertanya, "Ibu nggak papa nunggu lama?"

Adita tersenyum. "Iya, nggak papa, Pak."

Dimas duduk di samping Adita. Tidak ada percakapan di antara mereka selama beberapa menit sampai Dimas berdehem sebelum mulai berbicara.

"Emm, Bu Adita." Adita menoleh ke arah Dimas. "Saya minta maaf untuk kejadian tadi pagi." Sungguh, Dimas tidak berani menatap Adita sekarang.

"Iya, saya juga minta maaf tadi pagi kurang ajar dorong muka Pak Dimas," ucap Adita membuat Dimas menoleh.

"Terima kasih, Bu," cowok itu tersenyum lebar.

Adita tersenyum. "Iya."

"Tadi kata Ibu di kafe lagi nunggu seseorang. Temen Ibu nggak jadi dateng?" tanya Dimas penasaran.

"Nggak, tadi katanya ada urusan lain." Dimas mengangguk-anggukan kepalanya.

"Ohh iya," Dimas menoleh ke arah Adita. "Saya boleh minta nomer hape Ibu?"

Dimas melanjutkan ucapannya melihat kedua mata Adita yang melebar, "emm, biar saya lebih mudah menghubungi Ibu soal acara camping."

Adita menganggukkan kepala. Dimas benar. Sebagai ketua panitia dia seharusnya mempunyai nomor telepon panitia lainnya bukan? Apalagi Dimas adalah wakilnya.

Dimas mengeluarkan ponsel dari saku celana, menyerahkannya ke Adita. Setelah mengetikkan nomernya, Adita mengembalikan ponsel Dimas.

Dimas langsung memberi nama pada kontak Adita. Tertawa di dalam hati melihat nama kontak Adita yang tertera pada layar ponselnya.

Calon Istri








🌼🌼

Yakin cuma bahas acara camping, Dim?


Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

1-07-2020

Me VS Pak Guru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang