Part - 38

2.9K 199 4
                                    


.

.

.

"Di sekolah, diberi pelajaran kemudian ujian. Di kehidupan, diberi ujian kemudian pelajaran."

.

.

.

*Diva POV*

Fellycia telah dinyatakan meninggal, selain karna penyakit yang diidapnya juga karna benturan di kepala yang terlampau keras. Aku saat ini berada di kediaman Keluarga Adhinata, singkatnya itu adalah rumah Fellycia. Semua orang tampak mengenakan pakaian berwarna hitam tanda berduka. Aku membiarkan diriku terdiam sambil menatap kosong foto dirinya, hingga peti mati ditutup dan jenazah siap untuk dikebumikan.

Tak kusangka Caren datang dalam acara pemakamannya, kuyakin pasti Shyeren telah menceritakan kejadiannya. Kupandang nanar peti yang akan dimasukkan ke dalam galian tanah, tanpa sadar air mataku menetes. Namun sebelum jatuh ke tanah aku segera mengusapnya, sedangkan Rina kini dengan pilunya menangis tersedu-sedu tak jauh di belakangku. Acara pemakaman usai, semua orang telah beranjak pergi kecuali beberapa orang dan keluarga.

Aku masih terdiam di tempatku berdiri, seolah tidak memiliki niatan untuk pergi. Menyakitkan sekali rasanya, melihat orang yang tulus menerimamu apadanya kini pergi untuk selamanya.

'Kenapa? Pada akhirnya mereka semua akan pergi, dan aku akan kembali sendiri.'

Semua memori tentang kami seolah berputar bagai film di kepalaku, mengingat saat-saat kebersamaan kami sampai akhir bersamanya. Selama ini ia bahkan tidak pernah bercerita, ia selalu memendam segalanya sendiri termasuk luka.

'Kuharap kamu tenang di sana, Fellycia. Kini semua rasa sakitmu tak lagi kau rasa, sampai bertemu kelak ketika aku menyusulmu. Kau adalah teman terbaikku, bahkan sampai terakhir kau selalu menepati janjimu.'

Orangtua Fellycia tiba-tiba datang menghampiriku, dan seketika itu membuyarkan lamunanku.

"Nak Diva?!" Sapa tante Aurelia Adhinata, ibunda Fellycia.

"I..iya tante? Ada apa?" Jawabku gagu tersadar dari lamunanku.

"Terima kasih, karna telah menjadi teman terbaiknya." Ujar beliau tersenyum.

"Tante tidak perlu berterima kasih kepada saya, seharusnya saya yang berterima kasih pada tante juga pada Fellycia. Jika bukan karna Fel, mungkin sampai saat ini saya enggan dan tidak mau membuka mata pada dunia." Ujarku seadanya sambil mengusap sisa air mataku.

"Fellycia sudah sedari dulu ingin bertemu denganmu, terlebih ketika ia divonis bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Beberapa hari lalu ia tengah dirawat di rumah sakit, namun ia selalu bersikeras ingin bertemu lagi dengan teman-temannya.

Dia memiliki keinginan untuk sembuh agar bisa bertemu denganmu dan juga Rina, dan anak itu kabur untuk menemuimu kemarin di hari ulang tahunmu. Pasti sangat berat ya, kehilangan sesosok orang yang berharga pergi meninggalkanmu di hari yang seharusnya membuat kamu merasa bahagia. Maafkan Fellycia ya." Ujar wanita paruh baya itu padaku.

"Andai saya tahu lebih awal jika Fel memiliki penyakit parah seperti itu, mungkin saya akan menolak ajakannya. Dan ini semua tidak akan terjadi." Ucapku merasa bersalah.

"Takdir manusia tidak ada yang tahu nak, jangan membebankan dirimu dengan perasaan bersalah. Tante yakin, Fel disana juga tidak akan suka." Ujarnya lembut menasihati.

Honey Bee [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang