Bagian 48

1.8K 60 11
                                    

Digenggamnya tanganku oleh hubby hingga kita sampai kursi yang ada di taman area rumah sakit.

"Hubby! Maaf, tadi aku melihat dokter Aliya dari jendela pintu kamarnya!" jelasku pada Hubby. Aku tidak ingin Hubby salah faham dengan sikapku pada dokter Aliya.

"Kenapa dokter tidak masuk ke dalam kamarnya?" tanya Hubby.

Aku tersenyum sembari berkata, "Untuk apa?"

"Tentu untuk memberi dukungan padanya?" kata Hubby dengan menggenggam tanganku.

"Jika mendukung wanita lain akan menyakiti hati istriku, untuk apa aku melakukannya?" jawabku.

"Apa seburuk itu pribadiku di mata dokter?" tanya Hubby dengan mata berkaca-kaca.

"Maksutmu?" tanyaku.

"Apa dokter kira aku akan sakit hati jika dokter mendukung dokter Aliya dengan keadaannya seperti sekarang ini," kata Hubby. "Sungguh begitu buruk sifatku jika aku memiliki hati yang sekotor itu. Aku tahu dokter Aliya sakit, sakit yang mungkin tidak semua orang bisa menanggungnya." Hubby Masih menggenggam tanganku. "Jika dokter ingin mendukung dokter Aliya di sisa usianya, aku ikhlas dan aku akan menemani dokter."

Kata-kata Hubby yang diukirkan dengan senyuman itu membuat aku terharu, melihat binar ketulusan dari matanya, dan kebijaksanaan sikapnya membuat aku semakin mengagumi kepribadiannya. Sungguh tidak ku sangka Hubby akan mengatakan hal ini padaku.

"Sayang!" seketika aku memeluknya. "Aku sangat mencintaimu," kataku.

Setelah itu Hubby menceritakan padaku kalau lima hari yang lalu dia mengunjungi dokter Aliya di rumah sakit ini tanpa sepengetahuanku, keluarga dokter Aliya menceritakan tentang keadaan dokter Aliya pada Hubby, dan Hubby pun bercerita kalau selama lima hari ini dia selalu datang kesini untuk melihat keadaan dokter Aliya, memberikan dukungan, dan motivasi padanya, Hubby merasa heran karena selama dia mengunjungi dokter Aliya, dia tidak pernah melihatku masuk ke sana untuk mengunjungi kamar dokter Aliya.

Aku tersenyum mendengar cerita Hubby, aku cukup memuji kepribadiannya yang rela hati memberi dukungan pada wanita yang pernah begitu dicintai suaminya.

"Sayang! Aku minta maaf ya untuk malam itu," kataku padanya.

"Malam kapan?" tanya Hubby.

"Waktu aku berada di kamar dokter Aliya, sepertinya waktu itu kamu marah padaku."

Hubby tersenyum dan berkata padaku, "Jujur saat itu aku cemburu, aku sakit melihat dokter Ashfa memperhatikan wanita lain."

"Cemburu?" tanyaku

"Iya, saat aku datang ke ruangan dokter Ashfa, teman dokter Ashfa bilang kalau dokter sedang menemani dokter Aliya yang sedang sakit, dia memberitahuku kamar rawat dokter Aliya, setelah aku sampai di sana, aku lihat dokter Ashfa menyentuh kening dokter Aliya, memeriksanya, keluar ruangan dengan wajah cemas, tentu melihat sikap dokter Ashfa yang seperti itu hatiku cemburu, sangat cemburu, " jelas Hubby. "Mungkin sikapku terlalu kekanak-kanakan saat itu? Padahal jika dibandingkan rasa sakit yang dialami dokter Aliya, rasa sakit hatiku saat itu tidak ada apa-apanya."

Aku tersenyum mendengar penjelasannya. Hubby wanita yang terkadang kekanak-kanakan, namun kejujurannya dan rasa cemburu yang dia lukiskan, cukup membuat aku yakin bahwa dia sangat mencintaiku, dan aku bersyukur akan hal itu, semakin melihatnya, menatap wajahnya hatiku semakin mencintainya.

"Dokter! Kita ke ruangan dokter Aliya yuk!" ajak Hubby kemudian.

Aku terdiam, aku menghelan nafas panjang, aku berfikir, pada malam itu sebelum dokter Aliya koma, dokter Aliya memintaku agar aku meminta Hubby melepaskanku, mungkin Hubby tidak mendengar semua itu, namun tetap hal ini sangat mengganggu pikiranku, bagaimana jika akhirnya Hubby mengetahi hal itu, dan apa yang akan dia lakukan, pasti hatinya akan sangat terluka, dan aku pun tidak sanggup membayangkannya.

"Kenapa dokter Ashfa diam?" tanya Hubby. "Aku mengijinkan dokter Ashfa bertemu dengan dokter Aliya, jadi dokter Ashfa tidak perlu hanya mengintip lewat jendela jika ingin mengetahui keadaan dokter Aliya."

"Iya." Aku tersenyum dengan menggangguk dan kemudian berjalan bersamanya menuju kamar rawat inap dokter Aliya.

"Assalamualaikum!" aku mengucapkan salam saat sampai di pintu kamar dokter Aliya.

"Waalaikum salam!" jawab dokter Aliya lirih.

Ku lihat saat itu dokter Aliya hanya sendirian di dalam kamarnya, dengan tubuh terbaring di bed.

"Mana orang tuamu?" tanyaku padanya

"Mereka masih ada urusan ke luar sebentar," jawabnya. "Silahkan duduk!" katanya kemudian pada kami.

Aku dan Hubby pun segera duduk di sofa sebelah kanan tempat tidurnya.

"Bagaimana keadaan dokter Aliya?" tanya Hubby padanya.

"Alhamdulillah, aku lebih baik." Jawabnya. "O iya Hubby, suamimu ini tidak pernah menjengukku, bahkah setelah aku oprasipun dia tidak datang untuk melihatku," kata dokter Aliya.

"Iya, maaf aku sedikit sibuk, ada beberapa teman yang cuti jadi aku menggantikan tugas mereka." Jawabku dengan tersenyum padanya.

"Aku pikir dokter Ashfa tidak mau kesini karena takut aku meminta sesuatu lagi," kata dokter Aliya dengan tersenyum menggodaku.

Jujur aku khawatir dengan kata-kata apa yang ingin disampaikan dokter Aliya.

"Memangnya dokter mau meminta apa pada suamiku?" tanya Hubby. "Jika aku dan suamiku bisa, kami pasti akan memberikannya." Lanjut Hubby.

"Aku minta padanya malam itu, agar dia melepaskanmu dan kembali padaku."

Kata-kata dokter Aliya sungguh mengejutkanku.

"Tapi sayangnya suamimu sangat mencintaimu, sekalipun dia melihat aku sekarat, dia tetap tidak mengabulkan keinginanku."

Ku lihat Hubby terdiam mendengar ungkapan dokter Aliya.

"Bahkan akhirnya dia tidak mau menemuiku, mungkin karena dia takut aku meminta hal itu lagi." Lanjut dokter Aliya dengan tersenyum geli.

Entah apa yang dokter Aliya pikirkan, tapi sungguh kata-katanya membuat aku khawatir dengan perasaan Hubby.

"Jika bersama dokter Ashfa bisa membuat sakit yang dokter Aliya rasakan berkurang, aku akan mencoba merelakan kebersamaan kalian."

Tiba-tiba Hubby mengungkapkan kata-kata itu dengan wajah penuh ketulusan.

"Kamu rela Ashfa menjadi milikku?" tanya dokter Aliya.

Hubby pun beranjak dari tempat duduknya menghampiri dokter Aliya seraya mengangguk dan berkata, "iya," kemudian dipregangnya tangan dokter Aliya yang tertusuk jarum infus itu.

"Aku tau kenapa dokter Ashfa sangat mencintaimu, karena kamu memang benar-benar baik seperti yang pernah dia katakan padaku." Dokter Aliya menatap mata Hubby. "Jika kamu begitu baik seperti ini, bagaimana aku bisa jahat padamu," lanjutnya.  "Bagiku kamu sudah menerimaku sebagai temanmu itu sudah cukup, aku tidak menginginkan yang lebih," terusnya. "Ayo tersenyum!" pinta dokter Aliya kemudian dengan mencubit perut Hubby. "Aku tidak mau dokter Ashfa, karena dia sudah tidak menginginkanku, aku maunya pria yang kamu janjikan untuk dikenalkan padaku," katanya dengan tersenyum menggoda Hubby. "Mana pria itu? Sampai aku mau dijemput malaikat belum juga kamu kenalkan padaku!" lanjut dokter Aliya.

Suasana yang awalnya begitu menegangkan itu akhirnya meleleh dengan candaan yang dilontarkan dokter Aliya kepada Hubby. Dokter Aliya menagih janji Hubby tentang pria yang akan dikenalkan Hubby padanya, dan akhirnya Hubby pun tersenyum menanggapi sikap dokter Aliya.

"Iya, nanti aku dan dokter Ashfa akan menghubungi orang itu untuk mengenalkannya pada dokter." Jawab Hubby.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang