Pagi ini seperti biasa, aku membantu Ning Azna menyiapkan sarapan pagi.
"Hubby! Antar ke kamar Ummi ini ya!" Kata Ning Azna padaku dengan menyerahkan bubur dan beberapa makana lainnya di atas nampan buat Ummi Arifah.
Akhir-akhir ini Ummi Arifah sering sekali drop, mungkin karena kesibukan beliau yang masih turun tangan ikut mengajar para santriwati di pesantren, dan mungkin karena juga faktor usia yang sudah mulai sepuh atau tua.
"Hubby! Ummi cepat di kasih cucu ya!" Kata Ummi Arifah saat aku mengantar makanan tersebut di dalam kamarnya. "Ummi sudah semakin tua, ingin sekali menggendong bayinya Ashfa, takut umur Ummi nggak kebagian melihatnya!" Ujarnya.
"InsyaAllah Ummi!" Sahutku dengan senyuman, sembari menyiapkan sarapan yang hendak Ummi makan dan obat tekanan darah untuk dia minum.
Ummi memiliki tekanan darah tinggi, karena itu dia harus selalu rutin meminum obat, apalagi saat ini tekanan darahnya sering sekali tidak stabil.
Aku menghelan nafas panjang saat keluar dari kamar Ummi, aku berfikir bagaimana aku bisa hamil sementara sampai saat ini Gus Ashfa tidak pernah menyentuhku. Aku begitu dilema, apa harus aku mengatakan semua itu pada Ummi, ya Allah jika aku mengatakannya bagaimana tekanan darah ummi nantinya, pasti murkanya pada Gus Ashfa akan sangat mempengaruhi tekanan darahnya.
"Hubby! Tolong piringnya ya, sepertinya kurang!" Kata Ning Azna padaku saat aku meletakkan nampan makanan dari kamar Ummi.
"Kok banyak sekali sih Ning piringnya?" Tanyaku.
"Iya, temannya Gus Ahmad yang kemarin kesini, pagi ini akan sarapan disini." Terang Ning Azna.
"Ooooo" jawabku.
"Kalau tidak salah, namanya Gus Firja, putra kiayi Abdullah, pengasuh pesantren Nurul Falah." Lanjut Ning Azna. "Kayaknya dulu kamu pernah mondok di situ ya Hubby?" Tanyanya kemudian.
"Iya." Jawabku.
"Berarti kamu kenal sama Gus Firja dong?" Tanya Ning Azna kemudian.
"Enggak Ning, kan aku nggak pernah ketemu, hanya pernah kenal namanya aja." Jawabku.
"Ooo, gitu. Tolong air putihnya ya Hubby, kamu ambilkan di belakang!" Kata Ning Azna lagi, memintaku untuk mengambil teko yang berisi air putih di dapur.
Sesaat setelah aku mengambil teko di dapur, ku lihat Gus Ashfa sudah duduk di meja makan.
"Kok masaknya banyak bnget mbak?" Tanya pria itu pada Ning Azna.
"Gus Firja dan teman Gus Ahmad yang lain mau sarapan disini." Terang Ning Azna pada adik iparnya itu.
"Ooooo, " sahut Gus Ashfa dengan melirik ke arahku, dan kemudian melanjutkan mengambil beberapa makanan di depannya.
"Sudah siap Mi?" Tanya Gus Ahmad pada istrinya yang tiba-tiba masuk ruangan ini.
"Sudah Abi!" Jawab Ning Azna memanggil suaminya dengan sebutan Abi.
"Hubby! Kakak minta tolong ya! Nanti kamu temani Gus Firja melihat-lihat ruangan-ruangan yang ada di sekolah, kamu tunjukkan juga lap, perpustakaan, sama tempat-tempat yang lainnya. Karena InsyaAllah kita akan melakukan pembenahan-pembenahan." Kata Gus Ahmad padaku. "Tapi mungkin agak siang, karena pagi ini Gus Firja masih mau meninjau fasilitas pendidikan yang ada di SMA dulu." Terangnya.
Di pesantren ini memang ada lima jenjang pendidikan umum mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, selain dengan pendidikan agama seperti kajian kitab-kitab, murojaah Al Qur'an, dan pendidikan non formal yang lainnya.
"Kenapa harus Hubby mas? Bukankan yang seharusnya menemani Gus Firja kepala sekolah?" Celetuk Gus Ashfa kemudian.
"Iya, kelapa sekolahnya ustadz Yusuf sedang sakit, terus kurikulumnya yang bertanggung jawab di SMP Putri juga ada bimtek di dinas pendidikan, makanya mas minta tolong Hubby!" Jelas Gus Ahmad pada adiknya. "Ya Hubby! Kamu Bantu kakak ya!" Seru Gus Ahmad memanggilku.
"Enggih Gus!" Aku mengangguk mengiyakan tugas yang diberikan oleh Gus Ahmad padaku.
"Mas juga sudah menghubungi guru-guru kok! Jadi nanti biar mereka semua juga ikut menyambut kedatangan Gus Firja." Kata Gus Ahmad kemudian.
"Gus, tamunya sudah datang!" Kata kang Iqbal salah seorang santriwan yang baru masuk ruangan itu pada Gus Ahmad, memberi tahu kalau tamu Gus Ahmad telah datang.
Gus Ahmad pun segera bangkit dari kursinya. "Ummi! Gus Firja sudah datang!" Seru Gus Ahmad pada istrinya yang baru saja menuju dapur.
Aku pun segera masuk ke dalam kamarku, karena sebentar lagi para tamu Gus Ahmad akan masuk ke ruang makan ini untuk sarapan. Setelah sampai di dalam kamar, aku mengganti baju, dan bersiap untuk pergi ke sekolah tempatku mengajar.
Tak lama kemudian aku keluar dari kamarku, kamarku ada di lantai dua, dan ketika turun dari kamar aku akan melewati ruang makan, karena tangga lantai dua ada di samping kiri ruang makan keluarga.
Saat turun dari tangga ku lihat lima orang tamu Gus Ahmad sedang menikmati hidangan sarapan, di antaranya adalah Gus Firja, dua orang dosen pesantren ini, kepala sekolah SMA, dan salah seorang guru SMA juga, dan ku lihat Gus Ashfa juga masih ada di sana, padahal saat ini sudah jam 07.00 lebih, karena biasanya Gus Ashfa selalu berangkat sebelum jam tujuh.
"Mau berangkat Hubby?" Sapa Gus Ahmad padaku.
Aku pun menjawab dengan senyuman dan anggukan kepala. Ku lihat Gus Firja pun tersenyum ramah padaku saat itu.
"Ehhemmm!" Terdengar Gus Ashfa mendehem. "Aku berangkat dulu ya!" Kata Gus Ashfa kemudian, seraya beranjak dari tempat duduknya, dan berpamitan kepada semua tamu yang ada di ruangan itu dengan mengatupkan kedua tangannya. "Assalamualaikum!" Lanjutnya.
"Ayo Hubby!" Ajaknya kemudian dengan melingkarkan tangan memelukku keluar dari ruangan itu.
Aku terperanga. Aku terheran-heran dengan sikap suamiku yang tiba-tiba memelukku.
"Gus Ashfa kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Kenapa apanya?" Sahutnya.
"Kenapa memelukku seperti ini?" Tanyaku dengan melepaskan tangannya yang merangkulku. "Aku berangkat dulu Gus!" Kataku kemudian dengan mencium tangan kanannya dan mendahuluinya melangkah saat sudah berada di halaman rumah.
"Hari ini aku antar kamu ke sekolah!" Katanya menghentikan langkahku.
Jarak dari rumah ke sekolah tempatku mengajar hanya 200 meter, dan biasanya aku pun berjalan kaki menuju tempat itu, dan sebelumnya Gus Ashfa pun tidak pernah menawarkan diri untuk mengantarku. Tentu sikap Gus Ashfa itu seketika mengejutkanku, dan membuat aku mengerutkan kedua alisku.
"Ayo masuk mobil!" Perintahnya dengan menarik lenganku untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Tidak usah Gus! Aku jalan kaki saja!" Tolakku dengan suara pelan.
"Kamu tidak mau aku antar, karena mau jalan kaki, terus diperhatikan sama Gus Firja, terus ditemani sama Gus Firja, begitu?" Katanya kemudian dengan memelotiku.
"Maksut Gus Ashfa apa?" Tanyaku menyeranga.
"Sudah ayo masuk mobil!" Perintahnya lagi, dengan menarik tanganku dan menggiringku masuk ke dalam mobilnya. Di lajukannya mobilnya menuju gedung sekolah tempatku mengajar, dan saat sudah sampai di depan gedung, ketika aku hendak keluar dari mobil. "Ingat ya Hubby! Nanti kalau Gus Firja ke sekolahmu, jangan terlalu dekat dengannya! Jaga jarak! Tidak perlu bicara dengannya kalau tidak penting! Ingat kamu sudah punya suami!" Katanya dengan menatapku.
Sungguh aku tidak mengerti sikap suamiku, entah apa tujuan dia memberi ultimatum padaku, apa karena rasa memiliki, atau karena rasa perhatian, atau hanya sekedar ingin diakui di depan semua orang kalau dia adalah suamiku.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...