Pagi ini, aku kembali beraktivitas di rumah sakit, aku merasa tenang, karena aku bisa bekerja sembari sesekali melihat keadaan Hubby. Alhamdulillah saat kecelakaan kemarin kami langsung ditangani di rumah sakit umum ini, rumah sakit tempatku bekerja, rumah sakit umum terbesar di kotaku.
Setelah menyapa dan melihat kondisi istri tercintaku itu, aku segera kembali ke ruanganku, aku coba mempelajari foto Rontgen dan CT Scan hasil pemeriksaan istriku paska oprasi, aku pun mengkonsultasikan kondisi istriku tersebut dengan dokter yang menangani oprasinya.
Hubby mengalami cidera syaraf tulang belakang dengan kategori paraplegia, sebuah kelumpuhan yang terjadi pada setengah tubuh bagian bawah, dan ini hanya bersifat sementara atau permanen.
Hubby telah menjalankan operasi dimana dokter telah mengangkat pecahat tulang dan bantalan tulang yang menekan syaraf sehingga nantinya akan menimbulkan regenerasi syaraf, dan oprasi itu pun telah berhasil, meski saat ini Hubby masih belum dapat menggerakkan anggota tubuh bagian bawahnya, namun semua ini adalah hal yang wajar karena Hubby tentu masih butuh latihan untuk mengumpulkan kekuatan otot sehingga dapat menggerakkan kakinya. Dan aku yakin dengan fisioterapi yang disarankan dokter Hubby pasti akan bisa berjalan kembali seperti sedia kala.
Ya, aku pilihkan Hubby dokter rehabilitasi medis terbaik yang ada di rumah sakit ini untuk menangani terapi medisnya. Dan aku cukup optimis Hubby istriku akan segera sembuh.
Sudah lima hari lebih paska oprasi Hubby Di rawat di tempat ini, saat ini dokter sudah mengijinkan Hubby untuk pulang karena kondisinya sudah lebih baik, hanya kakinya saja yang masih sulit untuk digerakkan. Seperti saran dokter, sebelum pulang ke rumah Hubby harus mengikuti fisioterapi terlebih dahulu.
Ya, sore ini sebelum pulang seorang perawat telah menjeput Hubby dari kamarnya untuk dibawa ke ruang fisioterapi, aku pun mengikuti langkah perawat yang mendorong kursi roda Hubby menuju ruang fisioterapi. Dan alangkah terkejutnya aku ketika seorang dokter wanita menyapa kami.
"Selamat sore!" Sapanya dengan ramah saat kami baru masuk ke dalam ruangan itu.
Aku lihat Hubby pun tertegun saat dokter itu menyapanya.
"Maaf! Kenapa dokter Aliya ada di sini?" Tanyaku penasaran.
"Untuk sementara saya menggantikan tugas dr. Andre dan dr. Eva yang sedang cuti." Katanya.
"Cuti?"
"Iya, dr. Andre baru hari ini cuti karena hendak menjalankan ibadah umroh, sementara dr. Eva masih dalam keadaan cuti melahirkan." Jelasnya.
Yang aku dengar dokter Aliya memang baru saja mendapatkan gelar spesialisasi ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi atau Sp.KFR, dan selama ini aku lihat dia juga memang sering membantu tugas dr. Andre, dokter senior rehabilitasi medis terbaik yang ada di rumah sakit ini.
"Oooooo!" Jawabku. "Maaf aku tidak tau." Kataku kemudian, karena aku memang benar-benar tidak tahu kalau dokter Andre hari ini cuti.
"Mari!" Katanya kemudian dengan mendorong kursi roda yang dinaiki Hubby.
Ku lihat dia mulai berkomunikasi dan melakukan treatment terapy pada Hubby. Tangannya juga cukup lembut saat memijat dan mengangkat kaki Hubby dengan posisinya yang berjonggok di hadapan kursi roda Hubby.
Jujur aku merasa cemas dengan pertemuan mereka, aku takut kalau pertemuan ini akan mempengaruhi kondusi emosional Hubby.
Ku tinggalkan Hubby yang saat itu sedang melakukan fisioterapi bersama dokter dan dua orang perawat di dalam ruangan itu. Maksutku bukan untuk mengabaikan Hubby, tapi aku takut Hubby akan berfikir macam-macam jika aku menemaninya dan berbicara dengan dokter Aliya.
Setelah fisioterapi selesai, dokter Aliya pun mengantarkan Hubby dengan kursi rodanya keluar ruangan itu, dan aku pun segera menghampirinya.
"Jangan lupa minum obatnya, berlatih di rumah, dan tiga hari lagi kontrol!" Pesan dokter Aliya pada istriku dengan senyuman.
Ku lihat Hubby pun hanya mengangguk tanpa sebuah jawaban.
"Terimakasih dokter!" Kataku kemudian seraya meraih pegangan kursi roda Hubby dan mendorongnya untuk meninggalkan tempat itu.
"Hari ini kita akan pulang ke rumah baru!" Kataku saat mendorongnya keluar dari rumah sakit. "Aku sudah pamit pada Ummi dan orang tuamu!" Lanjutku. "O iya, aku juga sudah mengisi rumah kita dengan perabotan baru, semoga kamu suka ya!" Kataku kemudian pada Hubby, yang aku lihat masih juga terdiam.
Tak lama kemudian kita sudah sampai area parkir, segera aku buka pintu mobil dan menggendong istri cantikku itu untuk duduk di dalam mobil, dan setelah aku meletakkan kursi rodonya di bagasi, aku segera masuk ke dalam mobil untuk melajukan mobilku.
Dalam perjalanan ku lihat wajah Hubby yang masih tampak murung. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa ini semua ada kaitannya dengan dokter Aliya. Sepertinya pertemuannya tadi sangat mempengaruhi emosionalnya.
"Sayang! Kalau kamu mau, aku bisa mencarikanmu dokter rehabilitasi medis yang lain! Dan kamu juga bisa terapi di tempat yang lain!" Kataku mencoba menawarkan sesuatu yang mungkin bisa menenangkan pikirannya.
"Tidak usah?" Jawabnya datar.
"Apa kamu tidak masalah setiap tiga hari sekali bertemu dengan dokter Aliya?" Tanyaku.
"Tidak. Memangnya kenapa? Dokter Aliya baik padaku." Jawabnya. "Apa jangan-jangan dokter Ashfa yang bermasalah dengan dokter Aliya?" Tanyanya dengan menoleh ke arahku.
"Maksutmu?" Jawabku.
"Dokter Ashfa takut tidak bisa move on jika tiga hari sekali selalu bertemu secara intensif dengan dokter Aliya." Tandasnya dengan suara ketus.
"Hubby kamu bicara apa?" Jawabku dengan tersenyum sembari mencium tangan kanannya, meyakinkan kalau memang aku sudah benar-benar melupakan dokter Aliya. "Aku hanya takut istri cantikku ini tidak bisa tersenyum padaku, karena sejak keluar dari ruang fisioterapi tadi, dia terlihat murung." Kataku dengan menyentuh dagunya, berusaha menggodanya agar dia berkenan memberikan senyum manisnya padaku. Namun aku lihat dia semakin terlihat murung, bahkan tidak berkenan menoleh ke arahku lagi. "Ya sudah, kalau kamu merasa nyaman terapi dengan dokter Aliya tidak masalah, aku akan selalu menemanimu!" Kataku kemudian dengan mencium pipinya, berusa meyakinkan kalau aku benar-benar mencintainya.
Aku memahami perasaan Hubby saat ini, kelumpuhan yang dia alami tentu sangat mempengaruhi psikologisnya, ditambah dia harus bertemu dengan dokter Aliya, meski dia mengatakan tidak masalah bertemu dengan dokter Aliya, namun aku merasa dia mengatakan semua itu hanya untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya saja.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...