BAB 10 - Ke Sekolahan

374 58 0
                                    

Tok, tok, tok!

Dimas yang sedang berdiri di depan papan tulis, menjelaskan materi yang sedang dipelajari pada murid-muridnya menoleh ke arah pintu.

"Masuk!" ucapnya sedikit berteriak.

Ceklek!

"Huaa, Om Dimas!"

"Om Dimas, hiks!"

Dimas membulatkan kedua matanya terkejut melihat dua anak kecil menangis kencang sambil berjalan pelan ke arahnya.

"Loh? Aksara, Diandra?"

Dimas berlutut menyejajarkan tubuh dua anak kecil itu. Mereka langsung menghambur ke pelukan Dimas. Hal itu sudah pasti membuat satu kelas yang sedang diajar oleh Dimas ramai.

"Ehh, itu siapanya pak Dimas?"

"Pak Dimas udah punya anak emang?"

"Keponakannya kali. Orang manggil Pak Dimas Om."

"Ya ampun, ya ampun, mereka lucu banget!"

"Aaa, gemesin!"

"Mau dong ikut pelukan!"

Dimas melepaskan pelukan kedua anak kecil itu. Mengusap pipi kedua anak kecil itu. "Hei, jangan nangis. Kalian ke sini sama siapa?"

Kedua anak itu tidak menjawab pertanyaannya. Mereka masih menangis sesenggukan.

Keadaan kelas bertambah ramai membuat Dimas menolehkan kepalanya bingung.

"Ehh, itu yang namanya...ehh, siapa sih?"

"Itu kan Ketos Ganteng! Ehh, mantan Ketos."

"Yang satunya itu yang mewakili sekolah kita juara 1 OLIKOP Nasional, bukan sih?"

"Nahh iya! Siapa namanya?"

"Duh, lupa gue!"

"Astaga, ganteng banget!"

Dimas mengikuti arah pandangan siswi-siswinya. Devano dan Devandra langsung bersembunyi di balik pintu.

"Ck, kita ketauan!"

Dimas kembali menatap dua keponakannya. Tersenyum sambil mengusap puncak kepala mereka. "Tunggu di luar ya? Om Dimas--"

"Nggak mau, huaa!" Aksara dan Diandra menggeleng kuat.

"Bentar--"

"Nggak!"

"Om--"

"Nggak!"

Dimas menghela napas. "Oke."

Dimas berdiri, melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan lalu menatap murid-muridnya.

"Kalian boleh istirahat sekarang. Saya kasih bonus tiga puluh menit buat kalian istirahat." Sontak sorakan dari murid-muridnya terdengar.

"Yeay, istirahat!"

"Gas ke kantin!"

"Dek, sering-sering ke sini ya!"

Dimas mengerutkan dahi bingung mendengar ucapan salah satu muridnya itu.

"Biar pak Dimas nggak ngajar, hehe."

Dimas menghela napas sabar. Untung muridnya. Kalau bukan muridnya, mungkin sudah Dimas pukul kepalanya. Ehh?

"Udah sana ke kantin!" suruh Dimas yang langsung di laksanakan oleh murid-muridnya.

Keadaan kelas sudah sepi. Dimas membalikkan badan, mencoba mengangkat kakinya hendak berjalan ke arah meja guru. Tapi...kenapa kakinya tidak bisa digerakkan?

Dimas menunduk. Tertawa melihat dua keponakannya yang berjongkok sambil memeluk kakinya. Jangan lupakan mereka yang masih menangis sesenggukan.

Sungguh menggemaskan.

***

Banyak orang yang menatap kagum Dimas, Devano, dan Devandra dari keluar kelas tadi sampai ke taman belakang perpus. Entah itu murid atau guru.

Ya maklumlah. Mereka bisa secara langsung melihat tiga cogan alumni SMA Alfian yang terkenal ketampanannya sampai sekarang. Apalagi, salah dua orang itu adalah anak pemilik sekolahan. Jelas terkenal!

"Aksara, Diandra, lepasin kaki Om Dimas ya?"



















🌼🌼🌼

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Me VS Pak Guru✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang