Pagi ini tepat jam tujuh pagi, saat aku bersiap hendak melaksanakan sholat dhuha di surau, tiba-tiba di kejutkan oleh suara yang memanggilku dan menghentikan langkahku.
"Ning Hubby! Ditimbali Kaleh Ummi." Kata salah satu mbak-mbak santri dalam bahasa Jawa yang artinya "mbak Hubby di panggil sama ibu".
Aku yang saat itu sudah memakai mukenah dan hendak sholat Dhuha di surau berbalik menuju rumahku, dan segera mencari Ummiku yang saat itu berada di ruang tamu. Ternyata ku lihat Bu nyai Arifah sudah berada di ruangan itu. Segera beliau menyambut kedatanganku yang saat itu baru masuk ruang tamu, peluk dan ciuman hangat beliau curahkan untukku, dan aku pun segera mencium tangan kanannya.
"Kenapa Hubby pulang nggak bilang sama Ummi, kalau bilang sama Ummi kan bisa Ummi antar." Kata ummi Arifah padaku.
"Mohon maaf Ummi! Kemarin waktu Hubby mau pamit, Ummi Masi sare." Jawabku, dengan menambahkan kata "sare" sebuah kata kerja halus dalam bahasa Jawa yang artinya "tidur". "Hubby mau Dhuha dulu ya Ummi!" Pamitku kemudian, seraya beranjak dari ruangan itu.
Aku kembali menuju surau untuk melaksanakan sholat Dhuha, rasanya aku enggak kembali ke rumahku untuk menemui Ummi Arifah. Setelah melaksanakan sholat Sunnah dan berdzikir aku sengaja tidak segera beranjak dari tempatku, aku ingin berlama-lama tinggal di tempat ini, setidaknya aku bisa menghindari Ummi Arifah sampai beliau pergi dari rumahku.
"Ning Hubby, disuruh cepat kembali ke rumah sama Ummi!" Tiba-tiba suara seorang santri putri yang biasa membantu Ummi di rumah mengejutkanku.
"Iya, sebentar lagi." Jawabku seraya menoleh dan tersenyum ke arahnya.
Aku masih enggak beranjak dari tempatku meski Ummiku mengharapkanku untuk cepat kembali ke rumah. Aku masih terus saja duduk di atas sajadahku dengan berdzikir.
"Ning! Di suruh cepat pulang!" Suara mbak-mbak santri itu kembali mengingatkanku.
"Iya." Jawabku seraya beranjak dari tempat dudukku, mengambil sajadahku yang terhampar di lantai surau dan kemudia berjalan menuju rumahku yang jaraknya sekitar dua ratus meter dari rumahku. Aku masuk lewat pintu samping rumahku, setelah meletakkan mukenah dan sajadah di kamarku, aku segera menuju ruang tamu untuk menemui Ummi Arifah kembali. Ku lihat sudah ada Abahku di ruang tamu, ada Gus Ahmad juga kakak pertama Gus Ashfa suaminya Ning Azna. Mungkin Gus Ahmad lah yang mengantar Ummi Arifah datang ke rumahku ini.
"Hubby! Bu Nyai Arifah dan Gus Ahmad kesini untuk menjemput kamu lo nak!" Kata Ummi padaku.
Aku pun menyahuti kata-kata Ummiku dengan senyuman sembari duduk di sampingnya.
"Iya, Hubby ikut pulang ya sama Ummi? Kan ini juga belum liburan, nanti kamu ketinggalan kuliah lo nak." Sambung Ummi Arifah kemudian.
"Hubby masih kangen sama Ummi." Jawabku, mencoba beralasan untuk menolak ajakan Ummi Arifah.
"Looo... Hubby! Kok kayak anak baru brlajar mondok saja. Masak belum satu tahun sudah kangen sama Ummi, biasanya sampai dua tahun juga waktu mondok pernah nggak mau diajak pulang." Sahut Ummiku. "Gini saja besok Ummi sama Abah kesana, jenguk Hubby." Lanjut Ummiku.
"Kalau Hubby Masih kangen sama Ummi, biar Abah dan Ummi yang ngantar Hubby sekarang. Kita bersama-sama berangkatnya sama Bu Nyai Arifah." Kata Abahku dengan menatapku, kata-katanya pelan dan datar, numun tatapan matanya seolah memberi isyarat kalau aku harus ikut pulang bersama Ummi Arifah. "Sana cepat ambil tasmu yang mau di bawa ke pondok!" Perintah Abahku kemudian.
Aku segera beranjak dari tempat itu menuju kamarku. Ternyata Ummiku membuntuti langkahku. "Jangan begitu nak, jangan membuat malu Abah dan Ummi, Bu Nyai Arifah dan Gus Ahmad repot-repot menyempatkan waktu ke sini untuk menjemput kamu, karena di utus oleh Kiayi Masykur." Kata Ummiku padaku. "Lihatlah! Keluarga beliau sangat menyayangimu. Tolong jangan kecewakan Abah dan Ummi!!" Kata Ummiku lagi sambil mengikuti langkahku yang tampak lesu saat mengambil tas yang hendak aku bawa kembali ke pesantren Kiayi Masykur.
"Iya." Jawabku lirih.
Setelah mengambil tas dan perlengkapanku yang lain, aku segera kembali ke ruang tamu. Terlihat Abahku sudah bersiap dengan kontak mobil di tangannya untuk mengantarkan aku pulang ke rumah Ummi Arifah.
"Hubby jadi di antar Abah atau ikut bersama Ummi?" Tanya Ummi Arifah lembut padaku. "Ikut ummi saja ya nak! Abahmu kan repot, waktunya mengajar, nanti malah keburu-buru di jalan." Kata ummi Arifah padaku. Memang biasanya pada jam segini Abahku ada tugas mengajar di salah satu universitas negeri Islam di kotaku.
"Iya, ikut Ummi saja." Jawabku sambil mengangguk mengiyakan permintaan ummi Arifah.
Segera aku cium tangan Abah dan Ummiku, berpamitan kalau aku akan kembali ke pesantren bersama Ummi Arifah. Setelah itu ku lihat Ummi Arifah dan Gus Ahmad menyusul berpamitan kepada kedua orang tuaku. Dan akhirnya aku pun kembali ke rumah itu, rumah keluarga Gus Ashfa, seorang laki-laki tampan, bertubuh atletis, berkulit putih bersih, pintar, cerdas, calon dokter muda, yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya denganku.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...