Bagian 5

2.9K 110 1
                                    

Sudah genap tiga hari dari permintaan Gus Ashfa agar aku pergi meninggalkan rumahnya dan meminta agar aku memutuskan perjodohan ini. Tiga hari adalah waktu yang cukup untuk aku berfikir dan mengambil sebuah keputusan, keputusan untuk kembali ke rumahku, dan meminta kepada keluargaku untuk menolak perjodohan ini. Ya, hari ini aku putuskan untuk pulang ke rumahku. Aku berpamitan pada Ning Azna dan Ning Khilma dengan alasan aku pulang sebentar karena rindu kepada kedua orang tuaku. Aku sengaja tidak berpamitan kepada Ummi Arifah karena aku takut beliau tidak mengijinkan aku pulang.

Setelah berpamitan kepada kedua menantu Kiayi Masykur aku bergegas pulang. Aku tidak membawa semua barang-barangku, aku takut mereka berfikir macam-macam jika aku membawa semua barang-barangku.

Sengaja aku menolak untuk diantarkan oleh supir pesantren, karena rumahku dan pesantren masih satu kota dan jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar lima kilo meter saja, jadi aku cukup berani untuk naik angkot sendirian saat pulang ke rumahku.

Sesampai di rumah, kulihat Ummiku sangat kaget saat melihat diriku yang pulang sendirian meninggalkan pesantren. Berjuta tanya beliau uangkapan padaku, namun hanya satu kata jawabanku "aku rindu Ummi" kataku pada beliau sambil memeluk erat tubuhnya.

Aku masih belum sanggup mengungkapkan hal yang sebenarnya kepada Ummiku, aku masih menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan kepada beliau tentang keputusanku agar perjodohanku dengan Gus Ashfa dibatalkan. Aku masih berfikir dan merangkai kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan hal tersebut pada Abah dan Ummiku, agar beliau berdua bisa menerima kenyataan kalau sebenarnya Gus Ashfa sudah memiliki pilihan dalam hidupnya yang itu bukanlah diriku.

Setelah bersalaman dan berpelukan dengan Ummiku, aku memilih berdiam diri di dalam kamarku, aku mulai mengumpulkan kekuatan dalam diriku untuk mengungkapkan isi hatiku, aku akan mengatakan semuanya kepada Abah dan Ummiku nanti malam ba'da Isyak. Sengaja aku pilih waktu itu karena di jam tersebut Abah dan Ummiku sudah memiliki waktu santai, karena semua tugas mengajar santrinya di pesantren telah selesai.

Waktu terus berjalan, kini adzan isyak pun telah berkumandang. Aku yang dari magrib sudah berada di surau dekat rumahku untuk berjamaah dan mengaji bersama para santri putri asuhan orang tuaku, segera bangkit dari dudukku untuk berjamaah sholat isyak. Setelah jamaah dan dzikir selesai, aku bergegas pulang, aku bersiap di ruang keluargaku, menunggu Abah turun dari masjid, dan Ummi turun dari surau, karena dari magrib tadi beliau berdua berada di tempat suci itu untuk menjadi imam bagi para santrinya.

Tiga puluh menit kemudian Ummi dan Abahku telah sampai di dalam rumah, waktu menunggu yang cukup lama yang membuat hatiku berdebar. Mereka berdua berjalan menuju ke dalam kamarnya, aku pun segera mengekuti langkah keduanya dan dengan sopan berpamitan untuk ikut masuk ke dalam kamarnya.

Setelah berada dalam kamarnya aku coba mengungkapkan isi di dalam hatiku. "Abah, Ummi, Hubby may bicara!!" Kataku kepada kedua orang tuaku.

"Mau bicara apa?" Tanya Abahku sambil menoleh kebelakangku yang saat itu sedang membuntutinya. "Ayo duduk!" Pinta beliau seraya memintanya duduk di kursi yang ada dalam kamarnya.

"Ummi, Abah, sebelumnya Hubby minta maaf!! Hubby tidak mau kembali lagi ke rumah Gus Ashfa, Hubby ingin perjodohan ini di batalkan!!" Kataku lirih dengan menunduk dan meneteskan air mata.

"Looo kenapa?" Tanya kedua orang tuaku spontan, beliau berdua terlihat kaget. "Ada masalah apa?" Tanya Ummiku kemudian.

"Ummi, Abah!! Gus Ashfa sebenarnya tidak mencintai Hubby, dia sudah punya pilihan lain yang ingin dia nikahi, seorang wanita lain, dan itu bukan Hubby." Jelasku pada Abah dan Ummi.

"Ya jelas... Gus Ashfa tidak mencintaimu karena memang kalian belum menikah, dan seharusnya memang seperti itu." Jawab Abahku. "Nanti kalau kalian sudah menikah pasti kalian juga saling mencintai" lanjut Abahku datar, seoalah tidak mempersoalkan perasaan Gus Ashfa padaku.

"Benar kata Abahmu, dulu sebelum menikah Ummi dan Abah juga tidak saling cinta, Ummi sama sekali tidak menyukai Abahku, tapi setelah menikah kita bisa saling mencintai dan memahami, bahkan sekarang sudah punya anak lima." Kata Ummi sambil tersenyum tipis, mendukung jawaban Abahku.

"Tapi ini beda Ummi, Gus Ashfa..." Saat aku ingin menjelaskan kembali semuanya tiba-tiba ponsel Ummiku berdering.

"Tunggu!" Kata Ummi menghentikan penjelasanku. "Bu Nyai Arifah telfon." Lanjut Ummiku lirih. Beliau segera mengangkat telpon Bu nyai Arifah dan keluar dari kamarnya.

"Dengar ya ndok!! Kiayi Masykur itu baik-baik datang kesini, untuk melamarmu, menjadikanmu menantu, dan berjanji pada Abah dan Ummi untuk menjagamu dengan baik di sana. Jadi jangan permalukan Abah dan Ummi, Abah tidak mungkin menolak lamaran beliau, menggagalkan pertunangan ini kalau tidak ada masalah apa-apa." Kata Abahku kemudian.

"Abah, bukankan perasaan Gus Ashfa yang tidak mencintaiku itu adalah sebuah masalah?" Kataku pada Abah.

"Cinta yang suci dan diridhoi Allah itu akan tumbuh setelah kalian menikah." Tandas Abahku. "Masak belum menikah sudah mau cinta-cintaan, itu yang tidak benar." Tegasnya kemudia. "Kalau Kiayi Masykur yang membatalkan lamarannya, membatalkan perjodohan ini, baru Abah akan terima, karena beliau pasti punya alasan yang tepat dan tentunya keputusan yang beliau ambil dengan istikharah juga. Jadi Abah pasti akan langsung setuju." Jelas Abahku. "Nah ini, ujuk-ujuk kamu datang, nangis minta perjodah di batalkan, kamu sengaja mau mempermalukan Abah dan Ummimu?" Tanya beliau seolah menyalahkanku.

Tak lama setelah perkataan Abahku, Ummiku masuk ke dalam kamar. "Ini lo bah, Bu Nyai Arifah telfon, khawatir dengan keadaan Hubby, Karena Hubby nggak pamit sama beliau waktu pulang, cuma pamit sama Ning Azna dan Ning Khilma, Hubby pamit pulang karena kangen sama kita, padahal kalau pamit pamit sama Bu Nyai akan di antarkan lo bah. Dan besok pagi-pagi Bu Nyai akan kesini menjemput Hubby." Kata Ummi pada Abah, sambil menatapku seoalah kesal.

"Lo. Kamu nggak pamit sama Bu Nyai to ndok waktu pulang kesini? Sikapmu ini salah, kamu sudah membuat khawatir gurumu, besok kamu harus minta maaf pada beliau, dan harus ikut beliau kembali pulang kesana." Kata Abahku dengan tatapan yang seolah menyalahkanku juga.

"Aku nggak mau ikut pulang kesana bah!!" Kataku pada Abahku sambil merajuk menangis.

"Hubby!" Abahku meninggikan suaranya. "Kamu tidak melihat keluarga Kiayi Masykur sangat menyayangimu? Kamu sengaja mau mempermalukan Abah dan Ummi?" Katanya lantang. "Besok kamu harus ikut Bu Nyai Arifah kembali ke pesantrennya, atau malam ini Abah antar pulang ke sana?" Kata Abahku memberikan pilihan.

Air mataku semakin mengalir deras, apalagi aku lihat raut wajah Abah yang semakin murka padaku. Dan Tampa berucap apupun aku segera keluar dari kamar orang tuaku itu, aku bergegas menuju kamarku sendiri. Aku melanjutkan tangisanku di kamarku. Rasanya sedih sekali hatiku, ketika orang tuaku tidak perduli dengan perasaanku, ketika orang tuaku begitu ringan menganggap masalah yang aku hadapi ini, ketika beliau pun tidak berpihak kepadaku.

Aku menangis tersedu-sedu, tidak ku sangka ungkapanku kepada kedua orang tuaku, yang aku kira mampu meringankan bebanku ternyata malah menjadi murka kedua orang tuaku. Ya Allah aku menjadi sangat sangat sedih.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang