Bagian 2

4K 141 1
                                    

Sudah dua bulan aku tinggal bersama keluarga Kiayi Masykur. Ummi Arifah istri Kiayi sangat menyayangiku, begitu juga dengan calon kedua kakak iparku Ning Azna, dan Ning Khilma. Aku bagaikan anak bungsu dalam keluarga mereka. Seperti nama "Hubbyna" yang dipilihkan oleh kedua orang tuaku, aku sangat dicintai dan dikasihi di rumah ini, rumah laki-laki yang InsyaAllah akan menjadi suamiku.

Hari terus berlalu, aku sudah menjadi santri di pesantren calon mertuaku ini. Aku belajar ilmu umum dan Agam di tempat ini. Meski statusku sudah menjadi seorang santri aku tidak tinggal di asrama pesantren, karena aku masih memiliki hubungan family. Jadi Kiayi memintaku untuk tinggal bersama keluarga mereka di rumah induk, atau biasa di sebut "ndalem" oleh para santri di pesantren ini.

Sudah enam bulan aku berada di pesantren ini, namun aku belum pernah bertemu dengan Gus Ashfa, karena dia masih sibuk dengan perkuliahannya di luar kota. Berbeda dengan kakak-kakaknya yang menempuh pendidikan di pesantren dan setelah lulus menjadi pengajar di pesantrennya atau pun berdakwah agama di luar pesantrennya. Gus Ashfa malah memilih menempuh pendidikan kedokteran, mungkin tujuan Gus Ashfa adalah ingin mengembangkan sekolah tinggi ilmu keperawatan yang ada di pesantrennya ini dan klinik kecil yang ada di pesantrennya ini, hingga akhirnya dia memilih untuk menempuh pendidikan di fakultas kedokteran. 

Kini genap delapan bulan aku berada di rumah ini, aku dengar dari Ning Azna, dan Ning Khilma kalau Gus Ashfa akan datang hari ini. Ummi Arifah juga mengatakan padaku kalau putranya akan datang hari ini. Jujur perasaanku jadi cemas dan gelisah, jantungku berdegup kencang, mungkin karena ini pertama kalinya aku akan bertemu dengan laki-laki yang telah dijodohkan denganku. Ada perasaan senang, takut, dan malu di dalam hatiku.

Pagi ini Ummi Arifah memintaku untuk membantunya di dapur menyiapkan makanan kesukaan Gus Ashfa, dan karena jam kuliahku kosong, aku pun membantunya. Ada beberapa mbak-mbak santri juga yang membantu ummi dan aku di dapur, ada juga abdi ndalem yang membatu untuk bersih-bersih dan membereskan semua pekerjaan rumah tangga di dapur saat itu.

"Gus Ashfa itu suka soto, jadi kamu harus belajar masak soto ya nduk!" Kata Ummi Arifah padaku.

"Nggeh Ummi." Jawabku sambil mengangguk sembari mengupas kentang yang dari tadi sudah aku kupas bersama Ummi.

"Gus Ashfa sukanya soto ayam kampung masakan Ummi, yang taburan bawang gorengnya banyak, dan kentang gorengnya juga banyak." Kata Ummi Arifah lagi. "Nanti ummi catatkan resep bumbunya ya! Jadi kalau kamu sudah menikah dengan dia, kamu nggak bingung lagi menyiapkan makanan kesukaannya." lanjut Ummi dengan lembut padaku.

Aku melanjutkan memasak bersama ummi, sampai kemudian Ning Azna menantu pertama Ummi mengabarkan kalau Gus Ashfa sudah datang. Ummi pun segera keluar dari dapur meninggalkanku untuk menemui anak bungsungnya yang terlihat sangat beliau rindukan itu.

"Waaah baunya seger sekali ndok" kata Ning Azna padaku sembari mengaduk kuah soto yang ada dalam kuali di atas kompor.

Kulihat Ning Azna segera meracik soto tersebut ke dalam sebuah wadah mangkuk besar, dan kemudian memintaku untuk segera menata semua masakan yang telah selesai di meja makan, "di tata yang rapi di meja makan ya ndok!" Katanya padaku sembari memberikan semangkuk soto yang telah dia siapkan tersebut.

Aku pun segera membawa hidangan itu ke meja makan. Sesampainya di pintu ruang makan langkahku terhenti saat kulihat Ummi Arifah sedang berbicara dengan seorang pria yang posisinya membelakangiku, mungkin dia adalah Gus Ashfa, seorang pria yang telah di jodohkan denganku.

"Jadi Ning Hubby tinggal di rumah ini?" Tanya pria itu.

"Iya, sebentar lagi kalian kan menikah, jadi Abahmu minta kepada keluarganya agar dia tinggal di rumah ini, agar kita bisa lebih dekat, dan dia juga bisa sekalian kuliah disini." Jelas Ummi Arifah.

"Kenapa dia tidak tinggal di asrama pesantren aja?" Tanya Gus Ashfa.

"Looo. Kan dia masih keluarga, calon menantu Ummi juga." Jelas Ummi lagi.

"Kenapa sih Ummi mesti jodoh-jodohin aku?" Tanya Gus Ashfa lagi.

"Looo... Kok kamu ngomong gitu?" Balas Ummi.

"Ummi, aku kan udah pernah bilang, aku bisa cari calon istri sendiri. Jadi aku nggak perlu di jodoh-jodohin." Kata Gus Ashfa dengan nada kesal.

"Ashfa!! Ummi dan Abah hanya ingin memilihkan jodoh yang baik buat kamu." Jawab umi. "Ning Hubby itu gadis yang Sholihah, cantik, hafal 10 juz Al-Qur'an." Lanjut Ummi Arifah. "Kakak-kakakmu juga dijodohkan semua sama Abah dan Ummi dan mereka juga bahagia." Jelas Ummi. "Ning Azna, Ning Khilma mereka sangat baik kan? jadi istri Sholihah juga buat kakak-kakakmu, dan kakak-kakakmu juga sangat mencintai mereka. Nanti kalau kamu ketemu Ning Hubby, kamu juga pasti akan suka sama dia." Kata Ummi.

Tampa sengaja aku mendengar pembicaraan mereka, dan Tampa sengaja pula Ummi Arifah melihatku yang sedang berdiri di pintu masuk ruang makan dengan membawa semangkuk besar soto ayam kesukaan putranya.

"Hubby!" Gumam Ummi Arifah kemudian.

Seketika Gus Ashfa pun menoleh ke arahku yang ada di belakangnya. Dan aku pun melihat wajahnya, wajah pria berjaket kulit warna hitam, bercelana jeans, dengan tas punggu di pundaknya. Wajah pria yang menatapku dengan raut kekesalan, dan sebuah kekecewaan karena setelah melihat kearahku dia langsung pergi dengan acuh menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua rumah itu.

Aku menunduk lesu, ya Allah kemarin aku berfikir akan ada sebuah hati yang bahagia saat pertemuanku dengannya, dengan pria yang di jodohkan denganku. Namun ternyata aku keliru, pria itu sama sekali tidak mengharapkanku.

"Hubby!" Seru Ummi Arifah membuyarkan lamunanku.

"Iya Ummi." Aku pun segera berjalan untuk meletakkan semangkuk soto itu di meja makan, kemudian melanjutkan mengambil semua makanan di dapur dan menghidangkannya di meja makan.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang